webnovel

Semua akan indah pada waktunya

Kepergian ayahnya menyisakan sebuah penyesalan yang tak pernah ada habisnya. Telepon dari Nikita berulang kali tak dihiraukannya. Uang persediannya sudah mulai menipis, dia harus segera mencari kos-kosan baru. Tanpa pikir panjang dia pindah ke kos-kosan mahasiswa yang lebih murah, dan mulai mencari pekerjaan melalui Koran harian. Dapat....Sebagai sales jamu.

Masuk dari rumah ke rumah menawarkan jamu yang tinggal diseduh dengan air panas lalu diminum.

Siang itu Ramona harus menjalani rutinitasnya sepulang kuliah dia langsung menekuni pekerjaannya menjual jamu. Baru sekarang dia merasakan bahwa cari uang itu sesusah ini. Peluh bercucuran, ingin rasanya dia membuka hijabnya saat itu juga.

Perkenalannya dengan tetangga kamar kos non muslim membawa warna baru baginya. Hijabpun kini dilepasnya, Evin nama gadis itu. Mereka menjadi sahabat baik, saling menjaga toleransi beda agama. Setiap malam mereka duduk bernyanyi di teras lantai 2 kos-kosan, Evin pandai bermain gitar, Ramona dengan suara merdunya turut bernyanyi bersama dengan teman-teman kosnya yang sebagian besar non muslim.

"Mona, suaramu merdu, coba kita nyanyi bersama, inikah cinta M.E" Usul Evin.

Setiap malam mereka mendendangkan lagu nostalgia era 90an.

"Mona, ikut aku ke Kota T yuk, saudaraku mau nikah, jangan khawatir ada keluarga muslim juga disana". Ajak Evin esok harinya, Evin 3 bersaudara, 1 muslim 2 non muslim termasuk dirinya.

Dengan bujuk dan rayuan Evin, gadis utu ikut juga ke kota T, memakai dres biru langit, rambut dikepang samping menambah keanggunannya. Acara pemberkatan kedua mempelai di dalam gereja, Ramona ragu-ragu. Di dalam nampak saudara-saudara muslim duduk menghadiri acara pernikahan, di kota P keluarga muslim dan non muslim hidup berdampingan dan saling toleransi.

Tiba-tiba tangannya ditarik evin menuju depan altar tempat paduan suara bernyanyi.

"Lagu selamat menempuh hidup baru" Bisik Evin. Gadis itu tak tau hendak berkata apa, dia ingat lagu itu pernah mereka nyanyikan bersama di kos-kosan.

Kilatan lampu blist menyilaukan mata Ramona, setelah acara selesai tamu dipersilahkan untuk menikmati hidangan yang telah disediakan. Nampak dua meja hidangan berbeda, satu meja khusus muslim satu meja lagi khusus non muslim. Ramona tak berniat untuk makan padahal dia sangat lapar, Geraldi Anak Pendeta kota T segera menarik tanganya.

"Ayo ikut aku ke rumah" Ajak Geraldi.

Gadis yang ditarik tangannya gelagapan, tak urung dia ikut juga. Geraldi menyiapkan piring dan sendok yang diambilnya dari lemari, dicucinya sebentar dan diletakkannya di atas meja bersamaan dengan sebuah rice coocker .

"Piring dan sendok itu baru, kemarin baru dibeli ibuku. Aku tahu kamu tadi ragu untuk makan, tapi setidaknya makanlah nasi sedikit sebagai pengganjal perut, perjalanan ke kota makassar memakan waktu yang lama, ayo makanlah" Perintah Geraldi.

Ramona mengambil nasi, ya...nasi putih saja tanpa lauk pauk. Ya Rabb, halalkan ini untukku. Ucapnya dalam hati.

"Dikota ini 30 % muslim tapi kami semua bersaudara, saudara ayahku juga muslim makanya aku tau apa yang bisa dimakan dan tidak" Kata Geraldi untuk meyakinkan Ramona yang dilihatnya makan sedikit saja. Evin mengenalkan Ramona padanya, Geraldi yang saat itu melihat Gadis Cantik berwajah imut yang sedikit kebingungan berbisik ke Evin untuk diperkenalkan. Agar tidak canggung Geraldi kerap membuat guyonan agar mereka cepat akrab.

Sekembalinya ke kos-kosan Gadis itu lebih banyak diam, rasa bersalahnya semakin besar. Belum lagi ucapan teman kuliahnya Maya saat pagi tadi bertandang ke kamar kosnya.

"Ini maksudnya apa Mona ?" Tanya Maya sambil menunjuk sebuah foto di atas meja, ya Foto itu saat dia ikut menyanyi di acara pernikahan saudara Evin di Kota T. Ada juga sebuah foto yang saat itu dia berdiri memegang Alkitab.

Ramona diam saja, tak tau harus jawab apa.

"Kau menjual akidahmu mon ? Ingat kedua Orang tuamu di alam sana sedih melihatmu berubah seperti ini" Ujar Maya marah.

"Tidak seperti yang kau sangka Maya !"

"Terus ini apa ? Iseng ? toleransi ? tapi bukan begini caranya mona ! " Aku mengenalmu dengan baik mona, kita sama-sama anak rantau, Jawab dengan jujur ini maksudnya apa ?" Maya mengayunkan foto itu di depan wajah Ramona.

"Maaf aku khilaf" Ucap Ramona menahan tangis.

"Sana sholat Taubat, mohon ampunlah kepada Allah karena hanya Dialah yang tau kau benar-benar khilaf atau sengaja" Ujar Maya dan segera pergi dengan marahnya.

Ramona bersujud sepanjang malam memohon ampunan, bukan hanya kekhilafan itu yang membuatnya terus memohon ampunan tapi juga kesengajaannya yang melepas hijab yang sudah sejak lama dipakainya. Dia bertobat dengan sebenar-benarnya taubat, kekecewaannya terhadap permasalahan hidup yang dijalaninya membuatnya sedikit patah arah. Untunglah ada Maya temannya dari Indonesia Timur yang sering menasehatinya.

Terkadang saat kita benar-benar merasa sendiri, Allah mengirimkan orang-orang terbaik untuk menegur dan memarahi kita. Allah memilihkan kita teman bukan tanpa tujuan tetapi sebagai penyeimbang dalam kehidupan kita sehari-hari. Ramona berusaha untuk kembali bangkit dari keterpurukan yang menderanya. Pelarian dari rasa sakit bukan pada perubahan perilaku, tetapi pada perubahan tekad yang kuat untuk menangkis segala kepedihan. Khilaf sering dialami sebagian manusia yang patah arah, obatnya hanyalah kembali bermunajat kepada Allah, jadikan Allah tempat terbaik berkeluh kesah, kembalilah padaNya dan yakinlah Allah akan memberikan jalan keluar yang terbaik untukmu. Semua akan indah pada waktunya.