Entah ulah baik apa yang gue lakukan pada semesta, hingga semesta berpihak ke gue. Hari ini gue akan kencan sama pujaan hati gue. Setelah ribuan purnama gue jadi pengemis cinta, akhirnya gue jadi OKB juga.
Enggak butuh ribuan upaya untuk gue bangun pagi ini. Yang biasanya kudu seguyur air kamar mandi, sekarang cukup sekali siulan burung dan sebelaian sinar matahari.
"hoamm... Indah banget hidup gue, seumur - umur baru kali ini ngerasain hidup"
Gue beranjak dari kasur dan segera masuk ke kamar mandi.
Keluarga gue udah pada kumpul di bawah untuk sarapan. Bagi mereka, gue bangun pagi di sabtu dan minggu termasuk salah satu keajaiban dunia, kudu masuk di tabel atlas.
"pagi, keluarga ku yang good looking", sapa gue.
Papa terlihat keheranan sambil menutup korannya.
"kamu udah daftar di tabel atlas ?"
"udah, pa. Masuk ke terbitan baru tahun besok"
"akhirnya kamu punya prestasi"
Karena rasa bahagia yang over sedang gue rasakan, hinaan pun terdengar seperti pujian.
"terimakasih, pa. Atas pujiannya"
Digo daritadi nampak serius ngeliatin gue, mungkin dari sekian lama kita sedarah, sekarang dia baru sadar kalau gue lebih ganteng.
"lo habis dapat azab ya, bang? Kok berubah?"
"gue habis dapat keberkahan yang berlimpah, adik. Makanya perbanyak bersedekah"
Sayur mama yang keasinan pun terasa seperti sup mewah ala bintang 5.
"ma, enak nih. Bisa masuk masterchef", puji gue.
Mama pun nampak berbunga - bunga, pipi nya merah dan di elus - elus.
"apa iya? Ah mama masak lagi ah nanti. Tuh kan makanan yang keasinan itu estetik"
"gawat!", keluh papa pelan.
"bencana", bisik Digo.
Setelah makan siang gue ke taman belakang. Gue ambil selang dan menyalakan saluran air.
"wahai bunga - bunga, bermekaran lah seperti perasaan ku", ujar gue sambil menyiram koleksi kaktus punya papa pakai selang.
Setelah menyiram tanaman gue pun mengambil gunting taman.
"ah tanamannya udah pada tinggi"
Jarang - jarang gue mengerjakan kerjaan kayaj gini. Ini berhubung hormon oksitoksin gue berlebihan makanya gue jadi bersemangat.
"nah, tanaman aku potongin ya biar pendek. Kali aja nanti jadi fresh", gue pun mulai memotong koleski pandan punya nyokap gue.
Selesai berkebun, gue masih ingin bergerak riang, menantikan detik - detik puncak kebahagian yang akan nanti gue rasakan.
"ke dapur ah", kata gue sambil berjalan menuju dapur, melewati bokap dan nyokap yang lagi cium - cium.
"semangat ya mesumnya", seru gue.
Gue melihat piring yang kinclong tersusun rapi di rak. Ah ini kayaknya harus di cuci nih. Gue pun membawanya ke wastafel dan menyabuni piring gue pakai sabun mahal nyokap gue, supaya glowing.
***
Gue berguling - guling di kasur sambil menunggu jam 11 siang. Sambil menyanyikan lagu maruko gue menikmati setiap gulingan di kasur gue.
"jalan panjang menuju langit biru, tiba - tiba ku lihat seorang anak"
Tok... Tok... Tok...
Siapa yang berani ngetuk pintu semi surga. Gue pun beranjak ke pintu lalu membukanya.
"hai, bang Sat"
Berdiri sesosok Lola dengan baju kodoknya dan rambut terkucir dua. Baru dapat berkah, sekarang gue harus merasakan musibah.
"Sat, ini loh Om Kevin nitipin Lola ke kita. Soalnya Om Kevin lagi ke Surabaya, ibu nya sakit"
"sejak kapan kita buka penitipan helm sih, ma?", protes gue.
"kok helm sih?", bantah Mama. "tas tangan!"
"iya, karena aku imut kan", sahut Lola.
Gue dan Mama kompak tertawa geli.
