webnovel

Ch - 17 : Ingin Hidup?

Shin berjalan pulang. Wajahnya terlihat lesu dan murung, seperti biasanya. Namun, dia seperti mengabaikan atau tidak terlalu mempedulikan soal kejadian hari ini, contohnya surat ancaman Pembunuhan yang diberikan seseorang kepadanya.

Surat ini hanyalah tanda kekesalan para Fans dari gadis-gadis tadi saja, tidak ada maksud lain atau bahkan Pembunuhan. Manusia bodoh mana yang membunuh seseorang demi Idolanya? Idolanya saja belum tentu mengenalnya, lagipula Pembunuhan bukanlah tindakan kriminal sepele.

Tapi harus dia akui, nyali orang-orang itu sangat hebat hingga berani mengirimkan surat seperti ini kepadanya. Hal ini mengingatkannya kepada Game Simulasi Kencan tentang seorang karakter Mob yang menjadi kekasih seorang Heroine.

Namun, ini adalah kehidupan nyata, dia tidak bisa menerapkan hal yang serupa atau pun pilihan yang dia pilih di Game untuk merebut hati Sang Heroine. Semua masalah ini terjadi akibat dirinya yang terlalu meremehkan seorang Gadis.

Dan kini, dia bertemu dengan gadis yang tadi memberinya masalah.

"Ah! Kamu adalah laki-laki yang bersama Micchon saat itu, kan! Kebetulan sekali kita bertemu di sini!"

'Aku membenci Kebetulan.'

Gadis itu mendekatinya dan seolah-olah sudah akrab dengannya. Padahal pertemuan pertama mereka terjadi Kantin tadi. Melihat penampilannya saja, Shin sudah bisa memahaminya kalau gadis ini adalah tipe gyaru yang gaul.

'Tapi, apa yang dia lakukan di Toko Jahit?' Pertanyaan itu muncul dikepalanya sesaat setelah dia memikirkannya. Baru saja Gadis itu keluar dari Toko Jahit dan menyapanya.

"Apa yang kau bawa, Katigawa-san?"

Nama gadis tersebut adalah Katigawa Marin. Shin dan Katigawa berkenalan sebentar, dan Katigawa langsung pergi untuk bertemu teman-temannya yang lain. Dari pembicaraan yang dia dengar dan bertanya pada Shikimori, ternyata Katigawa adalah teman SMP Shikimori dan Kamiya.

Tidak ada yang spesial dari Katigawa, hanya saja dia cukup di atas rata-rata pada Nilai Akademik meski dengan penampilannya yang seperti itu. Kata Shikimori juga, Katigawa bisa bersekolah SMA Elie Tokyo karena keluarganya cukup kaya.

"Yang kubawa? Ah, ini … ini cuma bawaan doang."

"Mencurigakan sekali. Apa kau menyembunyikan barang-barang aneh di dalam kardus itu?" Shin jelas ingin mengetahui isi kardus yang Katigawa bawa.

Katigawa menyembunyikannya ke belakang tubuhnya, tatapannya di alihkan ke arah lain. Sudah pasti dia sedang berbohong, menimbulkan kecurigaan lain dari Shin yang benar-benar ingin tahu isi kardus itu saat ini.

"Ngomo—"

"Jangan mencoba-coba mengalihkan pembicaraan."

"Kuhh." Katigawa mengeluh sebentar. "T - Tapi, jangan tertawa, oke?" Tanya Katigawa untuk memastikannya.

"Untuk apa tertawa?"

"Aku mempunyai hobi … aneh."

"Aneh?" Kemudian, Shin melihat Katigawa membuka kardus itu perlahan, memperlihatkan isinya yang … tidak aneh sama sekali. Hanya baju hitam berlengan panjang dan terlihat seperti baju yang mengikuti trend saat ini, tidak ada yang aneh sama sekali dari baju hitam tersebut.

"Pasti aneh, kan?"

"Apanya?"

"Eh? Tidak! Ini jelas-jelas aneh!"

"Kau sendiri yang bilang itu aneh, tapi bagiku tidak. Apanya yang aneh dari baju tersebut? Paling-paling, jahitannya saja yang tidak rapih dan aku berpikir kalau yang menjahitnya adalah seorang amatiran."

"B - Begitu."

"Apa kau yang menjahitnya?"

