webnovel

Be My Bride

Luna Banadeth dicap sebagai wanita gila karena ingin mempertahankan rumah tangganya dari perselingkuhan yang dilakukan oleh suami dan sang sahabat. Luna memiliki dendam yang amat dalam hingga ia memutuskan pergi ke bukit terpencil dan memohon kepada Dewa untuk membantunya membalas dendam. Namun, apa jadinya jika yang datang menolongnya adalah roh naga yang sekarat karena pertarungan di masa lalu? Bisakah roh naga itu mengatasi masalah yang melanda Luna? "Aku ... aku ingin ... Iblis untuk balas dendam! Kenapa datangnya malah seekor kadal?!" Luna. "Aku ... selamatkan aku dulu ... aku terluka!" Aodan. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, inilah kisah Luna bersama roh naga yang menjadikan dirinya sebagai pengantinnya!

Winart12 · Fantasy
Not enough ratings
497 Chs

Pasangan Pengkhianat 4

Gerald menghela napas panjang, ia tiba-tiba merasa marah hanya karena hal seperti ini. Perasaannya tidak kunjung membaik setelah mengunjungi Luna, tidak pernah terpikirkan sebelumnya hanya karena ia melihat Luna baik-baik saja menyambutnya membuat pikirannya tidak karuan.

Ini benar-benar berbeda dari yang ia inginkan.

Gerald Alberth adalah keluarga kaya, sejak kecil ia selalu dilimpahi kemewahan, apa pun yang ia inginkan akan tersedia di depannya. Semua orang tunduk dan segan padanya, begitu pula dengan Luna.

Di masa lalu, Luna akan menjadi boneka yang patuh menunggunya di balik pintu, jika ia tidak memperbolehkannya keluar, maka wanita itu tidak akan keluar sampai ia mengizinkannya.

Hanya saat mereka bercerai, saat itulah Gerald melihat perubahan sorot mata Luna. Sorot mata lembut dan penuh kasih itu berubah menjadi dendam dan sakit hati.

Ini menyenangkan bagi Gerald, ia ingin melihat sejauh mana wanita itu bertahan tanpa dirinya, menunggu Luna kembali dan berlutut di bawah kakinya, memohon agar ia menjadi miliknya lagi.

Tapi semua itu tidak terjadi!

Gerald tidak mengerti apa yang salah, tapi semua yang ia bayangkan tidak pernah terjadi! Seperti ada sesuatu yang muncul di depan Luna dan mengubah semua itu dalam waktu singkat.

Tapi apa?

Tidak mungkin seekor kadal mengubah semuanya kan?

Binatang merayap yang menjijikkan itu tidak mungkin benar-benar membuat Luna berpaling darinya.

Ada banyak hal yang berputar di kepalanya saat ini dan Gerald tidak bisa menemukan jawabannya, laki-laki itu bersandar di sofa dan memijit pelipisnya dengan pelan.

Sebenarnya itu bukan masalah besar, Gerald bukan anak remaja yang gampang terbawa emosi hanya saja ia sudah terlanjur percaya diri dengan kehancuran Luna atas dirinya dan juga ia masih tidak menyangka dengan penjelasan Rachel.

Bagaimana bisa seekor kadal meledakkan empat ban mobil sekaligus? Itu adalah hal yang paling mustahil yang pernah terpikirkan. Rachel pasti sangat kaget hari itu dan ia tidak bisa mengendalikan dirinya.

"Sayang?" Suara Rachel samar-samar terdengar, wanita itu baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah. "Sayang, apa yang kau pikirkan?"

Gerald meremas ponsel dan masih terlarut dalam pikirannya, rasanya ia ingin mengumpati Luna dan menyeret wanita itu agar tunduk padanya, ia mengabaikan Rachel yang ingin mendekatinya dan memeluknya.

"Ada apa? Wajahmu terlihat jelek saat keningmu berkerut."

Rachel menekan kening berkerut Gerald dengan jari-jarinya, ia menatap Gerald dengan wajah memelas, dalam hati ia mengumpati Luna, jelas ia bisa menebak jika yang ada di pikiran Gerald saat ini adalah mantan istrinya.

"Tidak, tidak."

Gerald melambaikan tangannya dan mengambil segelas air di atas meja, laki-laki itu meminumnya sampai tandas dan menghempaskan gelas kembali. "Aku hanya kehausan saja."

"Sayang …." Rachel bergumam manja dan memeluknya dari samping, jubah mandi miliknya tidak terikat erat sepenuhnya, menampilkan jejak-jejak percintaan mereka tadi malam. "Tidak usah pusing-pusing memikirkan Luna … dia bukan siapa-siapa lagi. Sekarang hanya ada aku di sisimu."

