webnovel

Bangsat Boys

Jeka pemuda badung ketua geng Bangsat Boys tengah mengalami patah hati akut. Pada suatu hari ia bertemu dengan gadis polos bernama Unaya. Kesepakatan yang tak terduga terjadi, terlibatlah mereka dalam sebuah hubungan pacaran kontrak. Hubungan yang mulanya hanya berlandaskan saling menguntungkan tiba-tiba berubah menjadi hubungan rumit dan menyesakkan. Dan disinilah titik balik leader Bangsat Boys bermula.

nyenyee_ · Urban
Not enough ratings
69 Chs

Diserang

Setelah Jeka pergi dengan wajah marahnya, Helena tertawa sinis. Gadis itu merapikan rambutnya dan menghembuskan nafas mencoba menenangkan diri. Apa-apaan itu! Jeka menolaknya? Helena tentu saja tak terima, ia bukanlah tipe gadis yang pantang menyerah. Gadis itu harus mendapatkan apa yang ia inginkan, termasuk Jeka.

"It's oke, masih ada satu kelinci bodoh yang bisa dengan mudahnya masuk keperangkap gue". Batin Helena sembari tersenyum licik. Awalnya ia sama sekali tidak ingin menyentuh Unaya untuk mengejar ambisinya, namun sikap Jeka yang angkuh tadi membuat Helena geram. Lihat saja, apa yang bisa Jeka lakukan jika ia menggunakan Unaya sebagai senjata?

Sementara itu Unaya jadi kepikiran soal Jeka dan Helena di toilet tadi. Hubungan kontraknya dengan Jeka sudah terbongkar, apakah tandanya ia sudah tidak bisa menjalani hari-hari yang manis bersama Jeka lagi? Unaya menghembuskan nafas berat kemudian duduk di bangku panjang depan kelas sepuluh. Gadis itu menunduk sembari memainkan kuku jarinya.

"Harusnya dari awal gue terima aja Jeka jadi pacar gue . Ya gak salah sih kalau dia diem aja pas Kak Helen mau cium. Kalau kayak gini mau marah gak berhak kan?! Bego! Bego!". Gerutu Unaya sembari memukul-mukul kepalanya sendiri. Biarin aja jadi amnesia, biar lupa sekalian kalau pernah dekat sama pentolan sekolah ganteng. Begitulah batin Unaya.

"Gak berhak apa?". Unaya menganga ditempatnya, genggaman hangat ditangannya ini dan suara serak basah itu? Unaya diam, bahkan untuk menoleh kearah sumber suara-pun tidak berani.

"Mulut itu diciptain buat ngomong, eh? Apa diciptain buat gue kecup ya? Hehe". Kata Jeka sambil cengengesan kemudian mengambil duduk disamping Unaya. Jika biasanya Unaya akan mengomel panjang kali lebar kali tinggi seperti rumus balok, maka kali ini tidak. Gadis itu diam seribu bahasa hingga membuat Jeka bingung.

"Gue ada salah ya sampai loe diemin kayak gitu? Apa loe lagi sariawan? Tapi tadi pagi masih ngomong". Tanya Jeka yang dibuat mikir keras. Unaya mendengus kemudian menatap Jeka dengan bibir manyun.

"Gue sebel!". Sahut Unaya. Jeka langsung menghadap kearah Unaya dan meletakkan sebelah kakinya ke atas bangku.

"Sebel kenapa? Sini cerita sama gue. Siapa yang bikin loe sebel? Biar gue hajar sekalian!". Kata Jeka sambil meninju-ninju udara, beraninya bikin tuan putri sebel!

"Gue mau marah sama orang yang hampir dicium tapi diem aja, tapi sayangnya gue gak berhak karena bukan siapa-siapanya". Cerita Unaya sembari menunduk dalam. Malu campur sedih itulah yang ia rasakan, tapi kalau dipendam terus yang ada ia bakal tersiksa sendiri. Jujur Unaya merasa cemburu jika Jeka dekat dengan gadis lain, apalagi Helena yang notabene mantan terindah pemuda itu.

"Na? Loe...". Kata Jeka menggantung, pemuda itu menatap Unaya lekat-lekat. Jeka peka kok, ia paham arah pembicaraan Unaya. Dan hal yang membuatnya speechless adalah saat menyadari jika Unaya cemburu padanya. Unaya menghembuskan nafas sekali sebelum memberanikan diri untuk membalas tatapan Jeka.

"Gue suka sama loe Jeka". Kata gadis itu dalam sekali hembusan nafas. Jantung Jeka langsung berdebar tak karuan, gadis yang ia incar dan yang ia sukai memiliki perasaan yang sama dengannya?

