"Mana yang terlihat seperti babi? Tubuhmu sangat bagus dan wajahmu sangat cantik, bahkan babi pun kalah lucu denganmu. Orang-orang di sebelahmu tentu tidak sebanding denganmu."
Intan ingin tertawa saat mendengar ini.
Irwan tidak berkata banyak, tapi dia hanya mengatakan bahwa manusia lain yang melihat Intan dengan tatapan menghina itu lah yang lebih rendah dari babi.
Intan hanya mengajarinya untuk tetap rendah hati, lalu dalam sekejap, Irwan sudah bisa menguasainya.
Irwan meraih lengan Intan lalu mengajaknya untuk mengambil lebih banyak makanan lezat lagi.
Mereka berdua kembali duduk di pojokan. Irwan melihat Intan kemudian mencubit hidungnya sambil berkata, "Apa pun yang ingin kamu makan nanti, makanlah apapun yang kamu inginkan. Kamu tidak perlu khawatir tentang apa yang orang lain katakan kepadaku. Kamu hanya perlu menjadi diri sendiri, sedangkan sisanya serahkan padaku."
"Tapi bagaimana jika aku benar-benar menjadi babi?"
"Aku akan memliharamu."
Irwan hanya menjawab dengan tiga kata itu lalu sebuah senyum tersungging di sudut mulutnya.
Hati Intan langsung hangat.
Intan kembali makan dengan gembira, tiba-tiba ponsel Irwan berdering, ada panggilan Sekretaris Hamdani.
Ada urusan bisnis perusahaan, jadi Irwan mengangkat telepon agak jauh dari Intan.
Intan membiarkan Irwan mengangkat telepon, lalu dia ingin berjalan-jalan di taman belakang.
Karena ini adalah rumahnya sendiri, jadi dia sudah sangat hafal.
Angin malam bertiup di atas gaun biru aqua milik Intan. Cahaya bulan yang cerah menyinari tubuh Intan yang membuatnya terlihat seperti peri kecil dan satu-satunya yang tersisa di dunia.
Tapi kemudian di belakangnya, ada sepasang mata yang menatapnya penuh gairah.
Intan mendengar suara langkah kaki yang berjalan mendekatinya. Saat Intan menoleh ke belakang, dia bingung karena itu adalah Roy Wijaya.
Intan melihat sepasang mata yang mengeluarkan sorotan jahat itu. Intan gemetar ketakutan karena dia mengingat kejadian sebulan yang lalu.
Kejadian itu juga terjadi di taman.
"Kamu ... apa yang akan kamu lakukan? Aula depan penuh dengan orang. Jika aku berteriak, kamu tidak bisa melarikan diri!"
Intan berkata buru-buru.
Roy tahu itu jadi dia tidak bertindak gegabah. Dia berhenti setelah berjalan tiga langkah.
"Jangan takut, aku hanya ingin mengobrol denganmu."
"Aku tidak punya apa-apa untuk dibicarakan denganmu!"
Intan ingin segera pergi dari situ, tapi dengan cepat Roy meraih pergelangan tangan Intan lalu mencengkeram pergelangan tangannya dengan kuat. Sangat kuat hingga pergelangan tangan Intan menjadi merah.
Ketika Intan akan berteriak, Roy mulai bersuara dengan dingin.
"Apa menurutmu aku tidak bisa mengusir Irwan Wijaya?"
Begitu kata-kata itu keluar, Intan langsung diam. Malam itu terasa semakin sunyi.
Intan menatap Roy dengan bingung dan mulai panik.
"Ayahku hanya memiliki satu anak laki-laki, jadi aku akan mewarisi semua bisnis keluarga Wijaya di masa depan. Irwan adalah orang luar yang tidak pernah tinggal di rumah keluarga Wijaya. Bahkan jika lelaki tua itu masih tinggal di rumah, dia tidak akan bisa melindungi Irwan! Jika kakek ingin memberikan sebagian harta keluarga Wijaya kepada Irwan, apakah Irwan akan berani memilikinya? Jika Irwan mengambilnya, maka besok akan terjadi bencana!"
Roy berbicara dengan menyunggingkan senyum aneh, senyuman menakutkan yang membuat otak Intan berhenti bekerja.
Apakah ini ... ancaman?
"Apa yang ingin kamu lakukan?"
Intan ingin berusaha tenang, tapi ketika Roy bicara lagi, dia sangat ketakutan hingga membuat tubuhnya gemetar.
Roy berbicara lebih dekat sambil mencibir, "Ketika kakek sudah kembali ke surga, nyawa Irwan Wijaya akan dalam bahaya. Menurutmu apakah aku akan mentoleransi perbuatan Irwan ini?"
"Dia pamanmu!"
"Sialan! Omong kosong paman! Jika kamu ingin bersaing denganku untuk mendapatkan harta, hanya ada satu kata. Kematian!" Roy berkata dengan kejam, "Intan, kamu sangat muda dan cantik, mengapa kamu mau bersama dengan orang berwajah jelek itu? Apakah orang itu akan menghabiskan seluruh waktunya untukmu? Dia tidak memiliki kehidupan yang baik untukmu. Dia tidak bisa melindungi dirinya sendiri, jadi dia tidak akan bisa melindungimu! Jika kamu bersamaku, aku akan menjanjikanmu hidup nyaman, bagaimana?"
"Apakah kamu bercanda? Kamu tunangan Renata!"
