10 tahun kemudian…
Hari ini matahari bersinar sangat terik. Dirinya baru saja keluar dari sebuah bar untuk mendapatkan alkohol guna membantu pamannya dalam mengobati pasien. Saat melewati sebuah gerombolan warga di depan papan pengumuman ia sangat tercengang. "Aku harus memberi tahu kakak" pikirnya.
Ia kemudian berlari sangat kencang ke rumah pamannya. "Oppa! Oppa!" Hansung yang mendengar teriakan adiknya langsung berdiri dari tungku yang apinya masih menyala. "Ada apa wonbi?". Ia menunduk memegang lututnya karena ia kelelahan berlari sepanjang pasar hanya untuk berteriak kepada kakaknya.
"Kakak, tahun ajaran untuk akademi Haeseok sudah dibuka untuk ahun ini. Kakak harus ikut! Kakak harus belajar di istana dan mendapatkan pengalaman yang lebih baik disana" kata wonbi dengan antusias.
"Kau bersemangat sekali" Hansung hanya tersenyum manis. "Kakak sebenarnya sudah mendapatkan surat undangan seminggu yang sebelum pengumunan itu dipasang tadi pagi" Wonbi terkejut, "Apa!, kenapa kau tidak bilang? Hah. Aku capek sekali berlari dari pasar ke rumah hanya untuk teriak sepanjang jalan karena memberitahumu BODOH!!" raut muka wonbi dari bersemangat mendadak berubah menjadi kesal.
"Hahahahaa...." Dia kembali duduk didepan tungku mengipasi api agar tidak mati.
"Meskipun begitu, kenapa kau tidak bilang sejak kau mendapat surat?"
"Aku hanya ingin ke sana dengan beberapa orang teman dari desa ini"
"Kau? Berharap warga desa ini ikut seperti hal tersebut? Mustahil bagiku, buat apa? Mereka semua tahu terlalu malas untuk mau belajar dan berusaha sekuat dirimu, lagipula sejak kedatangan kita disini sepertinya mereka merasa was-was jika berhubungan dengan lingkungan kerajaan"
"Itulah kenapa aku tidak memberitahumu"
Hansung membuat bingung Wonbi, "Maksudmu ? Kau berniat tidak ingin belajar disana?"
Hansung hanya diam, "Hei, kau tahu bagaimana konflik istana, kau harus mendapatkan pendidikan tinggi agar nantinya kau bisa menjaga ketenangan dan kedamaian bagi negeri ini bukankah kau sangat pintar. Kau bisa menjadi menteri atau kalau bisa kau bahkan bisa jadi panglima perang?" kata wonbi asal-asalan.
"Tidak semudah itu Wonbi!" suara Hansung meninggi, dan Wonbi hanya menunduk karena hal itu. Dia kemudian beranjak dan pergi "Maaf, aku hanya ingin kau kembali hidup bahagia di istana seperti kita dulu"
Sehari setelah kejadian itu mereka tidak saling bicara. Malam itu, Wonbi duduk di teras rumah meihat bahwa bintang bersinar terang malam itu. "Boleh kutemani" Hansung tiba-tiba datang berdiri di sampingnya. "Silahkan" ucapnya tanpa melihat wajahnya.
"Wonbi, aku minta maaf atas kemarahanku kemarin siang. Aku hanya.."
"Lupakan!"
Hansung menghela napas dalam, "Bukan itu maksudku, kau tahu bagaimana saat kita pertama kali bertemu dulu? Kau seorang gadis berumur tujuh tahun saat mengetahui bahwa ibumu meninggal. Aku tahu rasanya sakit sekali karena ibuku juga meninggal di saat aku masih kecil. Tapi, aku masih beruntung, ayahku mencintaiku sepenuh hati sebagai barang berharga milik ibuku, tidak seperti selir ayahmu yang memfitnahmu hingga kau diusir dari istana..."
