webnovel

Membujuk Noan

perlahan sinar matahari naik menuju puncak siang. cahayanya mulai pasti menyingkirkan gabut yang menutupi tubuh gunung. kicauan burung-burung menyambut segarnya cahaya pagi semakin riuh terdengar. mereka seolah-olah sedang melakukan ritual yang biasa mereka lakukan ketika kabut menyingkir. bernyanyi riang menyambut hari.

namun aku masih tetap terdiam di kamar sembari memandangi sinar matahari dari balik jendela. mataku masih terasa panas dan bengkak. puzzle puzzle masa lalu mulai berkumpul membentuk sebuah bagian yang masih absurd. namun aku tetap berusaha mencari kebenaran yang terjadi di masa lalu.

"dretttttt... dretttttt..." suara ponsel ku bergetar.

aku bergegas mengambil nya dan melihat nama yang tertera di layar ponsel,"ayah?" ucapku terkejut saat melihat ayah meneleponku.

"apakah bibi Helen menceritakan kepada ayah?" ucapku pada diri sendiri.

"halo Ayah. ada apa?" ucapku mencoba santai.

"saya hanya ingin menanyakan bagaimana kabarmu? dan kapan kamu akan pulang?" tanya ayah padaku.

iya memang sudah berhari-hari aku di vila ini. sudah seharusnya aku pulang. namun karena kejadian kemarin aku menunda kepulanganku.sampai aku bisa menemukan sedikit bukti untuk mencari pembunuh itu. dan menguak masa lalu keluargaku.

"ah.. apakah sebegitu rindunya ayah padaku?" ucapku meledek.

"ayah ayah khawatir bukan nggak sebentar lagi kamu akan menikah. seharusnya kamu pulang." jelas ayah padaku.

"baik ayah agen bus akan secepatnya pulang tapi untuk beberapa hari ini aku masih di sini. tolonglah mengerti ayah." ucapku memelas pada ayah.

"baiklah kalau begitu. kemarin Leandricho datang kemari mencarimu. apakah dia tidak tahu kalau kamu pergi liburan ke villa?" tanya ayah penasaran.

"bukankah ayah tahu kalau niatku untuk liburan dan menemui ibu. jadi aku tidak ingin ada yang tahu kalau aku disini. maka dari itu aku tidak memberi tahu Leandricho. kalau begitu nanti aku akan menghubunginya." ucapku memberi alasan.

"ya sudah kalau begitu. ayah tutup dulu telponnya. karna ayah mau berangkat ke perusahaan." ucap ayah mematikan telponnya.

aku meletakkan ponselku kembali. "untuk apa Leandricho mencariku?" ucapku pada diriku sendiri.

"biarkan saja aku tidak akan memikirkan hal lain dulu." gumamku.

dari semalam aku mengurung diriku dikamar tanpa merespon siapapun. dan juga terlihat dari sikap ayah barusan dia tidak tahu apa yang terjadi di sini. bagus lah kalau begitu. aku hanya ingin menenangkan diriku dan hatiku. jika tidak ada petunjuk dimana pun berarti aku harus mencoba mencarinya di kota Mahotherm.

"kalau dilihat dari kasusnya. ini sangat berhubungan dengan ibu Noan. bagaimana kalau aku membujuk dia untuk mencari pembunuh itu bersama. lagi pula dia juga bekerja di kota Mahotherm." ucapku mulai mendapatkan pencerahan.

"lebih baik aku siap-siap dulu lalu kerumah Noan." gumamku.

aku segera menuju ke kamar mandi dan bersiap-siap. setelah aku selesai bersiap-siap

kakiku dengan cepat menuju ke rumah Noan tanpa memikirkan sarapan.

aku berjalan dengan sangat cepat seperti tidak ingin ketinggalan kereta. pagi itu jalanan sangat ramai. karna anak sekolah sedang berangkat.

"tok.. tok.. tok..." aku mengetuk pintu rumah Noan. namun setelah menunggu lama tidak ada yang membuka.

"apa tidak ada orang?" tanyaku penasaran sembari mencoba mengetuk pintu kembali.