"Loe gak lagi...".

"Sttttttt!!!!...". Unaya meletakkan jari telunjuknya dibibir Jeka sebelum melanjutkan perkataannya.

"Gak usah nanya lagi karena gak ada siaran ulang. Intinya perasaan loe gak bertepuk sebelah tangan".

Chu~

Dengan kurang ajarnya Unaya mengecup pipi Jeka kemudian lari ngibrit karena malu. Jeka mematung ditempatnya, pemuda itu menyentuh pipinya yang baru saja dicium Unaya.

Sehat Pak Bos?

"Ini gak lagi mimpi kan ya?!...". Gumam Jeka sambil menepuk pipinya sendiri.

"Fix ini bukan mimpi, kalau Unaya ada dimimpi gue rate-nya kan jadi 21+". Jeka menganga, kemudian meninju-ninja udara. Akhirnya upgrade hubungan beneran, bukan TTM-an lagi.

"Eh? Na! Unaya berarti kita jadian kan?!...". Teriak Jeka namun Unaya sudah lebih dulu berbelok ke koridor sekolah.

Unaya menyentuh pipinya yang mendadak panas, apaan sih kok malu rasanya. Harusnya tadi marah karena Jeka diam saja saat hendak dicium Helena atau setidaknya meminta penjelasan pemuda itu, tapi kenapa malah jadi menyatakan perasaan? Bahkan sampai kelepasan ngecup. Unaya menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, gadis itu merasa telah menjadi bego part dua.

"Satu dua cacing tanah, kenapa tuh mukanya merah?!". Tanya Ririn tiba-tiba sembari menghadang langkah Unaya. Unaya langsung gelagapan kemudian buru-buru mengatur mimik wajahnya.

"Apaan sih gak nyambung tahu pantun loe!". Omel Unaya sembari menyembunyikan wajahnya yang memerah.

"Satu dua cacing tanah, idih berkilah". Kata Ririn lagi dengan pantun aneh entah belajar dari mana.

"Gak jelas ah loe, udah mau bel malah berkeliaran. Ayok masuk ke kelas". Ajak Unaya sembari mengamit lengan Ririn karena kedua tangan gadis itu sibuk membawa kardus berisi dagangan.

"Ihhhh... entar dulu. Ini gue lagi nyari Jeka, dia kan udah janji mau bantuin gue dagang". Mendengar nama Jeka disebut, entah kenapa membuat perut Unaya rasanya tergelitik. Jantungnya juga jadi berpacu tidak wajar, ah beginikah rasanya jatuh cinta?

"Lah itu dia orangnya... Tong! Tong sini loe!". Teriak Ririn. Bukan hanya Jeka saja yang dibuat bingung, murid-murid yang ada di koridor sekolah-pun bertanya-tanya siapakah 'Tong' yang dimaksud Ririn? Sementara itu Unaya belum siap bertemu Jeka, gadis itu menutup wajahnya dengan helaian rambut.

"Yang ngerasa tonggos pasti ngerti". Dan secara reflek Jeka menunjuk dirinya sendiri. Ririn nyengir lebar sementara murid-murid yang lain menahan tawa saat Jeka mengumpati Ririn.

"Lah ngapain juga gue nunjuk diri sendiri?". Gumam Jeka namun berjalan menghampiri Ririn karena melihat Unaya disana.

"Ada apa?". Tanya Jeka sok jutek namun matanya melirik kearah Unaya, sosok gadis yang telah mengecup pipinya :3

"Seperti janji loe waktu itu, nih bantuin dagang lagi". Sahut Ririn dan dengan seenak jidatnya memberikan kardus yang ia bawa pada Jeka secara paksa.

"Eh? Apaan nih?! Enak bener loe asal nyuruh-nyuruh gue, emang gue babu loe?!". Omel Jeka kemudian menendang kardus dagangan Ririn.

"Oh, lupa kalo gue pegang kartu AS loe? Mau gue sebar sekarang juga?!". Ancam Ririn sembari mengangkat kartu memori yang ia masukan ke dalam plastik. Dikira Ririn bego apa? Sebelum Jeka menghapus video yang ada di ponselnya, ia sudah lebih dulu meng-copy dikartu memorinya.

"Shit!". Umpat Jeka. Ingin sekali pemuda itu menampar Ririn bolak-balik tapi masih ingat jika sosok menyebalkan itu adalah seorang gadis. Gadis bukan lawan yang seimbang bagi pemuda itu.