"Jangan ingatkan aku tentang itu lagi"
"Kenapa? Kau mau tahu alasanku kan? Aku hanya ingin selalu di dekatmu dan menjagamu bersama ayahku disini. Aku tahu kau membenci ayahmu karena percaya dengan hal yang dibuat oleh selir terhadapmu, kau diusir dan ayahku menawarkan diri untuk merawatmu. Sebagai kakak sepupu aku ingin sepenuh hati menjagamu"
"Untuk apa? Sekarang saja usiaku sudah 17 bahkan beberapa bulan lagi aku akan mencapai usia 18, untuk apa? Aku bisa menjaga diriku"
"Aku ingin mengungkapkan rahasia yang dibuat ibu tirimu hingga ia bisa memfitnahmu kala itu"
"Kalau begitu, pergilah belajar ke istana dan mencetak prestasi disana. Buat aku bangga sebagai adik sepupumu. Kau akan membuatku bahagia kan? Pergilah belajar ke akademi Haeseok, aku bisa menjaga diriku disini"
Seolah mendapat pencerahan dan semangat baru, Hansung tersenyum sangat lebar dan Wonbi pun memeluknya. Maafkan aku Wonbi, setelah aku lulus dan mendapat posisi di istana akan kupinang kau dan tak akan kuduakan dirimu, seperti apa yang ayahmu lakukan. Aku akan melakukan seperti apa yang ayahku lakukan. Cukup mencintai satu gadis untuk selamanya
"Peluknya udah?"
"Hah?" Merasa sadar diri Wonbi langsung melepas pelukan kakaknya dan tersipu malu rasanya semua wajahnya panas saking malunya. "ah sudahlah, aku akan menemui sinwoo di pasar. Aku pergi sekarang" wonbi ingin segera kabur dari hadapan hansung sehingga ia pun mencari banyak alasan agar bisa terlepas dari pengawasan kakak sepupunya.
Hansung disibukkan oleh racikan ramuan yang dipesankan ayahnya selama ayahnya pergi hari itu. Ia pun melakukannya dengan telaten dan gesit, biasanya itu akan lebih cepat jika wonbi membantunya. Hanya saja sejak siang tadi gadis itu belum muncul di depan rumahnya.
Baru saja ia teringat tentang adiknya, seseorang muncul memasuki pekarangan rumahnya dengan keadaan tergesa-gesa, rupanya itu adalah donggeun teman sepermainannya dulu, "hansung, kamu harus ke pasar sekarang. Wonbi…" bahkan baru menyebut satu nama saja bagi donggeun untuk membuat hansung langsung berdiri bergegas lari menuju ke pasar ke tempat yang dimaksud donggeun.
Tak ingin terjadi apa-apa ia pun mempercepat laju larinya, hingga tampak olehnya beberapa kerumunan wanita yang melerai adiknya, "hansung! Tolong wonbi, lihatlah" sinwoo berusaha sekuat tenaga untuk memegang lengan kuat wonbi, dalam pikiran hansung sinwoo sebenarnya bukanlah tandingan wonbi dalam kekuatan lengan.
"hansung, lihatlah adikmu ini mengacaukan semuanya. Ayo bawa dia pulang" itu adalah bibi penjaga kios pasar. Hansung menebak-nebak situasi sekarang ini, pasti ada sebuah pertengkaran kecil hingga tanpa disadari adiknya yang masih polos dan bodoh meminum arak dan membuatnya mabuk hingga semua orang kalang kabut mencegahnya melakukan hal gila.
"gadis ini merepotkan saja" kata hansung. Namun, jujur dalam hati kecilnya ia tertawa geli dengan kelakuan adiknya saat mabuk. Ternyata begitu ya wonbi kalau mabuk, kalau ayah tahu aku pasti kena pukul rotan.
Akhirnya ia pun mengangkut adiknya ke atas pundaknya dengan kondisi kaki di depan dan kepala di belakang terjungkir. "hansung! Aku nanti bisa gila!!" begitulah teriakan wonbi sepanjang jalan. Sesampainya di depan rumahnya, hansung mengatakan terimakasih dan menyuruh sinwoo dan donggeun pulang agar ia bisa mengobati rasa mabuk dari adiknya.
Mereka berdua pun mengikutinya. Sehingga, hansung membaringkan adiknya yang berada di kamar, ia melanjutkan meracik ramuan di tungku depan rumahnya sekalian membuat obat herbal agar mengembalikan kesadaran adiknya. Tanpa ia sadari waktu telah berganti menjadi malam. Setelah jadi, ia pun bergegas masuk dan mengangkat sedikit kepala adiknya yang masih terlelap.
