Aku berharap gadis itu tidak berlama-lama di dalam tendanya, meskipun harus aku akui dia hanya gadis kecil yang lugu. wajar jika dia merasa gugup atau takut.
Seperti yang ku katakan sejak dulu pada Spectra, jika Pohon Agung tak menerima keberadaannya, gadis itu akan berubah menjadi pupuk bagi Ashgark.
Sekalipun aku tahu Sang Pohon Agung takkan pernah melakukan itu, namun tidak menutup kemungkinan itu akan terjadi. semuanya bergantung kehendak-Nya, inilah yang membuatku menjadi was-was.
Karena tradisi ini adalah perintah Pohon Agung, maka aku tidak bisa memberikannya pengecualian. bahkan, sejak ia datang dan singgah di sini seminggu lalu, sudah cukup lama bagi kami menunda persembahan ini.
Apakah gadis itu takut dan memilih untuk lari?
Ah... jangan sampai!!
Ini membuatku semakin resah...
"Maafkan aku karena sudah membuatmu menunggu lama, Illidian."
Aku berbalik mencari sumber suara itu. mereka tepat berada di belakangku, baru saja keluar dari tenda. Sejak aku kehilangan pengelihatanku, aku hanya mengandalkan suara, Indra peraba, dan hitungan langkah. jika bukan karena berkat dari Sang Singa Agung kepadaku, aku pasti tidak akan bisa bertahan hidup.
"Maaf ya, para Elf begitu teliti sekali menurus rambutku ini. aku tidak menyangka penampilanku malam ini terlihat berbeda saat melihatnya di depan cermin."
Syukurlah, sepertinya gadis itu tidak takut sama sekali...
"Begitulah, Tuan Puteri. karena persembahan ini untuk Pohon Yang Agung."
"Pohon yang itu ya?
"Iya, Lily. Pohon itu, yang pernah ku tunjukkan padamu."
Beberapa hari lalu, aku sempat mengajaknya berkeliling desa. aku bisa merasakan decak kagum dan gumam mulutnya bersenandung. mungkin, ini adalah kali pertamanya ia melihat hal-hal seperti ini.
Bagaimana kami membuat persenjataan, sandang, papan, dan makanan, aku tunjukkan di setiap sisi desa. hingga akhirnya kami berhenti di hadapan Ashgark.
Ia pernah berkata Tuan Ashgark mengeluarkan buih-buih indah di sekitarnya.
Buih-buih?
"Oh, ya apakah... Tuan Ashgark senantiasa mengeluarkan buih seperti kemarin?"
"Aku tidak tahu Lily, aku tidak pernah melihat Pohon Agung begitu sejak pertama kali aku menghadap-Nya."
Ada jeda sejenak, tiba-tiba Spectra berbicara. mungkin ia menengok dulu ke arah pelayan setianya itu.
"Aku juga tidak pernah melihatnya begitu Tuan Putri, bahkan saat aku pertama kali melakukan persembahan."
"Begitu ya?"
Aku bisa merasakan raut wajahnya itu dipenuhi dengan rasa ingin tahu yang besar. mungkin kelak ia akan menjadi pemimpin negeri yang hebat ketika ia sudah dewasa.
Tetapi...
"Lily, kau sudah mempersiapkan sesuatu untuk kau persembahkan pada Pohon Agung?"
Ada jeda sejenak...
Hembusan angin berbisik di telingaku menutupi heningnya.
"Aku sudah mempersiapkannya, Illidan."
"Apa yang akan kau persembahkan Tuan Puteri?"
"Sesuatu yang besar yang pantas untuk Yang Agung." jawab gadis itu.
Entah kenapa, mendengar jawabannya membuatku menjadi khawatir.
"Maafkan aku Lily, tapi aku harus memperingatkanmu. persembahan ini adalah upacara sakral dan bukan main-main. ini serius, jika persembahanmu tidak diterima, kau akan ditelan hidup-hidup ke dalam tanah."
Angin kembali menumpang lalu mengisi keheningan.
"Aku paham akan hal itu Illidian, persembahanku ini padanya bukanlah hal yang kecil."
Sekalipun aku bisa mendengar nada serius itu, aku masih saja ragu.
Tadi siang, Spectra berkata padaku bahwa Lily tidak memiliki apapun selain hanya kalung yang ia kenakan itu. persembahan besar seperti apa yang ingin ia berikan?
Apakah ini yang juga dikhawatirkan oleh Spectra saat itu?
"Tuan Illidian!"
Seru seorang elf di belakangku.
"Persembahan untuk Pohon Agung siap dilaksanakan."
Akhirnya tiba juga masanya...
Aku berharap, hal buruk tidak akan pernah terjadi. terutama pada gadis itu....