"Oke fine! Gue bantuin loe dagang! Tapi tinggalin gue sama Unaya berdua, sekarang!". Kata Jeka yang menahan-nahan emosinya. Ririn tersenyum lebar, Alhamdulillah hari ini bakal jadi kaya lagi.

"Siap! Santuy aja napa sih. Yodah ya Na, gue ke kelas dulu. Ati-ati di gaplok! Pak Bos lagi mode gahar tuh hihi". Bisik Ririn diakhir kalimatnya yang membuat Unaya menggerutu tanpa suara. Setelah Ririn pergi, Jeka mencoba menetralkan emosinya. Kasihan juga Unaya kelihatan takut begitu saat melihatnya dalam mode gahar.

"Habis nyium terus pergi gitu aja ya? Kurang ajar". Bisik Jeka dengan lembut tepat ditelinga Unaya. Unaya beringsut menjauh karena merasakan geli ditelinga dan lehernya, Jeka menahan gadis itu dengan cara mencekal lengannya.

"Gue gak marah kok, dan loe gak usah malu. Gue cuma mau minta kepastian aja". Kata Jeka mode serius, Unaya memberanikan diri untuk mendongak dan menatap mata Jeka.

"Kepastian apa?". Sahut gadis itu dengan suara lirih.

"Kita pacaran kan?". Tanya Jeka langsung sembari menyampirkan helaian rambut Unaya kebelakang telinga, dan setelahnya pemuda itu mengusap kepala Unaya dengan lembut.

"Menurut loe?". Tanya Unaya malu-malu yang membuat Jeka terkekeh geli.

"Kalau menurut gue sih, kita pacaran. Gimana?". Unaya ikut terkekeh sebelum mengangguk setuju.

"Ya udah, kita pacaran". Sahut Unaya dengan mantap.

"PJ! WOY PJ!". Teriak antek-antek Jeka plus Ririn yang menguping diam-diam sedari tadi.

--Bangsat Boys--

Jeka terpaksa membantu Ririn dagang, pemuda itu rasanya sudah tidak punya muka lagi. Bayangkan pentolan sekolah masok dagangan di warung kaki lima, Jeka sepertinya harus mencari cara untuk mengambil kartu memori Ririn agar tidak terus diperbudak seperti ini. Karena malu, akhirnya Jeka memakai hoodie-nya dan menutup kepalanya dengan tudung sebelum masuk kedalam warung kaki lima.

"Misi Bu, mau masok lagi". Kata Jeka sambil melirik-lirik kesekitar memastikan jika tidak ada anak satu sekolahannya termasuk antek-anteknya sendiri.

"Eh? Bujang ganteng! Alhamdulillah masok lagi, itu dagangan-nya kemarin laris manis. Dapet makanan jadul gitu dari mana? Sering-sering masok ya, biar saya nambah untung". Kata Ibu pedagang dengan antusias. Jeka hanya mampu tertawa kikuk menanggapinya, siapa juga yang mau masok lagi kayak orang susah aja. Begitulah batin Jeka.

"Ini Ibu terima ya, tapi kebanyakan kalau segini".

"Ambil semua aja deh Bu, bayarnya seikhlasnya juga gak apa-apa. Lagian itu juga bukan dagangan saya". Kata Jeka seenaknya.

"Loh masa gitu sih Mas, saya gak enak kalau bayar seikhlasnya". Jeka dan ibu pedagang terus berdebat hingga Zara yang tak sengaja lewat melihat kakak ganteng gebetannya langsung datang menghampiri.

"Loh kakak ganteng?". Panggil Zara sambil menunjuk wajah Jeka.

"Siapa ya? Kita kenal?". Jawab Jeka sambil menarik sebelah alisnya. Meski jawaban Jeka lumayan nge-jleb bagi Zara, tapi tak apalah. Memang semua itu butuh perjuangan.

"Saya penjaga kasir Minimarket depan sekolah Kakak, Kakak lupa sama saya?". Zara tak juga menyerah. Namun dasarnya Jeka adalah tipe pemuda yang akan melupakan orang-orang yang baginya tidak penting-pun tentu saja tidak mengingat siapakah Zara.

"Sorry, emang loe udah berkontribusi apa selama ini dihidup gue sampe gue harus inget sama loe?". Tanya Jeka dengan sadis yang nge-jleb part dua bagi Zara.

"Eh? Hehe. Kakak jualan ya? Kalo boleh bantu sih bisa aja aku bantu jualin dagangan Kakak". Kata Zara dengan senyum dimanis-manisin. Liat aja bentar lagi gue bakal berkontribusi dihidup Kakak biar diinget terus, begitulah batin Zara.

