"Apa, Pak?!"
Elmira membuka mulutnya lebar tak percaya usai mendengar penuturan dari wali kelasnya, dengan cepat ia menggelengkan kepalanya bahwa ia tak setuju dengan apa yang dikatakan seorang guru pria di hadapannya.
Pria dengan kacamata kotak yang bertengger di hidung peseknya itu menyernitkan dahinya heran. "Kenapa malah geleng-geleng?"
"Saya gak mau ikut pertukaran pelajar yang tadi Bapak bilang," ujarnya menjelaskan.
Pak Edy menghembuskan napasnya. "Bapak minta maaf, El. Tapi, ini semua sudah diputuskan oleh Bu Nilam."
Gadis dengan rambut sepinggang yang dikuncir kuda itu melemaskan kedua bahunya, tak bisa berbuat apa-apa jika semua ini sudah diputuskan oleh Bu Nilam selaku kepala sekolah SMA Pelita Bangsa.
Pria di hadapan Elmira membenarkan kacamatanya yang melorot. "Tapi, kamu tenang saja kamu masih memiliki waktu cukup lama belajar di SMA Pelita Bangsa dan lagi pula sekolah yang kamu tempati nanti masih di provinsi yang sama."
Mendengar itu Elmira langsung menatap Pak Edy lagi dengan kedua matanya yang berbinar. "Serius, Pak?!"
"Iya, tapi ada satu syarat."
Kedua alis Elmira mengerut. "Syaratnya apa?"
"Kamu jangan teriak-teriak kayak tadi, telinga saya gatel dengernya."
**
Kaki yang dibaluti kaos kaki putih selutut itu melangkah memasuki kelasnya yang sangat ramai dan itu sudah menjadi hal yang lumrah jika sedang tak ada guru alias free class. Elmira yang baru memasuki kelasnya itu langsung diserbu oleh teman-temannya.
"El, lo ngomongin apa sama Pak Edy?"
"Lo gak dijahatin kan sama walkel kita?"
"Atau jangan-jangan lo mau dijodohin sama anaknya yang cakep itu?"
Elmira mendengar sahutan demi sahutan yang dilontarkan oleh teman-temannya itu lantas mendesis sembari mengusap kedua telinganya. Gadis itu memandang satu persatu temannya dengan tatapan datarnya.
Beberapa bulan ke depan dirinya tak akan bisa bertemu setiap hari dengan teman-temannya ini, pasti ia akan merindukan suasana kelas ini, apalagi pada temannya yang paling dekat di sini. Elmira takut jika nanti Alana akan mendapatkan teman sebangku yang berasal dari sekolah lain yang sama ikut program pertukaran pelajar.
"Satu minggu lagi gue pindah sekolah," lirihnya dengan menatap temannya sendu.
Mereka yang mendengar itu langsung tercengang, apalagi Alana yang langsung memeluk Elmira erat. "Gue gak mau kehilangan lo... emangnya lo kenapa pake pindah segala sih, El?"
"Ssshh... dengerin gue dulu, Na. Gue belum selesai bicara," Elmira mencoba melepaskan pelukan Alana yang begitu erat pada bahunya.
"Apa? Apa yang harus gue dengerin lagi, El?" kedua mata Alana berkaca-kaca menatap Elmira.
"Gue pindah sekolah itu sementara aja, gue dipilih sama Bu Nilam buat pertukaran pelajar dan sekolah yang gue tempati nanti masih di provinsi yang sama, bukan ke luar negeri."
Setelah mendengar penjelasan dari Elmira membuat semua teman-temannya langsung menghela napasnya lega lalu kembali ke tempat duduknya masing-masing, sementara itu Alana langsung menarik Elmira untuk duduk di bangku mereka berdua.
"Jadi kita bakalan tetep ketemu ya?"
Elmira mengangguk, membuat Alana kembali memeluk gadis itu erat. Seakan teringat sesuatu, Alana melepaskan pelukannya dan menatap Elmira intens. "El, siapa tahu nanti di sekolah baru itu lo dapetin cogan. Jangan lupa kasih tahu gue atau kalau bisa lo langsung bungkus aja dua, buat kita."
Gadis itu berdecak malas saat yang dibahas oleh Alana adalah cogan alias cowok ganteng. "Di sini juga banyak cogan, Na. Tapi, kan gak ada yang tertarik sama kita. Kitanya aja yang terlalu excited sama mereka, kita harus tahu diri, Na..."
