ROSE AND SUNSET
"hei! Jawablah dengan benar. Kenapa kau hanya diam saja? Aku tebak pasti benar" goda hyunsang.
Hansung sudah tidak bisa mengelak lagi, "ya aku tidak tahu awalnya. Lagipula kenapa si kalian berdua menolak dua gadis manis itu? jika aku menjadi kalian sepertinya aku juga akan sangat senang saat seorang berwajah manis dan baik seperti mereka menyukaiku" oceh hansung.
"aku tidak suka mereka" jawab hyunsang singkat.
"kenapa? Karena bukan tipemu?" Tanya hansung lagi, kemudian dia pun mengambil air minumnya karena ia selesai makan.
"bagaimana jika aku menyukai sesama?" Tanya hyunsang menggoda hansung. Seketika saja air yang berada dalam mulut hansung menyembur ke wajah hyunsang. "oh, aku minta maaf, aku tidak sengaja. Aku.. aku.." hansung menjadi bingung dan tergagap apalagi beberapa mahasiswa lainnya juga melihat kejadian tersebut.
Hyunsang membuka matanya dan mengusap mukanya yang basah kena air. Matanya menyorot tajam kea rah hansung yang masih tergagap ketakutan. "maafkan aku, sungguh maafkan aku. Ini kain bersih" hansung mengusap wajah hyunsang dengan lengannya. Sedangkan hyunsang masih terdiam tak bergerak sama sekali, melihat sikap diam hyunsang hansung bingung, ia ketakutan. Setelah dirasa agak kering ia langsung berlari menjauh dari hyunsang.
"selamat tinggal kawan!" ucapnya mengambil peralatan makan dan berlari menjauh.
Sebenarnya, tanpa ia ketahui hyunsang ingin menarik tangan hansung. Tapi karena hansung kelewat cepat ia pun gagal meraih tangannya. "anak itu kenapa si?" Tanya hyunsang pada diri sendiri, ia kemudian melihat ke sekitar dan menyadari ia menjadi pusat perhatian sejak tadi. Huft, dia hanya bisa menarik napas panjang.
# # #
Chaewon sedang berjalan melalui lorong panjang menuju kamar ibundanya, entah apa yang terjadi kenapa ibunya memanggilnya. Sebenarnya, jauh di dalam lubuk hatinya ia saying dengan ibunya sendiri, akan tetapi beberapa hal yang dilakukan oleh ibunya terkadang membuatnya bertanya-tanya Untuk apa?.
Ibunya chaewon bernama lee jungyeon, konon katanya dia memiliki kekuatan magis yang bisa membuat orang tewas setelah bertatapan dengannya, oleh karena itu, beberapa julukan disematkan kepadanya seperti janda hitam, atau penyihir istana. Meskipun semua julukan itu tidak bisa dibuktikan kebenarannya akan tetapi hampir semua penghuni istana sudah tidak asing dengan julukan yang dimiliki oleh istri menteri keuangan istana.
Dan sekarang ibunya memanggilnya, ia sudah sampai di depan pintu kamar ibunya. Ia menghela napas panjang dan menoleh ke dayang di belakangnya agar ia masuk ke kamar sendiri. "tuan putri chaewon sudah datang" teriak dayang ibunya yang sedang menjaga luar kamarnya.
Saat ia masuk, ia sudah melihat kakaknya hadir dan duduk di hadapan ibunya. Untuk soal mengambil hati ibunya, kakaknya adalah juara, seberapa baik chaewon pada ibunya kenyataanya ibunya akan selalu mengunggulkan dawon.
"duduklah, anakku. Sepertinya sudah lama ya kita tidak kumpul seperti ini?" Tanya ibu membuka pembicaraan.
"apa yang ibu inginkan kali ini?" Tanya chaewon.
"tidak bisakah kau menjaga kesopananmu kepada ibumu sendiri?" kata dawon.
"cukup dawon, tidak apa-apa. Apakah bertemu dengan kedua putriku merupakan suatu hal yang mahal dalam hidupku?" Tanya ibunya dawon.
Mereka semua terdiam, tidak ada yang mengatakan apapun. Kemudian sang ibu mengeluarkan gulungan perkamen yang telah ia simpan lama di bawah laci mejanya. "Kalian tahu kan? Menjelang musim panas nanti akan diadakan festival kerajaan, diantaranya aka nada pertandingan antar putri bangsawan yaitu panahan. Aku berharap kalian bisa berkontribusi dalam festival itu". Kata ibu mereka sambil menyodorkan perkamen itu agar bisa dilihat langsung oleh kedua putrinya.
"sepertinya ajang yang menarik untuk kita agar bisa mendapatkan perhatian publik" kata dawon kepada adiknya, "berarti mulai sekarang, apakah kami harus belajar panahan ibu?" Tanya chaewon kepada ibunya.
"benar putriku, kuharap kalian tidak keberatan jika besok kalian sudah mulai berlatih panahan di arena yang sudah ibu sediakan" kata lee jungyeon pada kedua putrinya. Dan pertemuan mereka pagi itu cukup hanya membahas tentang persiapan festival beberapa bulan ke depan.
