"Shisi, kau tau kan jika kakak sangat Menyanyagimu, kakak ingin kau bahagia, sekali lagi kakak minta maaf Shisi, kakak tau, kesalahan kakak sangat sulit untuk di maafkan, namun kakak akan berusaha untuk memperbaikinya, kakak janji, akan membuatmu bahagia." Ucap Rex Daiva seraya mengusap kepala Shin Rawnie dengan lembut.
"Terimakasih Kakak, dan satu hal lagi, Aku sudah memaafkan kakak." Balas Shin Rawnie dengan suara pelannya.
"Tapi kakak kehilangan kedua sahabat kakak." Balas Rex Daiva tertunduk lesu, jika ia mengingat lagi, sudah satu bulan ini mereka sudah tidak pernah berkumpul seperti biasa lagi. Bahkan Rex Daiva sudah tidak pernah bertemu Chenoa Rajendra lagi. Sosok yang selalu menenangkan dan mendukungnya kala ia merasa stres dan melewati masa-masa sulit saat mendapat tekanan demi tekanan dari sang Ayah. Begitupun dengan Yukio Clovis yang selalu membantu dan menghiburnya di kala ia sedang merasakan sedih dan kecewa.
"Kakak sepertinya sudah kehilangan mereka." Lirih Rex Daiva yang terlihat bersedih, matanya mulai berkaca saat mengingat kembali bagaimana kedekatan mereka sejak masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, hingga saat ini, bahkan mereka tidak pernah berpisah, sampai ia membuat satu kesalahan yang membuat kedua sahabatnya seolah menjauh. Dan hal itu sangat membuat Rex Daiva melenguh prustasi.
"Semua akan baik-baik saja kak, Yukio bahkan tidak pernah benar-benar membenci kakak." Ucap Shin Rawnie yang berusaha menenangkan perasaan kalut Rex Daiva.
"Lalu bagaimana dengan Noah, dialah yang paling merasa bersalah dalam hal ini, padahal dia tidak melakukan kesalahan apapun." Balas Rex Daiva yang membuat Shin Rawnie terdiam dan langsung beranjak dari duduknya, bahkan hanya mendengar nama Chenoa Rajendra saja sudah membuatnya enggan, apalagi untuk menyebut nama pria yang sudah merenggut keperawanan juga masa depannya itu, meskipun ia tau jika Chenoa Rajendra tidak sepenuhnya salah, namun entah mengapa, hatinya sangat sulit untuk menerima semua kenyataan itu, rasa amarah dan kecewa seolah menutupi mata dan hatinya.
"Shisi.. Tidak seharusnya kau membencinya."
"Aku tidak ingin membahasnya lagi." Ucap Shin Rawnie lirih.
"Tapi Shisi, bagaimana jika kau ha.... "
Rex Daiva langsung menghentikan kalimatnya saat melihat ekspresi Shin Rawnie yang seketika berubah, ia paham jika Shin Rawnie benar-benar tidak ingin mendengar nama Chenoa Rajendra apalagi membahasnya.
"Ya sudah, kita tidak akan membahasnya lagi, lagi pula sebentar lagi dia akan menikah."
"Baguslah.. " Balas Shin Rawnie langsung melangkah meninggalkan Rex Daiva yang masih duduk di sana dengan segala pikirannya. Ia hanya tidak habis fikir, Shin Rawnie yang dulu sangat mengagumi Chenoa Rajendra karena kedewasaan dan sikap lembut Chenoa Rajendra kini berubah drastis jadi sangat membencinya.
"Sebenarnya apa yang sudah kau lakukan Noah, dan kenapa harus kau yang meminum obat sialan itu, aku bahkan belum benar-benar minta maaf padamu." Gumam Rex sambil memijat tengkuk lehernya.
* * * * *
Suasana yang tidak seperti biasanya. Pagi ini Shin Rawnie terbangun dari tidurnya dengan perasaan yang sangat berbeda, tubuhnya di rasakan lemas dengan wajah pucat pasi. Bahkan ia hampir terjatuh saat mencoba bangkit dari tempat pembaringannya, kepala yang teramat berat membuatnya merasakan mual. Sungguh selama ini ia tidak pernah merasakan perasaan seperti ini. Semua serba tidak enak di mata juga penciuman Shin, bahkan ia tiba-tiba membenci bau parfumnya sendiri.
Tok... Tok.. Tok...
Suara ketukan pintu terdengar dari luar, dengan malas Shin Rawnie menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya dan langsung melangkah menuju pintu untuk membukanya.
"Kakak."
"Shisi.. Kau sakit?" Tanya Rex Daiva sedikit panik saat melihat keadaan Shin Rawnie yang terlihat pucat pasi.