"Oh mau bantu jualin? Boleh aja, nih!". Kata Jeka sembari memberikan kardus dagangan Ririn yang isinya setengah pada Zara.

"Tiap pulang sekolah nanti ada cewek yang bakal ngambil setoran ke-Minimarket. Makasih Bu, pamit dulu". Setelah berpamitan pada ibu penjual, Jeka langsung pergi begitu saja dari warung kaki lima itu.

"Lah?". Poor Zara, kalah sebelum berperang :(

Kebetulan ini jam istirahat kedua dan Jeka hendak ngopi dulu di warung langganannya sebelum matanya melotot saat menyaksikan gedung sekolahnya dilempari batu oleh sekolah musuh. Jeka mengepalkan tangannya kuat-kuat, pemuda itu melihat sosok Mario yang ada dibarisan paling depan.

"Beraninya loe nyenggol gue duluan!". Umpat Jeka kemudian bergegas menghubungi antek-anteknya.

"Bos! Anjir gue gak tahu lagi ini gimana caranya buat ngelindungin anak-anak sekolah kita! Loe dimana sih?!". Teriak Jimi dari ujung telepon.

"Gue bakal pancing mereka buat ngejauh dari sekolahan, kalian siap-siap ambil senjata. Hajar mereka semua dari belakang, paham?!". Kata Jeka memberi komando dan setelah itu mematikan sambungan teleponnya.

Tanpa rasa takut, Jeka berjalan mendekati Mario dan antek-anteknya yang masih melempari gedung sekolahnya dengan batu. Tangan pemuda itu menarik kerah baju salah satu antek-antek Mario dan langsung menghajarnya hingga perhatian mereka teralihkan pada Jeka.

"Berani juga loe keluar sendiri". Ledek Mario yang membuat Jeka berdecih.

"Sorry, gue bukan banci kayak loe yang beraninya keroyokan". Sahut Jeka sambil mendorong antek-antek Mario yang sudah K.O ditangannya. Jeka dan Mario saling melempar tatapan tajam, tak ada alasan pasti mengapa Mario tiba-tiba menyerang sekolahnya. Pada dasarnya kedua sekolah mereka memang memiliki dendam turun temurun.

"Gak usah ngelibatin anak-anak sekolah gue, urusan loe sama gue. Balesin dendam loe ke-gue, bukan ke orang-orang yang gak tahu apa-apa". Desis Jeka hingga membuat Mario tertawa remeh. Raut wajah pemuda itu kembali garang sebelum berseru;

"Serang!!!!". Dan akhirnya pertempuran kembali terjadi. Antek-antek Mario kembali melempari gedung sekolah dengan batu hingga membuat seisi sekolah dibuat takut.

--Bangsat Boys--

"Jeka gak apa-apa kan ya Rin?". Tanya Unaya dengan harap-harap cemas. Gadis itu bersembunyi dibawah meja bersama anak-anak perempuan yang lain. Kaca sekolah mereka banyak yang pecah, satpam sekolah-pun kewalahan menghentikan serangan membabi-buta dari pasukan Mario. Saat ini kepala sekolah sedang meminta bantuan pada kantor polisi setempat.

"Hih! Loe ngapain sih nanyain Jeka yang punya nyawa banyak itu?! Udah pasti dia gak apa-apa Na! Pikirin diri loe sendiri!". Kata Ririn dengan jengkel.

"Gak bisa kayak gitu Rin! Ini bukan games yang bisa isi ulang nyawa! Se-jago apapun Jeka, dia pasti bisa tumbang juga! Gue gak bisa diem aja!". Sahut Unaya kemudian berlari begitu saja keluar kelas membuat Ririn panik setengah mati.

"Na! Una!!!! Yaelah nekat banget sih tuh anak!".

Prang!!!

"AAAAA!!!". Teriak anak-anak perempuan karena kaca kelas mereka kembali pecah.

Sementara itu Unaya nekat menerobos lemparan batu yang bertubi-tubi mengarah padanya. Aduh kok kayak Milea? Melupakan soal Milea, tapi Unaya benar-benar mengkhawatirkan Jeka. Apalagi yang menyerang sekolahnya saat ini membawa senjata, tak tahu saja Unaya jika Jeka bahkan menyelipakan parang di bawah jok motornya.

"Unaya, mau kemana?!". Tegur salah satu guru. Pintu utama sekolah telah ditutup rapat untuk mencegah hal yang buruk terjadi.

"Jeka mana Bu?". Tanya Unaya tak sabaran.

