webnovel

Aku Kesal 2

Ellen tidak banyak berpikir setelah kejadian Hendrick menolong dirinya tadi, ia menghela napas panjang dan duduk di bangku, tentunya bersama dengan Olive yang terlihat bersusah payah memakan makanan dietnya.

Selama kuliah, Ellen tidak pernah benar-benar punya teman, ia tidak tahu harus bersikap seperti apa, di masa lalu ia dan temannya berteman hanya untuk bertahan hidup, yang penting mereka bisa makan dan punya uang.

Tidak peduli sejahat atau seburuk apa pun itu, Ellen hanya menganggap teman-teman panti asuhannya sebagai tempat bertahan hidup.

Dan sekarang, semua itu telah berlalu. Ellen tidak tahu harus memperlakukan Olive seperti apa.

"Apa yang biasanya kau dan Teresa lakukan?"

Olive yang sudah mengunyah makanan penuh serat miliknya melirik Ellen, ia mengetukkan jarinya di bangku, mencoba mengingat apa saja yang ia lakukan biasanya.

"TIdak banyak, kami hanya ngobrol, lalu menganggu seseorang yang dianggap lemah saja." Olive terkekeh, mengingat itu ia menjadi sedikti bersalah karena Ellen adalah orang yang sama. "Yah, itu kebiasaan buruk."

"Sangat buruk sampai aku ingin meremas wajahmu sekarang." Ellen mendengkus, ternyata tidak ada yang bisa diharapkan dari seorang Olive.

Mereka sepertinya memang tidak normal.

Baik Ellen atau Olive, mereka tidak normal, Ellen mengerutkan kening, sepertinya apa yang ada di sekitarnya memang tidak pernah normal, semuanya aneh.

"Maaf, aku tidak akan melakukan hal seperti itu lagi." Olive bergumam pelan, bangku yang mereka duduki ini agak jauh dari mahasiswa yang lain.

Seharusnya mereka baik-bak saja.

Sebelum Teresa dan teman-temannya yang lain datang mengelilingi Olive dan Ellen, Teresa tersenyum miring.

"Puas sekarang Olive? Kau sepertinya sudah punya teman baru "

Olive melirik Ellen, lalu menghela napas panjang. "Bukankah sudah kubilang jangan ganggu aku dan Ellen lagi?"

"Apa tuh? Apa aku terlihat menganggu?" Teresa tersenyum, sepertinya ia mewarnai rambutnya dengan warna ungu di ujungnya, ia terlihat keren tapi sayang senyumannya itu merusak segalanya.

Olive tidak takut dengan Teresa, lagipula ia sudah berteman dengan Teresa dalam waktu yang lama, ia tahu Teresa tidak akan mau mengotori tangannya sendiri, ia pasti akan menyuruh orang lain.

"Kalau kau tidak menganggu sebaiknya pergi." Olive tanpa basa-basi mengusir Teresa, bahkan matanya sekarang menatap dengan penuh kebencian.

Karena Teresa, ia melakukan banyak hal yang buruk.

Teresa membawa pengaruh buruk dan ia harus menjauhinya segera.

Ellen yang ada di samping Olive ikut berdiri, ia tidak ingin membuat keributan.

"Apa yang kau inginkan?" Ellen mendorong Teresa dengan kasar, mencoba untuk wanita itu menjauh. "Jika kau hanya ingin bertanya apakah kami baik-baik saja, maka kami baik-baik saja dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Bisa tidak jangan terlalu mencampuri urusan orang lain?"

Olive yang ada di samping Ellen tertegun, Ellen memang benar-benar berubah dari yang dulu, ia tidak membiarkan dirinya lagi untuk direndahkan.

"Kau jadi banyak bicara, ya." Teresa menggertakkan gigi, marah. Ia mengangkat tangannya ingin menampar, tapi seruan dari Elmer dari kejauhan menghentikannya.

"Hei, ayo berkumpul! Sebentar lagi kita akan berangkat."

"Apa karena sekarang kau sudah punya teman jadi kau sangat sombong?" Teresa mencoba mengabaikan teriakan Elmer, ia masih mencoba mengolok-olok Ellen.

"Aku sombong atau tidak, bukan urusanmu." Ellen mencibir, ia menatap Teresa dengan sinis.

Teman-teman Terasa bergumam-gumam. Mereka sepertinya tidak senang dengan perkataan Ellen.