"Uhm … Begitulah." Walaupun Katigawa lega karena Shin tidak menertawakannya, tapi kata-katanya tadi benar-benar menyakitkan.

"Jadi, kau suka cosplay?"

"Tentu saja! Mereka imut!"

Tak disangka jawaban Katigawa terdengar sangat bersemangat, lalu dia mulai menjelaskan kenapa dia suka Cosplayer dan keimutan tentang para Cosplayer wanita.

'Wajahnya terlalu dekat.' Shin mereka agak tidak nyaman ketika Katigawa mendekatkan wajahnya, apalagi tatapan berbinar-binar Katigawa membuatnya terlihat seperti gadis polos yang menceritakan hobinya.

"Lantas, kenapa kau menyembunyikannya? Maksudku, kau terlihat sangat menyukai Cosplay dan ingin membuat pakaian Cosplay untuk dirimu, yah meskipun agak gagal sepertinya. Tapi pertanyaannya, kenapa kau menyembunyikannya?"

"Bukankah ini sangat kekanak-kanakan? Yah, tidak ada yang membenci atau tidak suka padaku ketika aku membicarakan hal-hal tentang Cosplay, hanya saja aku merasa kalau … ini sangat kekanak-kanakan." Jawab Katigawa tanpa kebohongan.

"Kau menyembunyikan hal ini juga dari Shikimori-san dan Kamiya-san?"

"A - Ah, seperti itu."

Padahal Shin berpikir kalau Katigawa adalah orang yang terbuka untuk teman-temannya, tapi  Katigawa masih menyembunyikan sisi lainnya. Namun, dia bisa memahaminya karena semua orang punya sisi yang tidak ingin dilihat oleh orang-orang, termasuk dirinya.

"Jika kau berpikir kalau hobimu terlihat kekanak-kanakan, kurasa itu lebih baik daripada hobi merugikan orang lain. Coba pikirkan saja, hobimu ini adalah untukmu dan kesenanganmu, lalu dirimu sendiri yang melarang hobimu. Itu … yah pasti agak merepotkan untuk menahan diri.

Katigawa terdiam sesaat, lalu dia tersenyum dan tertawa pelan. "Tak kusangka Sasaki-kun yang terlihat seperti penyendiri bisa berkata seperti itu. Tapi, aku tidak sedang mengejek kok. Aku cuma kaget saja. Terima kasih."

Senyum Katigawa sangat tulus sampai-sampai perasaannya tersampaikan kepada Shin. Padahal sebelumnya, senyuman Katigawa cuma sebatas senyuman sopan saja, tapi kali ini sangatlah tulus.

Shin mengalihkan tatapannya ke langit, melihat kalau langit sudah mulai gelap. "Syukurlah kalau kata-kataku bisa membantumu sedikit. Sayangnya aku tidak punya banyak waktu."

"Oh, begitu. Sampai bertemu kembali di Sekolah, ya!"

"Ah, oke."

***

"..." Shin menatap datar teman-temannya yang sedang menunggu kepulangannya di Apartemennya. Mereka semua terlihat gembira ketika melihat dirinya yang baru saja keluar dari lift. "Brengsek, kalian benar-benar menganggap Apartemenku sebagai tempat bermain kalian, ya." Ucap Shin dengan kesal.

"..." Tapi, semua orang tidak berani menjawabnya, hanya berpura-pura tidak tahu seperti orang bodoh.

"Lalu, kau! Miyuki, aku akan membalasmu nanti! Kau sudah mengkhianatiku dan meninggalkanku saat sedang terkena masalah."

"T - Tunggu! Itu cu—"

"Aku tidak menerima alasan lagi." Shin menghela nafas sejenak, lalu mengambil kunci dari saku celananya, membuka pintu dan mempersilahkan teman-temannya masuk.

"""Yohoo!""" Shirogane, Ishigami, Kirito masuk ke dalam dengan wajah bahagia.

Shin juga masuk ke dalam, lalu segera mengganti pakaiannya di kamarnya. Dia merasa lelah dan menidurkan tubuhnya di kasur yang nyaman, terdengar suara-suara dari ruang tamu, sepertinya teman-temannya sedang mencoba Game baru atau apapun itu.

Pokoknya dia saat ini ingin beristirahat terlebih dahulu. Sebentar saja. Dia menekan satu tombol, seketika suara-suara di ruang tamu sudah tak terdengar lagi. Dia menjadi lebih santai dan bisa tertidur.