Gerald mendengkus, wajahnya masih merah karena menahan emosi dan kedua tangannya bersedekap. Laki-laki itu akui jika Luna sekarang hanyalah mantan istrinya, tapi mereka punya banyak kenangan dan laki-laki itu masih sulit menghapusnya dari ingatannya.

"Aku tidak memikirkannya."

"Tapi kau marah," sahut Rachel dengan cemberut, kedua alisnya terkulai ke bawah, menampilkan ekspresi memelasnya. "Katakan saja sayang, kau masih memiliki rasa dengan Luna, kan?"

Gerald melirik Rachel, ia menggelengkan kepalanya dan memeluknya erat.

"Aku tidak cemburu, sampai kapan pun hanya kau yang aku cintai. Aku hanya khawatir dengan kehidupannya."

"Ah … pasti soal rumor yang mengatakan dia gila itu ya …." Rachel menegakkan tubuhnya dan menganggukkan kepalanya seakan ia mengerti. "Kupikir Luna hanya bermain sandiwara, sayang."

Gerald berdehem, ia sebenarnya juga curiga bahwa Luna berpura-pura gila untuk mendapatkan perhatiannya. Ia tidak tahu mengapa ia tiba-tiba marah hanya karena Luna yang terlihat tidak peduli lagi padanya.

Dalam hatinya, Gerald bertanya-tanya, mungkinkah ia khawatir dengan Luna?

Tapi mereka sudah bercerai, mungkinkah dia masih mencintai Luna mantan istrinya itu?

Gerald tersenyum tipis, bagaimana mungkin ia masih mencintai Luna? Ia ingat bagaimana mereka berdua berdebat di persidangan cerai mereka, yanga tersisa di hatinya kini hanyalah rasa benci. Laki-laki itu merasa semua waktunya yang ia habiskan bersama Luna adalah sebuah kesia-siaan.

Untungnya ia lebih cepat menemukan Rachel, wanita lembut yang ada di sampingnya ini membuatnya sadar dan berpaling dari Luna.

"Aku tahu. Luna hanya bertingkah saat ini, tidak mungkin menemukan penggantiku secepat itu. Dan juga … siapa yang percaya dia benar-benar membawa seseorang di hari pernikahan kita? Tidak ada seorang pun!"

Rachel tertawa, baginya Luna hanyalah wanita naif yang tidak bisa apa-apa selain mengandalkan Gerald di masa lalu. Wanita itu adalah wanita miskin, ia tidak mungkin mampu membayar orang lain untuk berpura-pura menjadi kekasihnya, Luna hanya akan mempermalukan dirinya sendiri.

"Ya, sayang. Sebentar lagi semua orang sedang melihat kebodohan Luna. Sudahlah, ayo mandi. Aku akan menemanimu sarapan."

Gerald memeluk Rachel, ia menyesap aroma wanita itu seperti yang biasa ia lakukan dengan Luna, sesaat ia menyadari jika aroma tubuh mereka berbeda.

"Aku akan menyiapkan sarapan, apa yang ingin kau makan?"

Gerald terdiam selama beberapa saat.

"Gerald?" Rachel mendengkus pelan, ia tidak suka diabaikan oleh Gerald.

"Ya … ya sayang. Aku akan mandi dan bersiap. Apa pun yang akan kau buat, aku akan memakannya."

Gerald menempelkan bibirnya di pipi Rachel dan melangkah keluar ke kamar mandi, Rachel membuang muka dengan wajah yang memerah, ia tersenyum malu.

Begitu pintu kamar mandi tertutup, senyum malu-malu Rachel sirna, tergantikan dengan sorot mata yang dingin, ia mengambil ponselnya di atas meja dan mengetikkan beberapa kata di sana.

Rachel tidak ingin Luna merusak rencananya yang sudah berjalan mulus, ia tidak akan membiarkan wanita itu membuat perasaan Gerald kembali goyah di hari-hari menuju pernikahan mereka.

Dia harus mengawasi apa yang dilakukan Luna, Rachel tidak boleh lengah sedikit pun.

"Halo?" Rachel berbisik dan berjalan menuju beranda. "Ini aku, Rachel. Aku punya pekerjaan untukmu."

Terdengar gumaman dari dalam ponselnya, kemudian Rachel menghela napas panjang.

"Luna. Aku ingin kau mengawasi apa saja yang Luna lakukan sampai hari pernikahanku tiba."

Setelah berkata hal itu, Rachel mematikan ponselnya. Menatap lurus ke arah taman dengan kosong, ia sudah melakukan segala cara untuk memanjat ke sisi Gerald, ia juga sudah berpura-pura baik pada wanita naif seperti Luna.

Semua itu ia lakukan dengan susah payah, tidak akan mungkin ia biarkan rencana yang sudah ia bangun harus berakhir sia-sia.