webnovel

BEN ABRAHAM

Ben Abraham, seorang duda berusia matang yang harus membesarkan putra semata wayangnya seorang diri. Memilih bercerai dengan mantan istrinya, Elena yang selalu mengutamakan harta dalam kehidupannya. Sampai suatu saat putranya yang bernama Robin, menginginkan kehadiran seorang Ibu yang bisa menyayangi dirinya. Apakah keinginan Robin akan terpenuhi? Dan perempuan seperti apakah yang bisa menarik perhatian seorang Ben Abraham? Kisah seorang Ayah dan anak yang bisa membuat kalian terharuh dan tertawa dalam waktu yang bersamaan.

Nuzullahliia · Sci-fi
Not enough ratings
31 Chs

2. Wanita Miskin

Disebuah rumah petak sederhana, tinggal lah seorang wanita lajang yang hidup sebatang kara. Dia adalah Alena Agluera, seorang wanita berdarah Amarica yang lahir dan besar di Indonesia.

Alena tidak pernah tahu siapa orang tuanya. Sejak kecil dia tinggal dipanti asuhan, dan tidak pernah tahu siapa keluarganya. Hanya dengan melihat wajahnya saja, setiap orang bisa tahu jika dia bukanlah asli orang Indonesia. Hanya saja takdir buruk yang membawanya sampai ke negara ini. Ketika usianya masih lima bulan, ada seseorang yang tega meninggalkan bayi kecil Alena didepan sebuah panti asuhan. Dan sejak saat itu pula, dia tinggal dan besar disana.

Saat usia Alena sudah memasuki 18 tahun, dia memutuskan untuk meninggalkan panti asuhan dan mencoba untuk hidup lebih mendiri. Dia mencari pekerjaan apa saja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Meskipun cantik dan memiliki tubuh yang cukup sempurna, Alena tidak pernah memanfaatkan tubuhnya untuk mencari uang. Dia lebih suka menjual tenaganya sebagai seorang pelayan kaffe seperti pekerjaannya saat ini. Baginya hidup dengan hasil jerih payah sendiri terasa lebih terhormat, dari pada harus menjual diri demi sebuah kemewahan.

Usia Alena kini sudah menginjak 27 tahun, namun dia belum juga menikah dan hidup berumah tangga. Ada beberapa alasan yang membuat Alena enggan untuk menjalin hubungan dengan seorang pria. Dia pernah merasakan indahnya jatuh cinta dan memiliki kekasih sebelumnya. Namun itu tak bertahan lama dan justru membuatnya malas untuk memulai lagi membuka hati pada seorang pria. Baginya semua pria itu sama, mereka akan mencampakanmu saat sudah menemukan seseorang yang lebih menarik darimu. Dan itu sangat menyakitkan.

Alena baru saja menyelesaikan rutinitas mandi paginya, lalu berjalan kembali memasuki kamarnya dengan menggunakan handuk kimono yang membalut tubuhnya. Dia berjalan kearah meja rias yang ada disudut kamarnya, lalu memoleskan beberapa make up pada wajah cantiknya. Tak lupa juga sentuhan blush on yang semakin membuat pipinya tampak merona.

Dia kini berjalan kearah lemari, mengambil sebuah t-shirt berwarna pink dan celana jeans sebagai bawahannya. Dia memakai pakaian tersebut, yang sangat pas dengan tubuh rampingnya. Meskipun pakaiannya itu tampak sederhana, namun bila Alena yang menggunakannya tetap akan terlihat cantik dan mempesona.

Jam sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi. Alena pun bergegas untuk menuju tempat kerjanya agar tidak terlambat lagi. Beberapa hari ini dia memang selalu datang terlambat, karena akhir-akhir ini dia terlalu sering mengunjungi panti asuhannya dulu sampai larut malam.

Alena berjalan dengan terburu-buru saat hendak memasuki kaffe tempatnya bekerja. Namun karena tidak memperhatikan jalan dan kurang berhati-hati, dia pun tanpa sengaja menabrak seorang pria paruh baya yang kebetulan baru saja keluar dari dalam kaffe. Kopi yang dibawah oleh pria tersebut jatuh ketanah, dan dia kini menatap Alena dengan penuh amarah.

"Apakah kau tidak melihat saat berjalan, Nona? Kopiku sampai terbuang sia-sia karena kecerobohanmu!" Ucap pria tersebut.

Alena hanya bisa menundukkan kepala, dia tahu jika dirinya memang bersalah. Maka dari itu dia memilih diam dan mendengarkan ucapan pria tersebut tanpa menyela.

"Lalu bagaimana sekarang? Aku tidak pernah bisa memulai aktivitaaku tanpa meminum kopi terlebih dahulu." Ucapnya lagi masih dengan nada yang penuh amarah.