Kau lucu sekali saat mabuk, apa benar begitu sifat aslimu? Kekanakan sekali. Namun, hansung tak segera memberi obat herbalnya pada wonbi. Ia malah asyik tersenyum memandangi wajah lugu wonbi yang masih tertidur. Ia menyibakkan rambut kecil yang ada di dahi dan wajah adiknya hingga tanpa sengaja salah satu jarinya menyentuh bibir mungil adiknya itu. Ia pandangi lama, warna ranumnya sama halnya bunga mawar yang mekar di musim semi tahun lalu. Ia ingat betul bagaimana warnanya, halusnya sehalus beludru, ia masih memandangi bibir gadis itu lama. Hingga kemudian tatapannya beralih ke mata gadis itu, sekadar melihat apakah sudah sadar atau belum. Ternyata masih terlelap, kemudian tatapannya beralih ke bibirnya lagi.
"hansung! Wonbi! Aku pulang!" terdengar suara ayah hansung yang pulang dari perjalanan jauhnya. Hansung yang mendengar suara ayahnya sendiri tersentak kaget dan merasa menyesal dengan apa yang sedang ia lakukan. Ia pun segera keluar kamar adiknya yang langsung menghadap halaman depan, "ayah sudah pulang" kata hansung menyambut ayahnya.
"wonbi? Sudha tidur?" Tanya ayahnya hansung. Hansung pun hanya menjawab dengan anggukan kecil, "ayah pasti capek, aku sudah menyiapkan makan malam untuk ayah, makanlah setelah itu istirahat" kata hansung
"wah, kau benar-benar anak yang baik. Aku bangga padamu, tolong letakkan itu di gudang ya?" kata ayahnya setelah itu beranjak pergi masuk ke kamarnya di lain pintu. Hansung yang membawa barang bawaan ayahnya menoleh ke kamar adiknya sekali lagi baru setelah itu ia pergi ke gudang meletakkan peralatan ayahnya.
Keesokan harinya, wonbi melihat saudara sepupunya sedang mengemasi barang-barangnya, ia pun semakin heran, "hansung, kau mau kemana dengan semua barang-barang ini?"
"setelah kupikir-pikir… akhirnya aku akan ikut ke akademi haeseok dan ayah sudah mengizinkanku, malahan dia yang menyuruhku" kata hansung santai.
Wonbi yang mendengar ucapan saudaranya merasa senang, dia pun melompat kegirangan kesana kemari, "tunggu, aku harus mengabari sinwoo mengenai hal ini. Dia tidak boleh kelewatan"
"kenapa kau harus memberitahunya? Dia tahu apa?"
Raut muka wonbi seketika berubah kecewa, "aku tahu dia mungkin buta huruf akan tetapi setidaknya kalau kita sedang bahagia kita harus berbagi. Sudahlah aku mau keluar ke rumahnya sekarang" tanpa menunggu aba-aba lagi wonbi keluar rumahnya menuju rumah jang sinwoo, teman sepermainannya, kebetulan sekali dia sudah berdiri di depan pagar.
"wonbi, bagaimana keadaaanmu?" tanyanya saat memasuki gerbang, tak jauh dari sana paman hanlong sedang mencuci pedang berharganya di depan rumah.
"aku baik-baik saja, emangnya kenapa?" Tanya wonbi balik. "aku tebak kau sudah lupa kalau kau membuat kerusuhan di pasar" kata sinwoo berterus terang, wonbi mencoba mengingat hal yang terjadi kemarin. Ah, tidak. Pikirnya.
seperti biasa Wonbi membantu pakaian dan barang-barang Hansung yang akan dibawa untuk ke akademi Haeseok. "semuanya aku rasa sudah cukup".
"Bukankah nanti malam kau ada pertemuan dengan beberapa pemuda di desa ini?" wonbi mencoba mengganti topic pembicaraan ketika melihat pamannya berdiri mendekati mereka.
"Ya, kau benar. Nanti malam kami ada musyawarah untuk membahas kebijakan desa ini, ayah.." kata hansung di sampingnya yang entah sejak kapan sudah berdiri di sana.
"Paman juga ikut?"
