Gadis itu berjalan menyusuri lorong ibu kota, hendak ke rumah saudara takutnya malah menjadi beban, uang dalam dompet hanya 20 ribu rupiah. Gadis itu menuju wartel, Nikita, ya...dia sahabat satu-satunya yang mengerti keadaannya. Telepon yang dituju tersambung, dengan mengucapkan salam dan dibalas pula dari seberang.
"Halo, Niki...ini aku, Mona" Ramona menarik nafas berat setelah mendengar suara sahabatnya dari seberang sana.
"Tunggu aku di cafe gallery" Perintah Nikita setelah tau posisi Ramona tidak jauh dari cafe itu.
Gadis itu berjalan menuju cafe, dia sengaja memilih tempat paling pojok.
"Mona"
Gadis itu terhenyak, ternyata kakaknya Nuriman berdiri di samping tempat duduknya.
"Kak Nuriman, kok kakak bisa disini ?"
"Kakak yang harusnya bertanya padamu kenapa disini ? bukankah kamu di pondok pesantren ?"
"Maaf kak, kebetulan libur, Mona nunggu Nikita disini"
"Ya udah kakak minta maaf gak sempat mengunjungimu di pondok, maklum kakak sangat sibuk" "Kata Nuriman sambil menarik kursi dan duduk di depan Ramona.
"Gak apa-apa kak"ujar Ramona tersenyum tulus.
"Kantor kakak gak jauh dari sini, ini kakak harap kau mau menerimanya, tidak seberapa namun paling tidak bisa kau gunakan untuk belanja keperluan sehari-hari." Nuriman menyodorkan uang 500 ribu yang diambil dari dompetnya dan disodorkan kepada Ramona.
"Alhamdulillah terima kasih kak"
"Kakak gak bisa lama, mau balik ke kantor lagi jaga kesehatanmu" Nuriman berdiri dan mengecup kening adiknya dan berlalu, diluar dia sempat berpapasan dengan Nikita yang baru saja tiba. Setelah berbasa basi sebentar Nikita segera masuk ke dalam cafe.
"Lama ya, sorry...macet" Nikita duduk di samping Ramona.
"Tepat kok 10 menit...hehehe" Jawab Ramona cengengesan.
"Makan yuk, setelah ini ke rumahku ya. Aku kangen berat, lama kita gak bertemu"
Nikita memesan makanan, sambil makan mereka bercerita dan bercanda ria, bisa dibayangkan kehebohan dua sahabat yang lama tak bertemu itu bagaimana.
Kedua gadis itu tiba di rumah menjelang magrib setelah keduanya shoping di mall dan bermanja ria di salon langganan Nikita. Setelah sholat keduanya melanjutkan perbincangan seru yang terhenti saat keduanya memanjakan diri di salon.
"Penasaran aku, cerita dong soal guru Psikologimu itu"
"Ihh, apan sih, kak Yusran ngomong apa saja ? dia tuh suka nambah-nambah cerita tau...." Ramona bersungut sambil merebahkan tubuhnya di kasur empuk King size milik Nikita.
"Yah...katanya sih kalian dah jadian..ehmm aku penasaran gimana kisah cinta guru dan murid ? ciye...ciye..."Ledek Nikita sambil membaringkan tubuhnya disamping Ramona.
"Entahlah, aku juga gak tau kami jadiannya kapan...pokoknya gitu deh. Udah ah kamu sendiri ngapain gak jadi aja ama kak Yusran"
"Aku dijodohin Mona, tapi gak jadi ama Yusran juga aku tetap sahabat baikmu" Nikita memeluk Ramona.
"Aku liat foto Fajar dong, kali aja aku mengenalnya" Lanjut Nikita.
Ramona bangun dan membuka tas ranselnya, di ambilnya sebuah foto ukuran 4 x 6 dari dompetnya.
"Wow.....gila..gagah banget, ketemu dimana lo ama pangeran tampan ini" Nikita memandang foto itu dengan takjub.
" Eit...Jangan lama-lama liatnya" Ramona merampas foto dan memasukannya kembali ke dalam dompet.
"Duh orang yang lagi bucin....hahahahaha" Ledek Nikita sambil memeluk sahabatnya.
Lain lagi dengan Fajar yang siang itu baru pulang dari kampusnya, dia membaringkan tubuhnya di ranjang apartemen yang dia tinggali bersama adiknya Akbar. Diliriknya Jam tangannya, pukul 13.30, waktu di Indonesia lebih cepat 5 jam dari Kairo. Diraihnya telepon diatas meja belajarnya. Sambungan Internasional itu tersambung tapi selang 3 menit kemudian ditatapnya telepon itu dengan hampa. Gadis yang dirindukannya ternyata pulang kampung. Mau dihubungi di rumahnya teleponnya sudah dicabut beberapa bulan yang lalu saat dia berkunjung ke sana. Diraihnya Foto ukuran 10 R dalam bingkai yang ditaruhnya di atas meja belajar, didekapnya sambil berbaring dan mulai memejamkan mata.
"Apa yang terjadi dengan kakak ya ?" tadi dikampus uring-uringan, sampe apartemen tidur, eits tunggu...!" Akbar yang masuk ke kamar kakaknya melihat bingkai foto dalam dekapan kakaknya. Cowok yang tak kalah tampannya dengan Fajar itu berjingkrak-jingkrak, dan....ups...!Fajar menangkap tangan Akbar yang hendak meraih bingkai foto dari dekapannya.
"Ngapain kamu !" Bentak Fajar
"Ih...kasar amat, aku cuman pingin liat gadis yang bikin kakakku kelimpungan tuh kayak apa, cantikan mana ama anaknya habib Rahman si ratu kampus !"
"Jangan dibandingin ama orang, kamu tuh masih kecil lom tau yang namanya cinta itu apa. Nih liat !"Fajar bangun dan menyodorkan bingkai foto.
"Hmmmm....cantik juga, tapi kok keliatannya wajah kalian kayak gak jodoh gitu"
"Apa ? bhuuk !! Tak ayal bantal melayang ke kepala adiknya.
"Eits !! Tangkis Akbar ! Aku kan cuman bilang kak lagian.... Akbar tak meneruskan kata-katanya karena dilihatnya Fajar memelototinya dengan wajah merah padam.
"Lagian apa ? Lanjutin...."
"Tapi janji kakak jangan marah ya ?... ini cuman pandanganku aja kok, semoga kalian jodoh" Akbar mulai kepikiran untuk isengin kakaknya.
"Dia keliatan imut, cocoknya ama aku kak, " Ujar Akbar polos.
"Apa ?" Fajar menahan geram dengan ulah adiknya.
"Hahahaha...bercanda kak, ih segitu bucinnya" Akbar meledeknya sambil berlari keluar kamar takut kena timpuk lagi.