"tok... tok.. tok..." suara mengetuk pintu.

tetap sama. tidak ada yang membukakan pintu. aku mencoba untuk kesamping rumahnya. terlihat sebuah jendela yang terbuka. sebuah jendela yang berukuran tinggi satu meter dan lebar setengah meter. terbuka. letak jendela itu tidak terlalu tinggi. karna tepat didepan dadaku.

aku mencoba melihat kedalam dari jendela itu,"kamar?" ucapku lirih.

aku menyebarkan pandangan keruangan itu.

"Noan" ucapku saat melihat Noan duduk terdiam di atas tempat tidur.

"Noan. hey Noan." panggilku pada Noan.

tetapi sedikitpun Noan tidak mendengarkannya. dia pasti terpuruk sekali. aku juga seperti itu semalaman. tapi aku berfikir. terpuruk bukanlah solusinya.

"Noan." teriakku lebih kencang.

kali ini panggilanku berhasil, Noan melirikku dengan tatapan dingin. sungguh mengerikan. tubuhku seperti membeku.

"Noan ada yang ingin aku bicarakan, kemarilah." ucapku. aku berharap kali ini Noan bisa dibujuk.

dia memalingkan wajahnya dan kembali pada lamunannya. aku tahu kalau dia terpuruk. tapi ini keterlaluan.

"hey Noan, mau sampai kapan kamu seperti ini. apa kamu pikir dengan kamu seperti ini pembunuhnya akan ditemukan. kamu hanya membuang-buang waktu untuk kesedihanmu. kamu kira hanya kamu yang merasa sedih. aku juga sedih tapi kalau kita terpuruk seperti ini apa yang akan ibumu katakan di surga sana. dia pasti sedih kalau kamu seperti ini." ucapku panjang lebar menjelaskan kepada Noan agar dia bisa mengerti situasinya.

Noan memandangku, dan dia turun dari tempat tidur lalu menghampiriku dari balik jendela.

"lalu apa yang akan kau lakukan?" tanya Noan padaku.

"kita bisa mencari pembunuhnya di kota Mahotherm bersama. jadi aku harap kamu mengerti. aku juga sama terpuruknya seperti kamu. tapi aku masih punya keinginan untuk menangkap pembunuh itu." jelasku yang berusaha meyakinkan nya.

terlihat Noan berpikir sejenak, "baiklah akan aku ikuti kata-kata mu." jawabnya setuju.

akhirnya dia mau berbicara denganku dan setuju dengan saran yang ku buat.

"aku ingin menemui ibuku. bisakah kau menghantarkanku?" tanyaku pada Noan. walaupun kita di posisi sama tapi aku tetap ingin menghibur Noan. aku takut dia makin terpuruk.

"aku bisa menghantarmu. tunggu didepan rumah saja aku akan bersiap." jawabnya menutup jendela.

aku kembali ke depan rumah. walaupun Noan mau keluar bersamaku tetapi tetap saja tatapan dia masih dingin.

"ayo. kita ke berangkat ke makam." ucap Noan mengajak untuk segera bergegas.

"kamu membawa bunga?" ucapku saat melihat Noan membawa sebuah bunga Krisan putih.

""ini untukmu. aku mengambilnya dari kebun belakang. ini bunga kesukaan ibuku dan ibumu. jadi aku akan memberikan sebagian untuk ibumu."jelas Noan sembari memberikan bunga untuk ibuku.

"terimakasih Noan." ucapku senang karna aku ke makam ibu membawa bunga kesukaan ibu.

Noan tidak menjawab, ekspresinya masih saja tetap dingin. bahkan dia tidak mau tersenyum sedikitpun.

"apakah masih jauh?"tanya ku mencoba untuk memecah kesunyian.

"sebentar lagi. itu ada didepan kita." ucapnya sembari menunjuk ke depan.

aku berhenti dam membungkuk lalu kedua tanganku memegangi lutut, "akhirnya sampai juga." ucapku lirih.

"kemari lah. ikuti aku. makan ibumu tepat di samping ibuku." ucap Noan menarik ku dan menuju ke makam ibu.

bunga Krisan itu aku letakkan di atas sebuah batu nisan. terlihat Noan sedang fokus berbincang dengan ibunya.

melihat nama ibu tertulis di batu nisan ini membuatku terasa sesak sekali. pada akhirnya. tangisanku pecah. aku ingin menceritakan semuanya kepada ibu. sungguh. aku ingin berbincang bersama dengan ibu.

aku dan Noan saling fokus dengan ibu kamu masing-masing. membuatku lupa kalau ada Noan disitu.