Perlahan ia menempelkan punggung tangannya ke dahi Shin Rawnie yang masih menyandarkan kepalanya di daun pintu kamarnya, sampai akhirnya perutnya terasa bergejolak, hingga liur yang entah sejak kapan sudah terkumpul di dalam mulutnya saat bau parfum Rex Daiva menyapa indra penciumannya.
Hhuueekkk... Huueekkk...
Shin Rawnie berlari menuju kamar mandi yang langsung di susul oleh Rex Daiva dengan wajah yang sudah di selimuti dengan kekhawatiran.
"Shisi.. Kau.. "
"Jangan mendekat kak, aroma parfum kakak membuatku sangat mual." Hhuueekkk.. Hueeeekk... "Ah, ada apa denganku." Kelu Shin Rawnie seraya mengusap perutnya yang masih bergejolak, dan sesekali mengusap air matanya yang keluar dengan sendirinya saat ia mulai merasa mual dan muntah lagi.
Wajah Rex Daiva semakin pucat, tentu saja pria Playboy seperti Rex Daiva sudah sangat paham dengan keadaan Shin Rawnie sekarang.
'Apa Sjisi benar-benar hamil? Tidak.. Tidak.. Semoga ini hanya sakit biasa.'
Batin Rex Daiva berkecamuk, perlahan ia membuka dasi juga setelan jaznya, ia juga membuka kemejanya agar Shin Rawnie tidak bisa mencium bau parfumnya lagi. Dan dengan perlahan ia mendekati Shin Rawnie yang sudah terlihat lemas, bahkan tubuhnya sudah merosot ke bawah karena kehabisan tenaga setelah memuntahkan semua isi perutnya. Dengan cepat Rex Daiva menggendong tubuh adiknya keluar dari kamar mandi.
"Shisi, kakak akan memanggil Dokter Krischan untuk memeriksakan kondisimu." Ucap Rex Daiva yang tengah berusaha menyembunyikan kepanikannya.
"Iya kak, tapi kenapa kakak bertelanjang dada?" Tanya Shin Rawnie saat baru menyadari jika saat ini Rex Daiva tidak menggunakan apapun, hanya tersisa celana panjang slim fit hitam yang menutupi tubuh bagian bawahnya.
"Bukankah kau tidak suka dengan aroma parfum kakak?" Jawab Rex Daiva yang masih berusaha untuk bersikap tenang.
"Ah iya.. Sebaiknya kakak menggantinya? Dan tolong buang juga semua parfum yang berada di meja riasku, aku benar-benar tidak suka dengan aroma itu, sebenarnya apa yang salah denganku kak?" Tanya Shin Rawnie dengan wajah polosnya yang di penuhi rasa bingung, sedang Rex Daiva sudah di selimuti oleh perasaan takut yang membuatnya terasa sesak. Bahkan untuk menarik nafas dan menelan liur saja sulit.
"Bukankah kakak akan berangkat kerja?" Tanya Shin Rawnie membuyarkan lamunan Rex Daiva.
"Bagaimana kakak bisa meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini."
"Tapi aku baik-baik saja kak, asal tidak mencium aroma parfum kakak."
'Kau tidak dalam keadaan baik Shisi.' Batin Rex Daiva gusar.
"Tetap saja, kakak akan menunggu Dokter Krischan untuk memeriksamu terlebih dahulu." Sambung Rex Daiva.
"Baiklah.. " Jawab Shin Rawnie lemas, dan sesampainya mereka di ruang tengah, dengan sangat hati-hati Rex Daiva merebahkan tubuh Shin Rawnie di atas sebuah big sofa.
Sedang Rex Rawnie yang berusaha keras menutupi kepanikannya langsung meraih ponsel dan menghubungi Dokter Krischan, lalu kembali ke kamar untuk mengganti baju yang baru tanpa aroma parfum sedikitpun. Hingga 30 menit berlalu nampak Dokter Krischan terlihat berjalan dengan langkah lebar mendekati Rex Daiva yang sudah sejak tadi menunggunya di ruang tamu.
"Tuan muda, ada apa?" Tanya Dokter Krischan saat melihat kepanikan di wajah Rex Daiva.
"Tolong periksa kondisi Shin."
"Apa Nona muda sakit?" Tanya Dokter Krischan ikut panik.
"Sepertinya begitu, dan seperti yang aku bilang tadi, kemungkinan besar dia.... " Kalimat Rex Daiva menggantung.
"Saya mengerti Tuan muda, baiklah saya akan memeriksa kondisi Nona muda sekarang." Balas Dokter Krischan mengerti dan langsung melangkah mendekati Shin Rawnie yang masih berbaring di sofa sambil terus mengusap perutnya yang masih bergejolak, meski tidak separah seperti pagi tadi saat ia terbangun dari tidurnya.