***

*Shin*

"Lihat, Ayah! Aku mendapatkan Juara Pertama!"

"Itu hebat."

"Lihat! Hahahaha. Ibu, aku juga sudah belajar tentang ini!"

"Wah, hebatnya."

Entah sejak kapan itu, tapi … aku sudah kehilangan minat lagi. Jika seseorang bertanya kepadaku apakah masa kanak-kanak ku adalah masa yang indah. Jujur, aku pun bakal sulit menjawabnya, karena semua masalah terjadi saat itu.

Aku hidup di Keluarga yang terbilang Spesial dan sangat kaya. Ayah yang hebat dan kukagumi, lalu Ibu yang cantik dan sangat penayangan. Kurang apa lagi? Tidak ada, bagiku semuanya sudah cukup.

Aku terus mendapatkan Prestasi besar, karena aku ingin dipuji. Haus akan pujian … begitulah. Namanya juga anak-anak, pasti sangat ingin dipuji dan diakui oleh orang tua, termasuk diriku.

Karena Keluargaku kaya, membuatku sulit berkomunikasi dengan anak-anak seumuranku. Paling-paling kami hanya berbincang beberapa saat, sebelum anak-anak lain mulai menjahuiku seiring aku … mendapatkan Prestasi.

Aku pintar, tidak ada satupun dari mereka yang bisa mengalahkanku. Tentu saja … aku menjadi sombong, kesombongan dan keserakahan. Aku ingin mendapatkan semuanya yang kumau.

Aku tidak mempedulikan mereka yang memandangku berbeda seolah-olah aku adalah yang Terbaik. Itu bagus! Karena aku memang hebat! Di antara mereka, hanya ada satu anak yang mau berteman denganku meski dengan sifat menyebalkanku sekalipun.

Dia tetap mau berteman. Jadi … aku berubah pikiran.

"Oke, aku akan berteman denganmu!" Ucapku saat itu.

Kita berteman. Kupikir itu selamanya bakal berlangsung, tapi … setelah itu … kejadian mengerikan menimpaku. Pertama-tama adalah masalah yang membuatku tidak bisa bertemu dengannya, lalu …

Aku membunuhnya. Temanku satu-satunya.

"Hei, hei, kau yang membunuhnya, loh."

Tidak, tidak.

Ini ada yang salah.

"Hahahaha, kau memang Anakku. Itu hebat sekali!"

Tidak, tidak, TIDAK, TIDAK!!

INI BUKAN SALAHKU! AKU TIDAK MEMBUNUHNYA!

AYAH, KAU LAH YANG MEMBUNUH TEMANKU! KEMBALIKAN DIA!!

"Apaan? Kau yang membunuhnya. Aku sih tidak peduli. Lagian, bukankah seharusnya kau senang karena aku baru saja memujimu?"

Benar … mengapa aku tidak senang dan malah marah ketika Ayah memujiku? Walaupun tindakanku adalah Pembunuh, tapi … pujian tetaplah pujian. Seharusnya tidak ada yang berbeda.

Mengapa aku begitu marah? Aku kan serakah, mengorbankan apapun di sekitarku demi mendapatkan pujian. Bahkan secara perlahan-lahan aku menggerogoti diriku sendiri.

"Kenapa kau malah terdiam? Hehehe … HAHAHAHA! Katakan Anakku! Mengapa kau membunuhnya? Kau yang membunuhnya! Aku melihatnya sendiri! SEMUA ORANG MELIHATMU MEMBUNUH TEMANMU SENDIRI!"

Tatapan … tatapan … tatapan. Orang-orang ini mengapa memandangku seolah aku adalah kotoran!?! Aku adalah yang terhebat! Aku dipuji oleh Ayah atas … tindakan … yang …

Benar juga. Pembunuhan.

Apa yang sedang kulakukan saat ini? Tanganku penuh dengan darah. Organ-organ dalam manusia berhamburan dimana-mana, bibirku juga berdarah, tapi bukan darahku … Tunggu, apa aku baru saja memakan daging temanku sendiri?

Ini tidak enak. Aku ingin muntah …

Bukan.

Aku mau muntah bukan karena rasanya, tapi …

Kenyataannya!

