webnovel

Bab 2 : Jiwa yang terikat kewajiban

Dinding yang terbuat dari ukiran kayu, cermin besar berlapis emas, serta kasur mewah yang terasa cukup empuk. Dalam sekali lihat, Zhonglian menyadari fakta bahwa saat ini, dirinya sedang berada di kamarnya di kehidupan sebelumnya.

"Ack!" Zhonglian memegangi keningnya karena masih merasakan sakit yang luar biasa. Rasa sakit tersebut dia rasakan karena baru saja mengalami mimpi buruk yang terasa sangat nyata. Mimpi menuju kematian, dengan Jiang Kun sebagai eksekutornya.

"Kalau begini terus aku bisa gila!" Zhonglian mengeluh sembari bangkit dari tempat tidurnya. Berbekalkan ingatan lampaunya ketika menjadi pangeran Zhonglian yang akan tewas di masa depan, Zhonglian dipaksa untuk hidup dalam penyiksaan.

Ada dua cara untuk terhindar dari siksaan sakit kepala seakan tertusuk anak panah setiap kali bangun dalam tidurnya. Pertama ialah berusaha untuk tidak tidur, dan yang kedua ialah diterimanya permintaan maaf Zhonglian oleh para korbannya.

Sembari memikirkan rencana kedepannya, Zhonglian berdiri di depan cermin besar untuk mengamati wajahnya saat ini. Rambut hitam panjang, mata yang agak sipit, serta wajah yang biasa saja. Semuanya sama persis dengan kehidupannya ketika di dunia modern. Yang membedakan hanya gaya rambut serta pakaiannya saja.

"Sialan, nampaknya aku benar benar terlempar ke jaman kerajaan. Padahal aku hanya ingin hidup dengan tenang," Zhonglian menggertakkan gigi sembari menatap ke arah cermin.

Tok tok tok! seseorang pelayan wanita mengetuk pintu kamar Zhonglian. Kemudian tak lama setelah itu, suara seseorang yang tak terdengar asing terdengar jelas dari balik pintu.

"Kaisar Wu Zhongxuan telah kembali dari medan perang, tolong datanglah ke alun alun kerajaan untuk menyambut kemenangannya dalam penaklukan kerajaan Jian!"

Zhonglian tersentak saat mendapat kabar tersebut, karena teringat seburuk apa pembalasan dendam kekaisaran Jian di masa depan.

Dengan langkah tegas, Zhonglian membuka pintu kamarnya. Sosok gadis pelayan yang berada di balik pintu kamarnya pun kini terlihat dengan jelas.

Paras yang nampak cantik dan memikat, matanya nampak lentik, bibirnya cukup seksi dengan bentuk tubuh ideal dan kulit putih seputih salju. Pakaiannya nampak sederhana, layaknya seorang pelayan pada umumnya. Sementara kulitnya nampak dipenuhi oleh luka lebam akibat perlakuan kasar seseorang.

'Luka luka itu ... , apakah ulah dari diriku yang dulu?' Zhonglian teringat akan ingatan pangeran Zhonglian yang keji dan tak berperasaan.

Dipukul, dihina, hingga dilecehkan sudah sering gadis itu alami setiap kali pangeran Zhonglian memanggilnya. Satu satunya hal yang masih membuatnya sanggup bertahan hidup, ialah keluarga dan kesucian bagian pribadinya yang tak pernah terjamah oleh sang pangeran. Dia selalu melindungi tempat tersebut agar tak mengandung bayi dari sang pangeran tiran.

Zhonglian terus memandangi tubuh gadis malang itu, ketika hendak mengingat apa saja kelakuan buruknya terhadap gadis tersebut di kehidupan lampaunya. Sementara sang gadis yang menaruh rasa takut terhadap sosok Zhonglian, tak dapat menutupi perasaan takutnya hingga menunduk dan gemetar.

"Maaf ... ," Zhonglian melontarkan kata maaf tanpa berpikir panjang. Pandangannya tertunduk, sementara tangannya terkepal karena tak dapat mengulangi masa lalu.

'Apa pangeran tiran ini, baru saja minta maaf!' sejenak mata gadis itu tersentak lebar.

"Aku tahu ini sulit, tapi ... kalau bisa tolong terima kata maaf dariku. Mulai sekarang, aku tak akan pernah menyentuhmu lagi. Kau tak perlu setakut itu ... ," Zhonglian berjalan pergi meninggalkan gadis malang yang terkesan mengabaikan ucapan Zhonglian.

'Karena aku mulai dari hari ini, maka sudah cukup banyak jumlah orang yang perlu kutemui untuk dimintai maaf.'

'Rencanaku untuk mencegah musuh merepotkan di masa depan juga gagal, karena kaisar Jiang telah tewas di tangan kaisar Wu Zhongxuan.'

'Cara terbaik untuk lolos dari balas dendam Jiang Kun ialah lari, sayangnya aku tak bisa melakukan itu.' Zhonglian teringat akan kewajibannya untuk meminta maaf dan menolong semua korban yang telah sengsara akibat perbuatan kejinya. Jika tidak dia lakukan, maka mimpi buruknya akan terasa semakin nyata hingga mungkin membuatnya kesulitan untuk bersikap waras ketika tersadar dari tidurnya.