"Iya, ikut"
"Kalau begitu, bolehkah aku ikut juga?"
"Kau tidak kuijinkan"
"Kenapa? Kau tahu seantero desa ini tahu jika aku adalah tuan dari segala macam jenis masakan, lalu kenapa kau melarangku ke sana? Aku bisa berguna untuk memasak disana"
"Sudah ada tugas masing-masing"
"Tapi, aku juga harus berpartisipasi, aku tidak mau dianggap sebagai nona pemalas yang hanya menunggu kabar di rumah. Aku ingin ikut, aku tidak mau kau tinggal sendirian di rumah"
Hansung tetap diam, "Hansung!, aku ingin ikut dan aku harus ikut"
"Tidak kuijinkan! Sekali tidak kuberi ijin tidak akan seterusnya"
"Sudahlah, jangan bertengkar. Wonbi kau boleh ikut. Hansung, kenapa kau larang Wonbi untuk hadir?"
"Yey, aku akan siap-siap sekarang paman, eh nanti di balai pertemuan kan?"
Pamannya mengangguk, kemudian ia beranjak berdiri dan berangkat lebih dulu.
"Dandannya jangan lama, gak usah sok cantik nanti waktu disana"
"Iya iya" kata Wonbi bersungut-sungut hingga akhirnya dia diam mulai mengganti pakaiannya.
Sedangkan Hansung hanya tersenyum nakal mengahadapi adiknya itu. Ia sudah menaruh hati padanya sejak lama. Akan tetapi, ia menunggu disaat yang tepat. Oleh karenya ia sangat posesif dan melarang Wonbi bergaul dengan pria manapun.
Sesampainya disana orang sudah banyak yang berkumpul. "Hansung, kemarilah nak" merasa dipanggil Hansung langsung menghadap tapi sebelumnya "Wonbi, kau berkumpullah dengan gadis yang lain dan bersikaplah dngan baik"
Wonbi hanya mengangguk kencang. Malam itu wonbi sangat cantik sekali, rambut yang terikat rapi di belakang, setengah dicepal menggunakan jepitan motif kupu-kupu serta hanbok berwarna biru. Serasa malam itu dialah gadis paling canti satu desa tersebut.
Memang tidak bisa dipungkiri dia memang sangat cantik, apalagi goresan wajahnya menunjukkan bahwa dia sebenarnya berasal dari kalangan bangsawan. Bentuk dan lengkungan matanya sangat indah dan menawan sama persis milik ibunya. Sedangkan postur tubuhnya yang atletis seperti ayahnya. Karena selama ia tinggal dengan Hansung dan pamannya ia sudah siajari ilmu bela diri dan berpedang.
"Wonbi, kali ini tugasmu mengantar minuman ini ke depan"
"Baiklah"
"Tunggu, kau adiknya hansung kan? Kau berikan saja teko yang aku pegang ini ke kakakmu dan aku yang membawakan ini ke semuanya". Entah kenapa perasaan Wonbi ada yang aneh, ia sepertinya baru pertama kali melihat gadis ini. Apa ia warga desa ini? Atau... ah mungkin saja ia adalah pendatang.
Warga yang menyajikan makanan berlalu lalang di hadapan semua kaum terpandang di desa tersebut tidak mengganggu acara sama sekali, semua tetua desa maupun pemudanya memusatkan perhatian mereka penuh untuk mendengar pendapat dari ayahnya Hansung.
Namun, semua itu berubah ketika Wonbi masuk membawa nampan dan teko untuk disuguhkan kepada kakaknya, Hansung. Semua pemuda yang melihat kecantiknya malam itu seolah terbius dan tak bisa berhenti menatap Wonbi. Hansung yang menyadari penglihatan teman-temannya itu langsung mengambil tindakan. Ia pun pura-pura membersihkan tenggorokannya. Seketika itu juga semua pemuda yang melihat Wonbi menjadi salah tingkah dan berusaha memerhatikan tetua yang sedang berbicara.
"Kakak, semangat. Kau harus bisa membuat semua orang takjub malam ini" kata wonbi dengan suara yang ia usahakan terdengar sangat pelan.