Seharusnya Ellen diam saja dan menunduk agar Teresa senang, tapi pada kenyataannya, Ellen yang sekarang selalu menantang balik.

Teresa menggertakkan gigi. Marah, untuk sementara ini ia harus menahan emosinya, jangan sampai reputasinya menjadi buruk di depan para dosen.

Ellen melirik Elmer yang melambaikan tangan, meskipun laki-laki itu sedikit menyebalkan, tapi ia tanggap dalam situasi.

"Cih, kalian selamat. Aku tidak akan diam saja nanti." Teresa mendecih pelan dan ia bersedekap menatap Ellen dan Olive, teman-temannya yang lain mencibir dan mereka mulai berjalan menuju bus.

"Astaga, Teresa memang seperti itu."

Olive melirik Ellen, ia agak sedih sebenarnya dengan perilaku Teresa dan meninggalkan temannya itu demi berteman dengan Ellen.

Olive tidak mungkin mengatakan pada Teresa kalau alasan ia berteman dengan Ellen adalah karena mimpi-mimpi buruk yang terus menghantuinya setiap malam, ia takut dan ia akhirnya mengerti kalau apa yang ia lakukan adalah kesalahan.

Kesalahan yang fatal dan bisa menyebabkan mental seseorang runtuh, untunglah ia menyadarinya lebih dulu dan segera meminta maaf, tapi Teresa … wanita itu memusuhinya.

"Sudahlah, tidak usah dipikirkan." Ellen tidak ingin ambil pusing, ia meraih tas dan langsung berjalan. "Ayo, kita harus naik atau kita akan ketinggalan."

"Ah, iya." Olive tersenyum, ia berjalan berdampingan bersama Ellen.

TUK!

"Oh," seru Ellen saat ia tidak sengaja menjatuhkan botol minuman yang ia bawa, botol itu menggelinding ke samping. "Aduh, aku tidak boleh membuangnya sembarangan!"

Karena ia selalu bersama Liu, ia memiliki kebiasaan membawa sampah sampai ia bertemu tempat sampah dan membuangnya dengan tertib.

"Cepatlah, semua orang sudah naik." Olive bergumam, ia berjalan beberapa langkah di depan Ellen. "Ayo, Ellen!"

"Iya, ini sudah kupungut." Ellen mengambil botol dan setengah berlari mengikuti langkah Olive menuju pintu bus, matanya tiba-tiba saja menangkap sosok berwarna jingga di dekat semak-semak.

"Apa itu?" Ellen terdiam, matanya seakan terpaku pada sosok berwarna jingga yang bergerak lembut di atas rumput.

"Ellen! Jangan melamun!" Olive menarik tangan Ellen, mereka segera masuk dan mencari tempat duduk. "Kenapa kau tiba-tiba diam sih, kita hampir kena marah dosen!"

"Maaf, tapi aku yakin tadi aku melihat sesuatu." Ellen mengusap dahinya, lalu melirik ke jendela bus.

Di atas rumput, ia melihat seekor rubah yang menggerakkan ekornya dengan anggun, terlihat jinak dan ingin dipeluk.

"Rubah?"

Rubah itu terlihat sangat lucu dan lembut, ia berjalan dengan lambat di atas rumput, matanya terlihat besar dan memancarkan aura yang membuat siapa pun yang melihatya ingin memungut dan membawa kembali ke rumah.

"Itu hewan liar." Olive yang mengikuti arah pandang Ellen bergumam, ia alergi bulu dan tidak bisa berdekatan dengan hewan. "Lucu sih, tapi lebih baik jangan menyentuhnya."

Olive mengoceh di samping Ellen, mengatakan betapa bahayanya kalau mereka sampai tergigit. Bus perlahan-lahan mulai berjalan dan meninggalkan rubah di belakang.

Ellen tiba-tiba teringat perkataan Liu, laki-laki itu sepertinya bisa melihat masa depan, ia memang tidak boleh memungut hewan liar sembarangan.

Wanita itu menghela napas, ia dan Olive mulai melupakan topik mereka tentang rubah dan mulai berbicara hal lain.

Sementara itu Hendrick yang duduk di kursi belakang memejamkan mata, Yena benar-benar tidak melepaskan Ellen, ia mengikuti sampai sejauh ini.

Hendrick tidkt bisa diam saja, ia harus melakukan sesuatu sebelum semuanya terlambat.