Saking imutnya sampai timbul hasrat ingin menyekap.
"tante, aku boleh sekamar sama bang Sat?"
Wuanjir!. Frontal amat ini anak, nanti kalau gue khilaf terus zinah?. Keturunan gue gagal glow up deh!.
"eh jangan, nanti kalau Esmel minta cerai gimana?", ujar Mama.
"Esmel?"
"itu coronya Satria"
"oh iya ya. Enggak jadi deh"
Gue bernafas lega sambil mengelus dada.
"udah, ya. Satria mau siap - siap, ma"
Brakk...
Gue menutup pintu rapat - rapat lalu menguncinya.
"jangan kasih celah!"
***
Gue ke luar dari kamar dengan penampilan yang sudah tampan. Si Dora yang sedang nonton Tv sampai melongo melihat ke gue, gawat! Bisa tambah jatuh cinta ini anak orang.
"ma, aku pergi", pamit gue dan buru - buru pergi.
"tunggu! Lola ikut!", teriakan itu mengubah gue jadi patung.
Dia jalan dan datang ke hadapan gue.
"Lola mau ikut!"
"enggak bisa! Gue mau kencan!"
"yaudah, Lola jadi orang ketiganya!"
"psiketupat ini anak!"
"psikopat!"
"iye. Apalah itu!"
"Lola mau ikut!", rengeknya sambil menghentak - hentakkan kakinya bergantian kayak anak TK.
"Satria!"
Tiba - tiba Mama masuk, gabung ke dalam set. Aduh makin runyam, masa depan buram kencan gue makin kelihatan.
"ada apa sih ini?", tanya Mama.
"ini,ma. Masa Lola mau ikut Satria kencan"
Lola langsung merengek ke mama, dia menangis, bersandar di bahu mama dan membuat wajahnya sesedih mungkin. Ambyar kencan gue!, rusak udah!.
"Satria, ajak lah. Kita kan udah janji sama Om Kevin mau jagain Lola"
"ya tapi kan, enggak harus jadi orang ketiga"
Lola mendorong Lola, melemparkan ke gue. Gue refleks menangkap tubuhnya dan hampir sejengkal lagi masuk ke dalam pelukkan gue. Ooow, tidak bisa! Pelukkan gue akan debut di Nyonya Dakota.
Gue cepat - cepat mendorong tubuh Lola menjauh.
"ayo jalan", ajaknya dengan bersemangat.
Lah dia mah semangat, nah gue mah lemas.
"gue naik motor! Enggak bisa bertiga"
"yaudah naik mobil!"
"mobil moyang siapa? Gue enggak di kasih fasilitas mobil"
"Satria", ujar Mama sambil
menunjukkan kunci mobil Papa yang lagi di tinggal terbang. Mama kenapa segala kasih dukungan materil sih.
"ada mobil kan?", Lola tersenyum odol ke gue.
Dengan terpaksa mengambil kunci mobil itu. Dengan langkah lesu, lunglai, malas mati, gue berjalan ke garasi di buntuti oleh seorang Lola.
Gue menyetir mobil dengan Lola di samping gue, hanya sampai depan rumah Dakota.
"ingat ya!. Dakota masuk, lo ke belakang!"
Dia cuma tersenyum dan mengangguk. Dia ngerti enggak nih? Angguk - angguk doang kayak patung kucing koh afuk.
Gue parkir di depan gerbang rumah Dakota yang kayak istana. Gue pun melongo melihatnya. Lola menoleh ke gue.
"ah, gedean juga rumah aku"
Ini anak memang ahli nya merusak suasana.
Tak lama seseorang jelmaan Jisso ke luar dari rumah itu. Gue kayak ketiban bulan, gebetan gue cantik banget.
"hai, sat", sapanya dari jendela mobil.
"hai"
Kemudian Dakota dan Lola saling adu ketajaman mata.
"lo pindah!", suruh gue ke Lola.
Dengan bibir mencembik akhirnya Lola melompat ke belakang.
"kok dia ikut?", tanya Dakota sambil memasang sabuk pengaman.
"ya, namanya juga hidup. Kita itu di ciptakan enggak sendirian, tapi setan juga di ciptakan untuk menemani dan menengahi. Nah, di belakang contohnya"
"ih aku malaikat !", sahut Lola.
