webnovel

Berandal SMA inlove

Blurb : Di kehidupan nyata, Brenda dan Gina memiliki nasib kontras. Brenda Barbara terkenal dengan sikap angkuh dan sombong sebagai Ratu sadis sesekolah, sedangkan Gina Stefani hanya siswi berkacamata yang kumuh, jerawatan, penyuka novel romantis. Karena sebuah tabrakan maut, mereka terpaksa merenggang nyawa bersama. Membuat Brenda dan Gina mendadak bertransmigrasi ke dunia novel. Dengan memerankan dua tokoh berbeda. "Selama ini aku gak pernah bahagia, Ka. Prestasiku gak pernah diapresiasi, aku juga gak ada temen. Menurut kamu apa yang bisa aku banggain dari hidup aku yang kayak gini?" Reynand Dirgantara, laki-laki yang menyimpan banyak luka di dalam dirinya. Selalu mendapat peringkat 1 besar, ternyata tidak membuat orang tua Reynand puas. Serta tidak ada satupun siswa-siswi SMA Tunas Bangsa yang mau berteman dengannya. Alasannya, karena Ayah Reynand merupakan seorang koruptor. Gina Stefani Alexander, gadis cantik yang berpenampilan kumuh dan berkacamata yang mau berteman dengan Reynand. Tanpa sengaja, keduanya saling jatuh cinta. Dengan semua masalah yang ada, apakah semesta merestui mereka untuk bersatu? Dan Alter orang yang sangat ingin balas dendam pada Brenda or Choco itu, mempunyai kesempatan dan membuat Choco jadi Babunya Brenda yang dikenal sebagai Ratu sadis, menjadi Choco Valentine. Si tokoh figuran yang lemah dan miskin. Sedangkan Gina dengan bantuan Reynand yang semasa hidupnya sering di-bully, menjadi Cherry Camellia. Si tokoh utama yang sombong dan membully siswa lain dalam novel favoritnya

RinaMardiana_22 · Teen
Not enough ratings
56 Chs

Sang Pelaku

Selamat Membaca

Gina menatap lamat seseorang yang sedang terbaring lemah di dalam Ruang PICU. Ia benar-benar tidak diizinkan untuk menjenguk atau bahkan menjaga Reynand di rumah sakit. Ia hanya beberapa kali datang diam-diam saat orang tua Reynand sedang tidak ada di rumah sakit. Itu semua bisa ia lakukan berkat Bi Sarti yang selalu siaga mengabarinya.

Menyedihkan sekali, bukan? Saat Gina sakit, Reynand mati-matian menjaga gadis itu hingga sembuh. Namun sekarang? Kondisi laki-laki itu sedang kritis. Dia koma, tetapi apa yang bisa Gina lakukan? Sudah jelas dirinya tidak mendapat restu untuk menjadi kekasih Reynand.

"Tuhan, sampai kapan aku harus kayak gini? Aku pengen masuk, genggam tangan Reynand. Mau bantu dia buat bangun," ujarnya dalam hati.

Jantung Gina berpacu lebih cepat saat mendengar suara tapak kaki yang berjalan ke arahnya. Perlahan ia menoleh, dan mendapati Nyonya Nagita Regantara yang sedang menatap nyalang dirinya.

"Berani kamu datang ke sini, Gina? Bukankah sudah saya bilang untuk tidak mengganggu anak saya lagi? Kamu tuli juga, ya?" Gina menggeleng cepat. Ia mengeluarkan ponselnya lalu mengetikkan balasan untuk Nagita. "Saya cuma mau liat kondisi Reynand sebentar, Tante. Saya gak masuk, kok. Liat dari luar aja udah cukup."

"Tetap aja gak akan saya izinkan! Dengar, ya, Gina! Kamu itu gak pantas untuk anak saya. Tahu kenapa? Karena kamu harus ingat, Reynand itu berasal dari keluarga berada. Dia anak seorang CEO perusahaan besar, yaitu Regantara Group. Sementara kamu? Cuma anak pemilik toko bunga biasa, bisu lagi. Jadi saya harap kamu sadar diri," ujar Nagita dengan penuh kesombongan.

Hati siapa yang tidak sakit dikatakan seperti itu? Rasanya sangat-sangat sakit. Direndahkan oleh wanita yang melahirkan orang yang kita cintai. Ah, kalau begini Gina benar-benar ingin menyerah saja. Untuk apa ia berjuang mendapatkan restu Nagita dan Reno? Sementara yang mereka pandang adalah fisik dan materi. 

