webnovel

Bab II - Yang Mampu Bertahan

"SUDAH LIMA BELAS TAHUN YANG LALU?"

Bang tampak terkesiap, berteriak kalap, mengetahui tanggal hari itu. Benda terbang bergetar karena teriakannya.

D mengangkat bahu.

Mereka sudah menjauh dari tempat dengan ruangan persegi itu, memelesat dengan benda terbang menuju suatu titik koordinat dengan mode pilot otomatis. D masih mencoba menganalisis penyebab Bang dalam kondisi yang tidak seharusnya, seakan-akan sedang mengalami lupa ingatan. D kemudian menambahkan satu lagi plester bulat di kepala Bang dan satu lagi di tengkuknya.

Setelah menanyakan identitas yang diingat Bang. D berusaha mencari informasi tentang identitas lama Bang lewat 'tablet' canggihnya dan menjawab setiap pertanyaan Bang yang bingung karena ingatannya terjebak di masa lalu. Segala hal yang terjadi saat itu, tidak sesuai dengan pemahaman Bang. Ruangan persegi. Ninja. Benda terbang. Penjahat. Masa depan. Seakan-akan semuanya hanya mimpi bagi Bang. Setidaknya dia masih menganggap semua ini mimpi, dia tidak akan siap jika harus menerima kenyataan bahwa dalam kondisi seperti ini ia sedang tidak bersama kekasihnya yang amat sangat ia cintai bahkan lebih dari dirinya. Dia tidak akan siap kehilangan kehidupannya yang bahagia itu.

"Bagaimana dengan pandemi, bagaimana dengan kedamaian waktu itu?" Bang bertanya lagi.

"Pandemi itu memburuk, berubah menjadi bencana yang mengerikan. Virusnya bermutasi menjadi lebih ganas, jauh dari yang diperkirakan para ilmuwan. Vaksin-vaksin yang dikembangkan sia-sia, tak berguna melawan mutasi virus. Fasilitas kesehatan tidak mampu membendung banyaknya pasien. Dunia mulai kacau balau. Tubuh-tubuh tak bernyawa bergelimpangan di jalanan. Penjarahan dan kejahatan terjadi dimana-mana." D menjelaskan sambil mengutak-atik 'tablet' canggihnya. Mencari informasi.

"Apa yang menyebabkannya? Entahlah, banyak sekali negara-negara yang pemerintahannya menyepelekan virus itu, bahkan ada satu negara yang memiliki kebijakan penanganan pandemi yang 'luar biasa', masyarakatnya dilarang pulang ke kampung halaman tapi wisata-wisata, tempat-tempat perbelanjaan, kantor-kantor, dan tempat berkerumun lainnya dibuka selebar-lebarnya demi menjaga ekonomi katanya. Lebih-lebih ada beberapa oknum yang menyeludupkan imigran dari negara awal mutasi baru virus itu, hanya demi mendapat uang. Hanya soal waktu negara yang satu itu akhirnya hancur. Ya, itu adalah negaramu, Bang. Negaramu hancur bersama banyak negara lainnya. Hanya beberapa negara yang berhasil bertahan dari dampak pandemi itu, negara yang membangun 'tembok', karantina total."

D menunjukkan gambar dan video hologram kehancuran, kerusuhan, di negara asal Bang yang berhasil ia temukan. Bang tercengang, lihatlah, tugu yang menjadi landmark Ibukota negaranya sudah patah, setengah bagian atasnya tergeletak di tanah. Tubuh-tubuh bergelimpangan dijalanan, di depan minimarket paling terkenal di negaranya. Angka penyintas yang ditampilkan layar hologram tak lebih dari 6 digit. Namun, Bang masih menganggap ini semua terjadi dalam mimpinya. Bang merasa dirinya sedang mengalami lucid dream.