"Dokter Chan.. "
Sapa Shin Rawnie sambil berusaha bangkit dari tidurnya untuk menyambut Dokter Krischan yang sudah duduk di sampingnya. Sedang Rex Daiva hanya bisa terdiam di tempatnya dengan sesekali mengusap wajahnya kasar, dan mengacak-acak rambutnya yang sudah berantakan sejak tadi pagi. Hingga 20 menit berlalu, Dokter Krischan terlihat melangkah mendekati Rex Daiva yang sedang berdiri sambil mengacak pinggang.
"Seperti dugaan anda Tuan muda, Nona muda sedang hamil, usia kandungannya sudah menginjak 4 minggu." Ucap Dokter Krischan yang membuat Rex Daiva seketika syok dengan mata melebar dengan satu telapak tangan yang belakang jari telunjuknya ia gigit dengan keras sebelum akhirnya ia membuang nafas kasar dan kembali menatap Dokter Krischan.
"Apa? Ha..hamil?"
"Benar Tuan muda." Jawab Dokter Krischan dengan anggukannya.
Tubuh Rex Daiva mendadak kaku, wajahnya pucat pasi, ia merasakan seolah aliran darahnya berhenti. Dengan gelisah Rex Daiva melihat hasil tes yang di berikan Dokter Krischan padanya, melihat dua tanda garis membuat nafas Rex Daiva seolah tercekat.
"Shin belum mengetahuinya?" Tanya Rex Daiva perlahan.
"Mengetahui apa?"
Tanya Yukio Clovis yang tiba-tiba muncul dari ruang tamu tepat di tempat Rex Daiva dan Dokter Krischan berdiri. Dan yang sialnya lagi, Rex Daiva yang nampak terkejut sampai tidak sadar telah menjatuhkan alat tespek yang sejak tadi ia genggam di atas lantai.
"Tunggu."
Serga Yukio Clovis saat melihat Rex Daiva yang langsung membungkuk, berniat untuk mengambil alat tespek tersebut. Dengan cepat Yukio Clovis melangkah, mendekati keduanya hingga matanya tertuju pada alat tespek yang masih tergeletak di atas lantai keramik tersebut. Dengan manik mata yang melebar, tangan Yukio Clovis terlihat bergetar saat mengambil alat tespek tersebut.
"Ini.. "
Dengan kata yang terbata Yukio Clovis menatap alat tespek dan Rex Daiva secara bergantian dengan mata yang berkaca.
"Di mana Shisi?" Tanya Yukio Clovis menatap tajam ke arah Rex Daiva, seolah Rex Daiva adalah seorang pelaku utama pembunuhan, meskipun ia tidak menampiknya, sebab semua yang telah terjadi adalah murni kesalahan dan kebodohannya. tatapan Horor dari Yukio Clovis membuatnya tidak bisa berkata-kata lagi selain memandang ke arah ruang tengah untuk memberi isyarat jika Shin Rawnie sedang berada di sana.
"Sayang.. "
Dengan setengah berbisik Yukio Clovis menghampiri Shin Rawnie yang masih terpejam dengan selimut yang menutupi tubuhnya.
Dengan penuh kelembutan Yukio Clovis mengusap rambut yang sedikit menutupi wajah Shin Rawnie, hingga akhirnya tubuh Shin Rawnie sedikit bergerak saat indra penciumannya mulai menghirup aroma favoritnya. Kelopak matanya terbuka perlahan dan langsung melihat senyum yang terukir di bibir Yukio Clovis yang kini tengah duduk di sampingnya, menggenggam tangannya dan mengusapnya.
"Kau datang?" Tanya Shin Rawnie dengan suara seraknya.
"Iya sayang.. "
"Mendekatlah.. " Pinta Shin Rawnie yang membuat Yukio Clovis lebih mendekatkan tubuhnya, bahkan belum sempat ia mendudukkan dirinya di pinggiran sofa, tiba-tiba kedua lengan Shin Rawnie sudah melingkar dengan sempurna di pinggangnya, sambil terus menghidu aroma tubuhnya.
"Aku sangat merindukanmu." Ucap Shin Rawnie yang semakin erat memeluk tubuh Yukio Clovis yang hanya terdiam dengan senyumnya, sambil terus mengusap pucuk kepala Shin Rawnie. Sedang Rex Daiva yang masih berdiri di sana hanya bisa menarik nafas dalam saat menyaksikan tingkah aneh Shin Rawnie yang sepertinya sudah mulai merasakan mengidam. Dan yang membuat Rex Daiva tidak habis fikir sebab Shin Rawnie malah jadi menyukai aroma tubuh Yukio Clovis yang bukan Ayah dari janin yang sedang tumbuh di dalam rahimnya sekarang.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang, haruskah Noah mengetahui hal ini." Gumam Rex Daiva semakin bingung yang bahkan tidak sadar langsung menjambak rambutnya dengan sangat keras, menyadari jika saat ia tengah tengah menghadapi dilema yang sangat besar.