"iya. Malaikat yang tertunda, waktu bagi sayap lo baris di bagian pembagian tanduk. Jadi salah adonan"
Gue mengajak Dakota ke sebuah mall. Mall yang terkenal keren untuk anak zaman sekarang. Gue dan Dakota jalan bergandengan tangan, Lola masih ngintil di belakang.
"Sat, ke situ yuk", tunjuknya ke salah satu ritel sepatu.
Dakota begitu bersemangat menarik tangan gue kesana.
"bagus, Sat. Lagi sale", katanya sambil melihat salah satu flat shoes.
Lola hanya memandangi di sebelah gue.
"terus mau minta di beliin gitu? Ih baru aja kencan, udah minta beliin", sindir Lola.
Dakota cemberut, dia melotot dan tidak terima.
"heh! Gue bisa kali beli sendiri!"
Dakota lalu membawa sepasang sepatu yang dia suka ke kasir.
"eh tunggu"
Gue segera mengejar Dakota ke kasir.
"eh, Ta. Biar gue aja yang bayar", kata gue sambil berusaha merebut sepatu yang dia bawa.
"enggak usah!. Aku bisa kok, aku enggak mau itu cewek merasa benar!"
Dakota menyerahkan sepasang itu ke kasir. Gue mencolong start dengan memberikan kartu sakti pemberian papa yang enggak pernah gue pakai.
"sat! Jangan di bayarin!", rengek Dakota.
"enggak bisa. Naluri gue menyuruh gue seperti itu"
Kasir sudah menggesek kartu dan meminta pin gue. Sepatu itu di bungkus dan Dakota mendapatkannya.
"Sat"
"enggak masalah. Yang penting kamu happy"
Dakota tersenyum, langsung memeluk gue yang sedang mengetik pin dari belakang. Tahan, sat! Tahan!.
Dakota tampak senang menenteng sepatu barunya. Sedang Lola jalan di samping gue dengan bibir mencembik.
"Lola mau itu", tunjuk nya ke toko es krim.
"ya beli aja sendiri!", jawab gue.
Segera Lola menarik gue, merebut gue dari Dakota.
"eh! Mau lo bawa kemana teman kencan gue!"
Lola merangkul erat lengan gue sambil memesan es krim.
"3 scop, rasa coklat", pesannya.
Pelayan menyiapkan lalu tak lama memberikannya.
"250 ribu", kata pelayan.
"bayarin!", pinta Lola.
Dengan terpaksa gue mengeluarkan kartu gue lagi. Dia pun tampak senang sambil menilat es krimnya. Udah gue yang bayar, gue pun tidak di bagi. Kurang tahu diri ini anak!.
Yang satu dapat sepatu, satunya dapat es krim. Sekarang mereka berjalan sambil merangkul lengan gue. Gue bagaikan pria beristri dua kalau kayak gini.
"sat, nonton yuk", ajak Dakota.
"yuk"
Kita bertiga pun berjalan bersama menuju bioskop.
Sekarang kita bertiga udah ada di bioskop. Gue mengantri dengan di dampingin perempuan, di sisi kanan dan di sisi kiri.
"mending gue aja yang antre", kata gue.
"aku mau nemenin, abang", jawab Lola.
"gue enggak rela lah lo berduaan sama dia. ini kan kencan kita"
ternyata ribet juga ya bawa perempuan dua. gini kok ada aja orang yang kuat poligami!. Gue yang cuma kencan aja udah mumet.
Gue sampai di depan meja pemesanan. dua cewek ini udah sibuk nyari film pilihannya masing - masing.
"film apa ?", tanya si mbak.
"komedi", kata Dakota.
"horror", kata Lola.
"jadi yang mana?", tanya mbak nya bingung.
"komedi!"
"Horror!"
"komedi, komedi, komedi!"
"horror, horror, horror!"
Mereka berdebat dan saling nyolot. Gue dan mbak bioskop pun kepusingan.
"jadi, yang mana?", tanya mbak sekali lagi.
keduanya melotot ke gue, seperti meminta dukungan lewat intimidasi dan aniaya non verbal yang memanfaatkan panorama. oke, cukup!. Gue mikir dulu ya guys, lanjut minggu besok.