"HAHAHAHAHA! APA KAU SUDAH MENYADARINYA!?! KAU YANG SALAH! KAU TIDAK MAU MENERIMA KENYATAAN KALAU KAU SENDIRI YANG MEMBUNUH TEMANMU SENDIRI, LALU MENYALAHKANKU!"

Tidak, tidak, tidak, tidak, TIDAK, TIDAK, TIDAK, TIDAK MUNGKIN!

AKU … AKU HANYA INGIN HIDUP!

***

"Huhaaahhhhh … Haaahhhhaaahhhh … Hhhhaaahhhh."

Shin bangun dari tidurnya dengan nafas terengah-engah seolah baru saja berlari ribuan kilometer. Tubuhnya penuh keringat, lalu dia berdiri dan berjalan menuju kamar mandi di sebelahnya.

Membasuh wajahnya, dia melihat wajahnya yang sangat berekspresi … eskpresi ketakutan total. Kemudian, dia memuntahkan isi di dalam perutnya, semuanya hingga perutnya benar-benar kosong.

"Ueeghhhkkk!"

"Arkmanh Shin, kau telah membunuh temanmu sendiri."

"Arkmanh Shin, hadapilah kenyataannya!"

"Uueghhhkkk!!"

Shin membasuh lagi wajahnya, memukul wastafel dengan sedikit tenaganya, dia meringis bukan karena kesaktian, tapi … lagi-lagi kenyataannya menamparnya dengan keras.

"Aku bukan Arkmanh Shin. Namaku Sasaki Shin." Shin tidak mau menerimanya, dia ingin kehidupannya berlangsung seperti ini.

Dia bukan Arkmanh Shin. Dia akan melepaskan itu jauh-jauh dari hidupnya. Namanya adalah Sasaki Shin, atau Sasaki Yieula Shin. Nama dari Ibunya.

"Ueghhhkkk!"

***

"Ayah, kenapa kau melakukan itu?!"

"Apanya? Kau lah yang membunuhnya. Jangan menyalahkan seseorang ataupun keadaan. Hadapilah kenyataannya."

"Aku … Itu bukan aku! Kau! Kau jelas-jelas yang memprovokasiku agar aku bisa melukainya, tidak … lebih tepatnya membunuhnya."

"Nak, kau lah yang tidak bisa melihat kenyataan. Kau buta akan tipu daya seseorang. Apa kau tahu ..? Kau pasti tahu apa yang dia sembunyikan dan motifnya. Karena itulah kau tidak mau menerima kenyataan dan berpura-pura seakan kau tidak mengetahui apapun."

"Bukan! Aku … Aku …"

Pria itu menyeringai. "Apa yang ada di dalam otakmu? Orang kuat tidak pernah mengutamakan empati, tapi rasa akan iri hati. Empati hanya akan membuat seseorang menjadi lemah, seperti dirimu. Kau tahu … kau sangat menyebalkan."

"Khgghhh … AKU HANYA INGIN—"

"Hidup? Tapi kau sudah hidup dan mati termakan kenyataannya yang kau anggap tidak pernah ada itu." Pria itu berbalik, lalu melirik kebelakang. "Temanmu hanya ingin mendekatimu hanya ingin uang darimu. Dia memanfaatkanmu untuk kepentingannya." Ucapnya.

"Dewa tidak pernah dimanfaatkan, mereka lah yang memanfaatkan seseorang. Itu adalah intinya. Kuharap kau memikirkan betapa bodohnya dirimu akhir-akhir ini, Nak."

***

(A/N : Aargghhh! Kurasa ini agak dipaksakan sih, tapi aku tidak peduli. Setelah sembuh dari demam, aku langsung dipanggil ke Sekolah untuk mengerjakan semua tugasku sebagai OSIS.

Benar. Kalau kalian mengira aku cuma bocah nolep dan tidak punya hal lain untuk dilakukan, kalian salah. Aku aktif di organisasi untuk mencari pengalaman.

Akibatnya, waktuku untuk menulis jadi kurang. Bayangkan saja, jam 6 pagi harus sudah disekolah, bahkan pulang pun kadang sampai jam 5 sore atau malam.

Jadi setelah libur panjang kemarin, aku benar-benar aktif lagi. Semoga saja kalian tidak bosan membaca novel ini dan menunggunya.

Maafkan aku. (〒﹏〒) )