"Rex, kita harus bicara."
Tiba-tiba suara Yukio Clovis mengejutkannya, bahkan Yukio Clovis sudah menarik tangan Rex Daiva yang hanya pasrah mengikuti langkah sahabatnya itu yang masih berjalan menuju ke halaman belakang.
"Ada apa lagi sekarang? Apa kau akan memukuliku lagi?" Tanya Rex Daiva yang sudah pasrah.
"Seandainya bisa aku bahkan sangat ingin membunuhmu sekarang juga brengsek." Balas Yukio Clovis terlihat kesal.
"Tsk, lalu apa lagi yang kau tunggu?"
"Diam kau. Aku hanya ingin mengatakan, jika Noah tidak boleh mengetahui hal ini."
"Apa?"
"Tentang kehamilan Shisi." Sambung Yukio Clovis.
"Bukankah Noah juga berhak mengetahuinya? Kau lupa jika janin yang berada di dalam rahim Shisi sekarang adalah anak dari Noah?"
"Aku tau, tapi kamu tidak lupa kan jika sebentar lagi Noah akan menikah?" Balas Yukio Clovis yang sesaat membuat Rex Daiva bungkam, mungkin dia akan menjadi seseorang yang sangat jahat bila menghancurkan pernikahan sahabatnya sendiri jika ia sampai memberitahu soal kehamilan Shin Rawnie, namun ia juga tidak tega jika membiarkan janin yang berada di rahim Shin Rawnie tumbuh tanpa sepengetahuan Chenoa Rajendra yang merupakan Ayah dari si janin.
AARRGGHHH...
Teriak Rex Daiva terlihat prustasi sambil menjambak keras rambutnya.
"Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?" Tanya Rex Daiva perlahan.
"Tantu saja akan segera menikahi Shisi, secepatnya."
"Apa menurutmu itu adalah jalan yang terbaik? Bagaimna jika suatu saat Noah mengetahui jika Shisi sedang mengandung anaknya?"
"Memang apalagi yang akan dia lakukan," Balas Yukio Clovis, "Noah sangat mencintai Chayra, apa menurutmu dia akan meninggalkan Chayra hanya untuk janin yang bisa saja tidak ia inginkan?" Tanya Yukio Clovis yang tampa ia sadari jika di sudut sana sudah nampak Shin Rawnie yang tengah berdiri dengan air mata yang menggenangi wajah pucatnya. Sedang tangannya meremas kuat perutnya bahkan mulai memukulinya semakin kencang.
"Sa.. Sayang.. "
Seru Yukio Clovis panik saat menyadari kehadiran Shin Rawnie, bahkan langsung berlari menghampirinya, sedang Rex Daiva yang juga ikut melihat Shin Rawnie hanya bisa terdiam sambil mengusap wajahnya kasar.
"Tidak... Aku tidak mau anak ini.. Tiddaaaakkk... Keluarkan diaa.. " Jerit Shin Rawnie menangis sambil terus memukuli perutnya. Sedang Rex Daiva yang terkejut dengan reaksi Shin Rawnie langsung berlari menghampirinya, memegangi tangan Shin Rawnie agar berhenti memukuli perutnya sendiri.
"Shisi tenanglah.. "
"Tidaaakk... Aku tidak mau hamil Kak.. Keluarkan bayi ini.. " Tangis Shin Rawnie pecah seketika, saat ia menyadari jika hidupnya sudah benar-benar hancur karena kehamilannya sekarang. Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan, selain pasrah dengan keadaan yang benar-benar sangat di bencinya.
"Sayang, aku mohon, jangan seperti ini." Bujuk Yukio Clovis seraya memeluk tubuh Shin Rawnie yang masih merontah.
Bahkan dengan tidak sadar ia trus memukuli dada Yukio Clovis dengan sangat keras, sedang Yukio Clovis sendiri hanya bisa terdiam, membiarkan Shin Rawnie meluapkan kemarahan dan kesedihannya. Begitupun dengan Rex Daiva yang tampa sadar sudah menitikkan air mata saat melihat adiknya yang tengah menangis di dalam pelukan Yukio Clovis. Hingga ia kembali tersentak saat melihat tubuh Shin Rawnie terkulai lemas di dalam gendongan Yukio Clovis. Kondisi Shin Rawnie yang saat ini tidak stabil membuatnya lemah dan pingsan seketika.
"Yo.. Apa yang terjadi dengan Shisi?" Tanya Rex Daiva yang langsung meraih tubuh adiknya yang sudah tidak sadarkan diri.
Dengan sedikit berlari, Rex Daiva membawa Shin Rawnie masuk kedalam mobil yang di sana sudah ada Yukio Clovis. Hingga dalam hitungan detik saja mobil tersebut sudah melaju dengan kecepatan tinggi menuju sebuah rumah sakit.
* * * * *
Bersambung..