# # #
Pada malam harinya, semua mahasiswa dikumpulkan di aula karena akan diadakan penyambutan sederhana kepada guru baru mereka yaitu kim hanlong yang tak lain adalah ayah kandung dari hansung.
Setelah upacara penyambutan sederhana aula para mahasiswa digiring untuk pergi ke ruang makan untuk makan bersama, sama seperti mahasiswa lainnya hansung dan kawan-kawannya pun berjalan bersama-sama ke tempat makan. Dalam perbincangan mereka, "teman-teman, sepertinya aku sudah tidak tahan lagi. Kalian pergi dulu sajalah ke tempat makan, aku ingin ke kamar kecil dulu. Tolong carikan tempat duduk untukku ya di dekat kalian!" pinta seonho.
Tanpa mendengar jawaban dari teman-temannya, seonho langsung saja pergi meninggalkan mereka semua. "ya sudah kita lanjut jalan aja" kata dohyun sambil merangkul pundak hansung. "tapi nanti gimana kalau dia kesusahan mencari kita?" Tanya hansung.
"kau seperti tidak mengenal seonho saja, sudahlah. Ayo kita duluan saja, nanti dia pasti bisa mencari tempat duduk kita" kata dasong.
"sudah, ayo. Aku lapar sekarang" pinta sungmin.
Karena merasa terdorong oleh teman-temannya, hansung yang awalnya ingin menemani seonho ke kamar mandi pun akhirnya mengurungkan niatnya. Mereka kini sama-sama meneruskan jalan ke tempat makan.
Butuh waktu lama untuk seonho ke kamar mandi rupanya, bahkan setengah piring sungmin sudah habis karena ia makan, "anak itu kemana saja sii? Lama juga ke kamar mandi. Ia tidak lupa kalau harus ke tempat makan kan?"
"entahlah, mungkin ia sedang sakit perut. Ia pasti akan kembali sebentar lagi" kata hansung berusaha menenangkan sungmin.
"iya juga si, ya sudah lah kuhabiskan saja. Nanti kalau dia datang biarkan saja dia makan disini sendirian" kata sungmin menenangkan dirinya.
"lagipula, tumben sekali kau mengkhawatirkan bocah itu. Kau ada apa?" Tanya hyunsang.
"iya juga ya? Aku saja baru sadar setelah kau mengatakannya padaku barusan" kata sungmin.
Semua orang melanjutkan makan malamnya masing-masing, hingga tanpa sepengetahuan mereka seonho memasuki ruang makan bersama. Di depan pintu ia celingukan ke kanan dan kekiri mencari teman-temannya. Ketika ia melihat hansung sedang makan di deretan pojok sebelah kiri, ia langsung tersenyum, mengetahui bahwa tepat di samping bangku sahabatnya disediakan bangku kosong untuknya duduk. Setelah itu ia pergi ke kedai untuk mengambil jatah makanannya.
Tanpa basa basi seonho langsung meletakkan nampan makanannya di samping hansung, dia pun menepuk pundak sahabatnya, "hei, kawanku hansung. Tumben kau sendirian. Kenapa kau tidak bersama dengan dasong atau dohyun?"
Baru saja ia selesai dengan kalimatnya, ia dikejutkan dengan tatapan sadis teman di sampingnya, yang ternyata bukanlah hansung. Sorotan matanya tajam, seolah-olah kucing bisa saja mati karena bertatapan dengan sorot mata setajam itu. Seonho kaget setengah mati, seketika tubuhnya membeku.
"apa kau bilang?" Tanya sosok yang ia kira hansung tersebut.
Tanpa butuh waktu lama, makanan yang ada di nampannya langsung terlempar mengenai tembok yang ada di dekat situ. Semua pasang mata langsung menuju tempat terjadinya perkara, seonho pun langsung berdiri karena ia hendak minta maaf, tapi suaranya tercekat dan ia hanya tergagap.
Sedangkan, jang jaebum yang tersinggung karena sempat dikira hansung langsung pergi saat itu juga. Hansung langsung menangkap sorot pandang mata seonho. Ia tahu bocah itu sedang panic sekarang, sehingga ia pun langsung berdiri dan hendak mendatangi seonho. Tapi, seonho menelan ludah kemudian ia mencoba mendatangi gerombolan temannya.
Semua orang disana masih bertanya-tanya, apa yang sedang terjadi. Kenapa jaebum bisa semarah itu. Tapi teman-teman seonho menyimpan rasa penasaran itu demi menenangkan sahabatnya. "aku tidak sengaja sungguh. Aku tadi melihat dari pintu bahwa kau sedang duduk disana, tapi yang duduk disana ternyata bukan dirimu. Entah kenapa aku sekarang merasa bahwa wajah kalian mirip kalau dilihat sekilas" kata seonho.
"sudah sudah, lupakan itu oke?" kata hansung menenangkan sambil mengusap-usap pundak sahabatnya. Akan tetapi, pengalaman semenegangkan itu tidak akan terlupakan bagi seonho.