Sambil memandang adiknya Hansung pun tersenyum, "Terima kasih adikku" Meskipun begitu, dengan melihat senyummu sekilas aku sudah merasa semangat sejak awal.
Wonbi keluar dari barisan rapat tadi menuju keluar balai pertemuan untuk bergabung dengan teman-teman gadisnya yang lain. "Hey, Wonbi seseorang yang berlari dalam bayangan gelap itu siapa?" Kata Sinwoo sambil menunjuk kepada sesosok bayangan hitam yang berlari masuk ke hutan.
"Kenapa ada orang yang lari kesana? Apa dia benar manusia atau aku yang salah lihat?" tambah sinwoo. Bahkan wonbi tidak melihat apapun seperti yang dikatakan oleh sinwoo.
Suara detingan gelas memecahkan keheningan. Pasalnya gelas yang dipakai Hansung pecah dan Hansung batuk mengeluarkan darah hitam. Semua orang yang hadir tentu terkejut melihat hal itu dan mereka tahu sepertinya ia sedang diracun. Tapi siapa?.
"Hansung!" Teriak wonbi langsung menerjang kerumunan dan mendapati kakaknya terkulai lemah bersimbah darah. Dia kemudian mengangkat kepalanya Hansung dan meletakkannya di pundaknya. "Hansung, apa yang terjadi? kenapa kau seperti ini".
Rasanya suaranya sudah tercekat di tenggorokannya sejak tadi hingga akhirnya yang timbul suara bisiknya yang menahan tangis meskipun sebenarnya tangisnya sudah tumpah sejak tadi.
"Hati-hati, pada gelas perak. Wonbi, lindungi dirimu sendiri". Hansung lalu mati seketika.
"Hansuuuuung, jangan mati!! Aku tidak punya kakak selain dirimu!!" Teriakan Wonbi menggema seisi ruangan saat itu. Semua pusat perhatian mereka beralih dari wonbi dan paman hanlong.
Hanlong pun segera turun dari tempat duduk semula dan menatap sekujur tubuh putra semata wayangnya yang ia rawat selama ini ternyata pergi meninggalkannya lebih dulu. Air mata perlahan menetes satu per satu keluar dari matanya. Ia tidak ingin menangis, tapi rasa sakit di hatinya melebihi rasa sakit apapun yang pernah ia rasakan sebelumnya.
Tapi kematian tak bisa menghindar malam itu. Hansung rupanya telah dibunuh dengan racun.
"Siapa yang memberi racun?"
"Bukankah tadi yang membawakan minum adalah Wonbi sendiri?"
"Wonbi, kau meracuni kakakmu? Wonbi benarkah?"
"Adik macam apa kau ini?", orang-orang yang sedang berkerumun mulai menggunjingkan kemungkinan apa yang terjadi malam itu.
'Tunggu Wonbi tidak mungkin melakukannya"
"Lalu siapa?"
Semua orang mempeributkan siapa yang membubuhkan racun pada Hansung. "Jika kalian bertanya siapa yang membunuh Hansung, aku rasa orang inilah yang tepat" Sebuah suara tiba-tiba muncul di balik kerumunan orang banyak.
Semua langsung menoleh dan saat Dongchan membuka karung tersebut semua orang langsung terkejut. Karena orang yang dijadikan tersangka ternyata sudah meninggal dengan keadaan urat di leher terputus. Dia adalah gadis yang menukarkan teko tadi kepada Wonbi. Sungguh, bukan Wonbi yang membunuh Hansung dikarenakan akan ada banyak saksi yang mengetahui bahwa bukan Wonbi yang membunuh.
Semua warga bingung, bagaimana cara menghukum yang meracuni Hansung jika orang tersebut sudah meninggal. Akhirnya semua orang melihat dengan iba pada Wonbi dan Ayahnya Hansung.
"Putraku! Hansung! Apa yang terjadi?" Teriak paman hanlong yang di tengah kerumunan orang banyak.
Paman! Kakak...
Mereka tak mampu berbicara dan hanya saling memeluk satu sama lain. Kehilangan satu-satunya putra yang ia miliki membuatnya sangat sedih. Sedangkan bagi Wonbi, Hansung adalah segala-galanya bagi dia.
Kini rasanya, malam berbintang tak bisa seindah dulu lagi.