"Kenapa makanannya nggak dihabisin, Naa?" tanya Ibu lembut.
Siena menggeleng. "Aku udah kenyang," sahut Siena datar. Dia tertatih-tatih menuju taman belakang, tempat favoritnya saat ini selain kamar. Terhitung sudah sebulan berlalu semenjak malam itu, ketika dia akhirnya mengetahui tentang kematian Ares. Sejak saat itu, dia lebih memilih untuk tinggal di rumah Ibu bersama kami. Ibu memintaku untuk pindah ke sini supaya bisa ikut membantu dalam pemulihan Siena. Mungkin dia memilih tinggal di sini lagi karena rumah ini meninggalkan banyak kenangan tentang Ares.
Adikku yang dahulu ceria, sekarang tak ubahnya seperti mayat hidup. Dia jarang sekali bicara. Senyumannya kini sirna. Cahaya kehidupannya perlahan-lahan mulai padam. Siena sudah tenggelam dalam dunianya sendiri, dalam kenangannya bersama Ares. Sekarang, ia bukan hanya menarik diri dari pergaulan teman-teman sebayanya—dari lingkungan sekitar, tetapi juga dari seluruh anggota keluarganya.
Support your favorite authors and translators in webnovel.com