"Iya, Tante. Saya ngerti. Mulai sekarang saya akan pergi dari hidup Reynand. Saya permisi."

"Iya, pergi yang jauh. Saya gak sudi liat Reynand bersanding dengan kamu."

Gina tidak menjawab apa-apa lagi. Ia berlalu pergi dengan hati yang hancur berkeping-keping. Sekarang ia ingin menyalahkan takdir. Jika saja waktu itu ia tidak ke minimarket, pasti Reynand tidak akan celaka. Yang terpenting, hubungan mereka akan baik-baik saja karena tetap dirahasiakan dari kedua orang tua Reynand.Gina terus menangis di dalam taksi. Ia tidak mau kembali ke masa beberapa bulan yang lalu. Masa di mana ia sendirian. Dirundung habis-habisan, tidak ada pelindung dan kasih sayang.

"Siapapun kamu yang bawa mobil merah itu, akan aku pastikan kamu dapat balasan yang setimpal. Aku akan cari tahu siapa kamu," batinnya.

***

Gina tiba di depan minimarket tempat ia beli jajanan kemarin. Lantas, gadis itu masuk dan menghampiri kasir. Gina mengeluarkan ponselnya untuk berkomunikasi.

"Permisi, saya tunawicara. Jadi maaf kalau saya komunikasi pakai ketik kayak gini."

"Oh, iya, Mbak. Ada perlu apa, ya?" ujar petugas kasir yang diketahui bernama Anza.

"Boleh saya lihat rekaman CCTV semalam? Sekitar jam satu siang."

"Ada perlu apa, ya, Mbak?"

"Mbak tahu kecelakaan siang itu? Saya mau lihat plat mobil merah yang menabrak pacar saya karena nyelamatin saya."

"Oh, boleh, Mbak. Mari ikut saya."

Gina mengangguk lalu mengikuti Anza dari belakang. Tibalah mereka di ruangan CCTV. Anza segera memutar rekaman siang semalam.

"B 1346 PFQ plat nomornya, Mbak. Honda Jazz warna merah. Semoga membantu, ya," ujar Anza.

Gina tersenyum simpul. "Makasih banyak, ya, Mbak. Ini sangat-sangat membantu."

"Sama-sama."

"Kalau gitu saya pergi dulu, ya."

"Iya, Mbak. Silakan."

Gina berjalan kaki menuju sekolah. Dia hanya perlu menyeberang. Pagi hari ini terasa begitu menegangkan. Terlintas di benak gadis itu nama seseorang. Namun ia harap tebakannya salah. Setibanya di depan gerbang sekolah, Gina langsung menghampiri Pak Wino Satpam SMA Tunas Bangsa.Seperti biasa, gadis itu akan berkomunikasi lewat ponsel selain bersama Reynand dan Abila.

"Pagi, Pak Wino."

"Pagi. Ada perlu apa?"

"Di sekolah ini ada gak, ya, yang pakai mobil Jazz warna merah? Plat nomornya B 1346 PFQ." Pak Wino mengedarkan pandangannya. Lantas, ia menunjuk sebuah mobil yang dimaksud oleh Gina. "Ada, Gina. Itu mobilnya yang diparkir di paling ujung."

"Kalau boleh tahu itu mobil siapa, ya, Pak?"

"Itu mobilnya Neng Abila, anak Kelas Unggulan 1." Gina menghela napas berat. Tebakannya ternyata benar. Kenapa? Kenapa harus Abila?

"Makasih atas infonya, Pak. Gina permisi dulu."

"Iya, sama-sama." Gina berjalan menuju Kelas Unggulan 1. Matanya langsung tertuju pada meja Abila, dan gadis itu ada di situ. Gina langsung menghampiri mantan sahabatnya itu.

"Boleh ikut aku sebentar?" tanya Gina dengan bahasa isyarat.

"U..untuk apa?" Jujur saja, Abila sangat takut bertemu dengan Gina maupun Reynand. Tidak ada alasan lain, dia takut karena kejadian tabrak lari kemarin.