"Maafkan saya, Tuan. Saya akan mengganti kopi Anda. Silakan Anda tunggu sebentar, saya akan menyiapkan kopi Anda." Alena meminta maaf dengan nada sopannya. Dia meminta pria tersebut untuk menunggu disalah satu meja yang tersedia dihalaman depan kaffe, lalu berjalan masuk dan hendak menyiapkan kopi untuk pelanggan tadi.

"Ehh.. kau sudah datang Alena?" tanya Silvi salah satu temannya yang juga bekerja dikaffe tersebut.

Alena hanya menganggukan kepala seraya tersenyum tipis. Dia langsung menuju belakang counter bar untuk menyiapkan kopi pelanggan tadi. Semoga dengan kopi buatannya ini, pelanggan tadi tidak akan marah-marah lagi.

"Kenapa kau datang-datang langsung membuat kopi? siapa yang memesan?" tanya Silvi lagi yang masih sibuk memperhatikan kegiatan Alena.

"Aku tadi tidak sengaja menumpahkan kopi pelangga didepan. jadi aku membuatkan kopi untuknya lagi." jelas Alena yang kini tampak menuangkan air panas ke dalam tumbler yang sudah diisi dengan bahan-bahan tadi.

Kopi buatannya sudah jadi. Dan sebelum meninggalkan counter bar, Alena sempat berkata pada temannya yang bertugas sebagai kasar. "Jane, tolong masukan tagihan kopi ini kepadaku. Nanti aku sendiri yang akan membayarnya." Ucapnya yang dibalas anggukan kepala oleh temannya yang bernama Janey.

Alena pun berjalan keluar untuk memberikan kopi buatannya kepada pelanggan yang tampak marah-marah tadi. Sepertinya pelanggan itu masih menunggu diluar.

"Ini kopi Anda, Tuan. Sekali lagi saya mohon maaf atas ketidak nyamanan ini." Ucap Alena setelah meletakkan satu cup kopi dihadapan pelanggan tersebut.

"Baiklah. Lain kali gunakanlah matamu saat berjalan, Nona!" Mengambil kopinya, lalu berdiri dan berjalan meninggalkan kaffe.

Alena kembali memasuki kaffe, menata beberapa meja yang tampak tidak rapi menurutnya. Setelah itu dia mulai mengambil perlengkapan bersih-bersihnya untuk mengelap meja. Alena adalah salah satu karyawan yang paling rajin ditempatnya bekerja, selain itu dia juga pekerja yang jujur dan ramah. Banyak pelanggan yang menyukai dirinya kerena sikapnya itu. Bahkan ada beberapa pelanggan pria yang sengaja datang setiap hari kesana hanya untuk melihat Alena.

Saat masih sibuk dengan tugasnya membersihkan meja. Kini Valleria yang merupakan pemilik kaffe tempatnya bekerja, tampak menghampiri dirinya. Valleria mendudukan diri pada kursi dihadapan Alena, dan Alena yang menyadari kehadiran atasannya itu tampak memberhentikan aktivitas mengelapnya.

"Nona Valle, apakah Anda membutuhkan sesuatu?" Tanya Alena sopan pada atasannya.

Valleria tersenyum kearahnya, lalu menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi yang dia duduki. "Aku sangat membutuhkan bantuanmu Alena. Hari ini aku sudah resmi pindah ke rumah baru. Dan karena belum ada pelayan yang bekerja disana, bisakah nanti sore kau datang kerumahku? Aku membutuhkan bantuanmu untuk menata dan membersihkan rumah. Kau tidak perlu khawatir, aku pasti akan membayar upah kerjamu nanti."

"Itu tidak perlu, Nona Valle. Anda sudah terlalu sering membantu saya. Maka biarkanlah saat ini saya yang membantu Anda. Saya pasti akan datang kerumah Anda, dan membatu menata serta membersihkan rumah. Anda kirimkan saja alamat rumahnya, nanti saya pasti akan kesana." Alena tersenyum ramah pada Valleria yang masih duduk ditempatnya.

"Baiklah, Alena. Aku akan mengirimkan alamatnya padamu nanti. Kau memang salah satu pegawaiku yang amat sangat bisa diandalkan." Berdiri dari posisinya, lalu tersenyum dan berjalan memasuki ruangan khusus bagi owner kaffe.

Alena kembali melanjutkan pekerjaannya. Hari ini dia tidak bisa mengunjungi panti asuhan seperti hari-hari sebelumnya. Dia harus membantu Valleria untuk menata dan membersihkan rumah barunya. Valleria sudah sangat baik padanya, maka tidak heran jika dirinya selalu patuh dan menuruti segala perintah atasannya itu.

TO BE CONTINUED.