"Matilah kau dasar pangeran busuk!" seorang pria paruh baya bertubuh kurus dengan pakaian compang camping berlari mendekat dengan pisau daging di tangannya. Dia melesat maju dengan tangis di wajahnya.

Zhonglian mengenal benar sosok pria tua tersebut. Pria tua itu ialah ayah dari gadis yang pernah dia rampas kesucian serta kebebasannya. Ayah dari gadis malang yang memutuskan untuk gantung diri tak lama setelah dirinya mendapatkan kesengsaraan.

'Korban yang telah tiada, kira kira bagaimana caraku mendapat maaf dari mereka ya,' Zhonglian mendecih kesal saat membayangkan keburukan kelakuannya di masa lalu.

Stab! sebuah anak panah melesat entah dari mana. Anak panah tersebut melesat tepat ke arah kepala sang pria tua. Hingga akhirnya, pria tua itu pun, tewas di tempat sebelum berhasil melayangkan pisau dagingnya.

"Menyerang keluarga kerajaan, sama dengan meminta untuk mati!"

"Jika ada yang berani bertindak lagi, maka nasibnya akan sama seperti pak tua itu!" Seorang pria bertopeng putih dan berjirah merah meninggikan suara sembari mengekspos keberadaannya. Dia menunjukkan diri, di atas genting rumah penduduk sekitar. Di samping pria tersebut juga nampak puluhan expert yang berderet mengawasi.

"Blurghh!" Mulut Zhonglian tiba tiba saja memuntahkan darah begitu banyak. Disusul oleh kepalanya yang tiba tiba saja terasa teramat sakit melebihi sensasi siksaan saat dirinya baru terbangun dari tidur.

'Para korbanmu yang saat ini masih hidup, terikat dengan nyawamu. Sebelum kata maafmu mereka terima, maka kematian mereka sama saja dengan kematian dirimu.' suara raja neraka terngiang di telinga Zhonglian berulang kali. Dengan rasa sakit yang terus menguat setiap detiknya. Saking sakitnya, tak hanya mulutnya saja yang bersimbah darah, melainkan hidung, telinga hingga bahkan matanya yang perlahan meneteskan darah seperti halnya air mata.

Siksaan mental dan rasa sakit menuju kematian, benar benar membuat Zhonglian merasa semakin gila. Dia tak pernah dapat terbiasa dengan siksaan tersebut karena rasa sakitnya yang terus bertambah.

"Argh!" Zhonglian menjerit kesakitan. Bersamaan dengan berhentinya jeritan Zhonglian, pemandangan sekitar seketika berubah menjadi pintu luar istana yang dijaga ketat oleh prajurit. Tempat yang pernah dia lewati sebelum mencapai lingkungan perumahan warga yang terhubung dengan gerbang masuk kekaisaran.

"Hosh hosh hosh!" nafas Zhonglian terengah engah, tubuhnya pun dipenuhi keringat karena baru saja mengalami serangan mental yang luar biasa.

'Aku kembali di beberapa menit sebelum bertemu pria tua itu?'

'Apakah aku akan terus seperti ini, jika korban korbanku tewas sebelum memaafkan diriku?'

'Sialan! kalau begitu bukankah waktunya akan terus terulang kalau peperangan balas dendam terjadi kelak!' Zhonglian nampak frustasi, dan mulai memikirkan hal yang gila. Alih alih pergi melanjutkan langkahnya, dia malah menyuruh para prajurit untuk menebaskan pedang mereka ke lehernya. Tentu saja, tak ada yang menyanggupi perintah tersebut.

"Dasar payah, menjalankan perintah sederhana saja kalian tidak bisa! berikan padaku pedangmu!" Zhonglian merebut paksa pedang prajurit penjaga pintu istana, lalu menebas lehernya sendiri. Seketika dunia menjadi gelap untuk beberap detik, dan kemudian ....

"Hoekkk!!" Leher Zhonglian terasa begitu sakit, dia memegangi lehernya karena merasa sangat tak nyaman.

Pemandangan sekitar saat Zhonglian membuka matanya, nampak persis di depan pintu istana. Dimana kejadian tersebut terasa tak asing karena sempat tersadar di tempat yang sama ketika sosok pria tua tewas tepat di hadapannya.

'Nampaknya, aku juga tak diijinkan untuk mati. Sialan!' Zhonglian mendecih kesal, lalu melanjutkan langkahnya menuju pemukiman warga.

"Matilah kau dasar pangeran busuk!" seorang pria paruh baya bertubuh kurus dengan pakaian compang camping berlari mendekat dengan pisau daging di tangannya. Dia melesat maju dengan tangis di wajahnya.

"Rasanya aku sedang bernostalgia," gumam Zhonglian sembari bersiap untuk menahan anak panah yang akan melesat tak lama setelah itu.

Shutt!!! Tapp!! Zhonglian menangkap anak panah tersebut dengan tangan kanannya, sementara sang pria tua terus melanjutkan aksinya dengan melayangkan pisaunya ke pinggang Zhonglian.

Srash!!! darah Zhonglian terciprat membasahi tanah.

"Pangeran!" para prajurit bertopeng berteriak merespon luka di pinggangku.

'Sialan, rasanya benar benar sakit!' pikir Zhonglian sembari mencoba menahan rasa sakitnya.