"Ikut aja, aku mau ngomong." Apabila berdiri lalu berjalan keluar kelas, begitupun dengan Gina. Dua gadis itu saling berhadapan. Suasananya sangat amat mencekam. Abila yang biasanya sangar, kini terdiam takut.

"Kenapa kamu tega, Bil?"

"Te ..tega apa, sih, Gina? Gak jelas banget lo," cicitnya takut.

"Gak usah pura-pura gak tahu. Aku udah cari tahu semuanya, Bila. Mobil merah itu, kamu pengemudinya, 'kan?"

"Iya, itu gue."

"Belum puas kamu gangguin aku sama Reynand? Belum jera sama yang kemarin? Nilai kamu dikurangi jauh karena perbuatan kamu terhadap aku kemaren, Bila. Kenapa sekarang lebih parah? Puas kamu udah bikin hubungan aku dan Reynand hancur? Puas kamu bikin dia koma?" Gina hanya menggunakan bahasa isyarat. Namun emosi yang besar dapat dilihat di situ.

Tangis Abila pecah. Ia mengambil tangan Gina lalu menggenggamnya erat. "Gue minta maaf banget, Ka. Gue gak berniat sama sekali buat bikin Reynand celaka."

Gina menghempaskan tangan Abila kuat. "Iya, kamu gak niat buat celakain Reynand. Niat kamu itu celakain aku, 'kan? Kamu mau nabrak aku, supaya aku mati! Terus kamu bisa jadi pacarnya Reynand. Gitu maksud kamu?"

"Maaf, Gina."

"Kamu tahu, Abila? Karena perbuatan kamu ini, hidupku jadi hancur! Orang yang aku cintai sekarat di rumah sakit, dia koma! Belum lagi kanker hatinya. Satu lagi, hubungan aku dan dia hancur karena sudah terbongkar ke orang tuanya Reynand. Kamu pernah mikir sampai situ gak? Aku gak punya siapa-siapa yang sayang sama aku selain Reynand, Bil. Cuma dia yang peduli sama aku selama ini. Cuma dia yang bisa bikin aku bahagia. Sementara kamu? Kamu hidup berkecukupan, penuh kasih sayang. Apalagi yang kurang, Abila? Kenapa kamu gangguin hidup aku yang serba kekurangan ini? Kamu gak ada rasa kasihan sedikitpun, ya? Atau kamu memang sejahat ini?"

Abila kembali menggenggam tangan Gina. Gadis itu menangis tersedu-sedu. "Cukup, Gina! Gue gak sanggup lagi, Ka. Gue nyesel banget. Gue sangat-sangat minta maaf. Tolong jangan laporin gue ke polisi, ya? Gue janji gak akan ngejar-ngejar Reynand lagi, Gina. Gue mohon sama lo."

"Loh, kenapa malah mundur? Ini malah aku yang mau mundur, karena aku gak diterima di keluarga itu. Aku ini, kan, miskin, cacat, pokoknya kurang dari segi apapun. Sementara kamu? Kaya, cantik, pinter lagi. Kamu pasti diterima dengan baik di keluarganya Reynand. Kejar lagi dia, Bil. Aku akan pergi dari hidupnya Reynand. Ini yang kamu mau selama ini, 'kan? Jangan disia-siakan, dong." Gina tertawa kecil. Tawa yang sebenarnya terdapat banyak kesakitan di dalamnya.

"Nggak gitu, Gina. Please, jangan kayak gini, ya? Gina yang gue kenal itu baik, lemah lembut, dan pantang menyerah."

"Emang gak boleh, ya, kalau aku bersikap jahat sekali-kali? Aku cuma manusia biasa yang masih punya rasa marah, Bil."

"Gina... gue minta maaf yang sebesar-besarnya. Gue akan tebus kesalahan gue dengan cara apapun, yang penting nggak dengan masuk penjara. Gue masih punya cita-cita yang harus gue gapai, Ka."

"Oh, jadi menurut kamu aku gak punya cita-cita gitu, ya? Udahlah, kamu gak punya hak untuk ngatur-ngatur aku mau kasih hukuman apa ke kamu. Yang penting, kamu harus siapin diri, Abila." Gina masuk ke dalam kelas, meninggalkan Abila seorang diri.

Tidak salah, kan, jika Gina bersikap sedikit keras kali ini? Fisik dan batinnya sudah sangat terluka. Gina hanya manusia biasa. Sabarnya dia ada batas. 

Bersambung