"Bagaimana bisa Renata dibandingkan denganmu! Jika aku tahu keluarga Surya masih memiliki seorang anak perempuan yang begitu cantik, bagaimana aku bisa bersama Renata yang seperti monster itu?"
Tatapan mata Roy yang nakal membuat Intan merasa sangat tidak nyaman. Jelas-jelas Intan mengenakan pakaian, tapi dia merasa seperti ditelanjangi oleh mata itu.
Intan tanpa sadar menoleh ke samping untuk menghindari ttapan mata Roy.
Roy masih menyentuh tangan kecil Intan, tapi Intan berjuang keras untuk membebaskan diri.
Roy sedikit kesal dengan sifat keras kepala Intan lalu berkata, "Kamu tidak tahu apa yang terjadi sekarang?"
"Tolong hargai aku juga, aku tunangan pamanmu!"
"Bagaimana denganmu? Apakah dia bisa memuaskanmu? Rumor tentang pamanku sudah menyebar kemana-mana. Banyak orang sudah tahu bahwa pamanku tidak bisa melakukan hubungan seksual, ada masalah dengan miliknya, jadi wajar saja jika tidak ada wanita di sisinya selama bertahun-tahun. Apakah kamu merasa hampa dan kesepian? Aku bisa bantu kamu…"
Roy yang ingin melangkah maju langsung dimarahi oleh Intan.
"Roy, apakah kamu masih ingin mengalami dengan kejadian yang disebabkan oleh pamanmu itu lagi?"
Roy mengerutkan kening ketika mendengar ini. Roy masih ingat dirinya terbaring di ranjang rumah sakit selama sebulan penuh, sekarang dia baru saja membaik.
Jika kakeknya dan Irwan mengetahui perbuatannya kali ini lagi, Roy takut dia pasti akan dibuat babak belur lagi.
Irwan Wijaya itu,dia benar-benar kejam!
Roy sedikit tertekan sehingga membuatnya tidak berani melangkah maju lagi. Intan menghela nafas lega.
"Jangan menyinggung itu. Jika kakek dan paman sudah kembali ke surga, kamu hanya bisa mengandalkanku. Jadi, maukah kamu menurutiku dan menjadi kekasihku?"
"Jika kamu berani menyentuhku sekarang, jangan salahkan aku karena bersikap nekat! Roy, aku tidak akan mendengar lagi apa yang kau katakan hari ini!"
Dengan segera, Intan berbalik lalu bergegas pergi meninggalkan Roy di belakangnya.
Saat itu juga, suara tidak senang Roy terdengar dari belakang.
"Apakah kamu tidak takut mati?"
Ketika Intan mendengar ini, hatinya sedikit bergetar dan tubuhnya menjadi tegang.
Tidak ada manusia yang tidak takut mati.
Namun, seseorang tidak bisa hidup dengan prinsip takut mati.
Intan tidak menjawab,dia langusng pergi tanpa melihat ke belakang.
Roy tampak marah lalu menghentakkan kakinya, wajahnya memerah karena marah.
tapi pemandangan ini terlihat jelas, oleh Renata yang berdiri di dekat jendela di lantai dua. Dia bisa melihat dengan jelas setiap gerakan dua orang itu di bawah.
Renata menghentakkan sepatu hak tingginya dengan marah. Matanya yang kejam mengikuti Intan.
Dia tahu bahwa Roy penuh nafsu, tapi dia tidak bisa memarahinya, Intan pasti telah merayu Roy.
Sial, bahkan dia kalah dengan saudara perempuannya!
"Intan, tunggu aku. Aku tidak akan pernah membuatmu tidur nyenyak!"
Renata sangat marah hingga dia mengepalkan tinjunya, kemudian dia berbalik lalu pergi dari balkon lantai dua.
Dalam kegelapan yang sepi, masih ada satu orang yang diam.
"Tuan?"
Sekretaris Hamdani memanggil Irwan dengan hati-hati di telepon.
Awalnya, keduanya berbicara tentang pekerjaan, tetapi untuk beberapa saat, suara Irwan tiba-tiba menghilang.
Hamdani menunggu beberapa menit, tapi akhirnya dia tidak bisa menahan. Hamdani mengingatkannya dengan suara rendah.
"Iya."
Untuk beberapa lama, Hamdani mendengar respon lemah dari sisi lain. Suara itu membuktikan bahwa orang tersebut masih ada.
"Tuan, kontrak barusan ..."
"Jangan khawatir tentang kontraknya. Kamu harus menemukan dua orang untuk memotong tangan kiri Roy. Lakukanlah dengan sembunyi-sembunyi dan lebih hati-hati jangan tinggalkan jejak. Bahkan jika Rudy menebak itu adalah perbuatanku, tidak ada buktinya apapun. Mengerti?"
"Roy? Apakah dia mengganggu istrimu?"
"Aku benar-benar benci ketika melihat tangan kirinya menyentuh wanitaku. Dia harus dipukul dengan keras di bagian wajahnya, mengerti kamu? Jika semuanya sudah selesai, gaji tahunanmu akan aku naikkan berkali-kali lipat!"
"Oke, Tuan!"
Sekretaris Hamdani buru-buru menjawab. Kemudian dia berpikir bahwa punya uang itu benar-benar bagus, bagus karena bisa mengalahkan orang. Lagipula, dia uga masih bisa mendapatkan uang. Kenapa tidak?