Alana menggaruk kepalanya yang tak gatal, memang sih selama ini mereka berdua selalu mengincar kakak kelas yang tampan tetapi tak ada satu pun dari mereka yang tertarik. Mereka berdua selalu dikalahkan oleh adik kelas yang good looking.
"Aish, gue jadi insecure lagi, kan. Padahal baru tadi malem gue maskeran biar glowing," Alana mengerucutkan bibirnya lalu menidurkan kepalanya di atas meja.
Elmira hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku sahabatnya itu, tapi pasti ini yang akan ia rindukan nantinya. Elmira berharap jika nanti dirinya kembali ke sekolah ini lagi, persahabatannya dengan Alana akan tetap baik-baik saja dan tidak merasa asing meskipun lama tak bertemu.
"Gue takut kalau nanti kita jadi asing, Na," ucap Elmira akhirnya mengungkapkan apa yang ia takutkan.
Alana langsung merubah posisinya dan menghadap ke arah Elmira dengan senyuman manisnya. "Gue yakin kalau kita gak akan mengalami hal itu, kita usahain aja untuk ketemu dan harus saling komunikasi walaupun cuma lewat chat atau telepon, ya?" tuturnya menenangkan Elmira.
Ia mengangguk, benar yang dikatakan Alana. Jika mereka tak ingin asing maka harus tetap saling komunikasi, karena itu kuncinya. Di dalam sebuah hubungan juga kunci pertama agar langgeng adalah komunikasi, sama halnya dengan hubungan pertemanan.
"Selamat siang, anak-anak!"
Kelas yang tadinya ricuh seketika langsung hening begitu mendengar suara guru yang menyapa mereka.
"Siang, Bu!" sahut mereka kompak.
"Kok Bu Ria ada, sih?" bisik Alana pada Elmira, sama halnya dengan murid yang lain, mereka berbisik-bisik dan saling pandang.
Elmira mengedikkan kedua bahunya tak tahu.
Guru wanita di depan kelas itu terkekeh pelan melihat suasana kelas yang berbisik-bisik dan saling pandang dengan kebingungan melihat keberadaannya di kelas. "Sudah kalian tenang saja, Ibu datang ke sini hanya ingin memberikan tugas karena seperti yang tadi Ibu bilang di grup bahwa Ibu ada kepentingan."
Mendengar itu seisi kelas langsung ber-oh ria, kebingungan mereka langsung terjawab mendengar penuturan dari Bu Ria.
"Tugasnya adalah kalian catat semua materi yang Ibu kirim di grup, lalu kerjakan soalnya di buku paket halaman 120 sampai 125."
"Ya, kenapa Doni?" tanyanya saat melihat murid laki-laki yang mengacungkan tangannya.
"Bu, kenapa tugasnya banyak? Halaman 120 aja, Bu," sahutnya menawar, dan langsung membuat seisi kelas mengangguk menyetujui yang dikatakan oleh teman sekelas mereka. "Ya kan, El?" lelaki itu meminta persetujuan juga dari Elmira.
Elmira yang tiba-tiba dibawa oleh Doni langsung melototkan kedua matanya.
"Tuh, Bu! Elmira aja setuju sama omongan saya."
Bu Ria menggeleng. "Ibu tidak akan termakan omongan kamu, Doni. Intinya kerjakan saja!" lalu pandangan wanita itu beralih pada Elmira. "Kalau untuk kamu, Elmira. Kamu kerjakan di kertas HVS karena di pertemuan selanjutnya kamu sudah tidak di sekolah ini untuk sementara waktu."
Tanpa membalas ucapan dari Bu Ria, Elmira mengangguk patuh.
"Tidak ada lagi yang ingin ditanyakan mengenai tugasnya?"
"Tidak, Bu."
"Kalau Begitu Ibu tinggal. Selamat siang."
Usai kepergian Bu Ria, kelas kembali ricuh dan ada pula yang bersiap-siap untuk segera pulang karena sebentar lagi waktunya bel pulang sekolah. Sementara itu, Elmira memilih untuk menidurkan kepalanya dan mengabaikan Alana yang terus merutuki guru tadi karena memberikan tugas yang sangat banyak, terlebih lagi Bu Ria mengajar di mata pelajaran fisika.
***