"Jeka dan teman-temannya yang lain sedang mencoba menghentikan serangan dari sekolah sebelah... loh Unaya!!! Jangan nekat!!!". Teriak Bu guru dengan panik saat Unaya berlari begitu saja dan membuka paksa pintu utama sekolah.

Kembali pada Jeka dan antek-anteknya yang masih mencoba mengalahkan pasukan Mario. Dahi dan seragam pemuda itu sudah basah oleh darah namun ia sama sekali tidak mau mengaku kalah dari Mario. Jeka masih terus melemparkan bogem mentah kearah Mario dan antek-anteknya, sebelah tangan pemuda itu membawa kayu dan ia pukulan tepat ke punggung lawannya.

"Akh!!!". Pekik Mario yang langsung jatuh ke aspal. Jeka menendang punggung Mario kemudian berbalik untuk menghabisi lawannya yang lain.

"JEKA!!!". Gerakan Jeka terhenti seketika saat mendengar suara gadis yang amat familiar ditelinganya. Pemuda itu membulatkan matanya saat melihat sosok Unaya yang memakai helm Little Poni memanggil namanya di depan gerbang sekolah.

"Anjir Unaya!!!!". Umpat Jeka. Kenapa gadis itu harus menyusul diwaktu yang berbahaya seperti ini?

"Jim! Suruh Unaya pergi! Cepetan!!!". Teriak Jeka yang langsung dipatuhi oleh Jimi. Jeka mendadak tidak fokus dan karena itulah Mario gantian memukul punggung pemuda itu dengan kayu dari belakang.

"Bangsat!".

Buaghhhh!!!

Jeka langsung menendang perut Mario dan sesekali melirik kearah Unaya yang terlihat memberontak saat diajak masuk kedalam gedung sekolah oleh Jimi.

"Gak mau! Gue mau lihat Jeka! Lepasin!".

"Bu Bos jangan ngeyel. Ini bahaya, ntar loe kena batu". Bujuk Jimi sembari berusaha melindungi tubuh Unaya dengan punggungnya.

"Gue pake helm kok, minggir dong!". Unaya masih saja ngeyel gadis itu terus saja memberontak hingga beberapa kali tubuhnya terkena lemparan batu.

"Aw! Sakit". Rengek Unaya sembari mengelus lengannya yang terkena lemparan batu.

"Tuh kan, udah dibilangin malah ngeyel!". Unaya dan Jimi terus saja berdebat hingga suara sirine mobil polisi membuat semuanya kocar-kacir.

"Shit! Urusan kita belum selesai, besok gue habisin loe!". Ancam Mario yang sama sekali tak membuat Jeka takut.

"Oke, gue tunggu!". Sahut Jeka. Setelah Mario pergi, Jeka buru-buru menarik tangan Unaya dan membawa gadis itu bersembunyi dari polisi. Jeka langsung memepet tubuh Unaya di tembok pagar belakang sekolah, pemuda itu meletakkan satu tangannya di samping kepala gadis itu.

"Ngapain nyusulin kayak tadi?! Bahaya bego!". Kata Jeka sambil menoyor dahi Unaya dengan telunjuknya.

"Gue khawatir sama loe, ngerti gak sih?!". Jeka berdecak, pemuda itu melepaskan helm yang dipakai Unaya hati-hati. Kepala pemuda itu sedikit menunduk untuk mensejajarkan wajah mereka.

"Loe bisa celaka kalau nekat kayak gitu! Besok jangan diulangi lagi, ngerti?". Peringat Jeka. Bukannya menjawab, Unaya justru mengusap bibir Jeka yang terluka.

"Sakit?". Tanya gadis itu sambil meringis, membayangkan betapa perihnya luka itu. Mengabaikan pertanyaan Unaya, Jeka menggenggam jemari gadis itu yang masih betah mengusap bibirnya.

"Seriusan, gue gak mau loe nekat kayak gitu lagi. Gue sayang sama loe dan gak mau loe kenapa-napa, paham?". Ujar Jeka dengan tulus yang membuat Unaya mengulas senyum manis.

"Gue juga gak mau loe kenapa-napa, makanya nekat nyusul. Karena gue sayang sama loe". Unaya berjinjit hendak meraih bibir Jeka, namun apalah daya hanya dagu yang bisa ia raih. Jeka terkekeh sebelum membopong tubuh Unaya dari depan ala koala. Pemuda itu meraih bibir Unaya lebih dulu, kali ini bukan hanya sekedar kecupan melainkan ciuman yang sebenarnya.

--Bangsat Boys--