"Hingga akhirnya beberapa tahun kemudian virus itu dapat dikalahkan, negara-negara yang bertahan sudah merubuhkan 'tembok'nya. Terlalu banyak kerugian yang sudah ditimbulkan virus itu. Populasi manusia berkurang drastis, hanya tersisa sepersepuluh dari seluruh jumlah sebelum pandemi itu dimulai. Semua orang di dalam 'tembok' percaya seluruh manusia di luar tembok sudah habis tak bersisa." D lanjut menjelaskan.

"Dan hei, kedamaian? Sejak kapan Bang memikirkan kedamaian? Bukankah kedamaian tidak pernah menjadi pilihan? Hahahaha." D terkekeh. Bang mengkerutkan dahinya, bingung dan sedikit tersinggung.

"Dunia tidak kembali seperti semula setelah itu, negara-negara yang berhasil bertahan menyatukan diri mereka di bawah naungan Pakta Cahaya, menyebut diri mereka Perserikatan Cahaya, kecuali sebuah negara. Negara Baru yang terbentuk dari orang-orang yang menentang pakta itu, lantas lebih banyak lagi orang yang bergabung setelah menyesal telah setuju pada Pakta Cahaya."

"Perserikatan Cahaya menganggap Negara Baru ini sebagai ancaman dan memeranginya. Menganggap siapapun yang sepakat dengan ideologi Negara Baru adalah penghianat. Kami adalah penduduk Negara Baru. Sekarang Negara Baru tersembunyi dari Perserikatan Cahaya, terbagi-bagi ke banyak tempat-tempat. Jika suatu tempat ketahuan, maka evakuasi ke tempat lain. Negara Baru terus mengembangkan sistem pertahanan demi menghadapi serangan Perserikatan Cahaya. Negara Baru diperlakukan sebagai pemberontak yang ingin merebut kekuasaan, padahal kami hanya ingin hidup dengan tenang, mengatur nasib kami sendiri."

"Lalu, tempat apa tadi itu? Mengapa kalian membebaskanku? Siapa sebenarnya aku sekarang?" Bang mencecar pertanyaan. Sembari memperhatikan lagi tubuhnya yang berubah drastis, tidak seperti yang pernah ia ingat.

D menghela napas "Baiklah, baiklah. Karena memang kami membutuhkanmu, aku akan menjelaskan semuanya. Sebenarnya suatu kehormatan bisa bertemu denganmu, meski kami tidak tahu kau akan seberguna seperti yang kami harapkan dalam kondisimu yang seperti ini. Dengan menjelaskan, barangkali akan memancing ingatanmu pulih."

"Pertama, tempat kau dikurung dan dibelenggu itu adalah Penjara Cahaya."

"Tidak ada yang tahu lokasi penjara ini bahkan kepala sipirnya sekalipun, untuk itu kami sengaja membuat diri kami tertangkap. Hei, tidak, tidak, aku tentu saja bisa menemukan lokasinya, namun cara itu lebih cepat bukan, Ame?" D mengangkat satu alisnya melirik Ame yang membuang muka, sepertinya dia ber-cih lagi. "Ayolah itu idemu kan? Bukan kah kau yang tak sabar ingin bertemu Bang?" D terkekeh. Ame tak menanggapi.

"Penjara Cahaya dikelilingi dinding transparan yang tak tertembus, tidak bisa dinonaktifkan bahkan oleh pembuatnya sendiri, hanya satu akses keluar-masuknya, dikelola oleh sistem. Sistem itu pula yang menentukan siapa yang boleh masuk atau keluar, dengan alat-alat pemindah supercanggih, sehingga tidak ada manusia yang tahu akses bahkan lokasi penjara itu."

"Setidaknya mereka pikir begitu sebelum kami berhasil membawamu keluar hari ini. Kuncinya adalah benda terbang ini, tak satu tempat pun di dunia ini yang tak bisa ditembusnya. Kami membawanya masuk dengan mengecilkannya dengan wadah ini, menyimpannya di dalam dinding tebal ruangan persegi itu untuk sewaktu-waktu bisa digunakan."

D menyerahkan semacam wadah kaca seukuran genggaman tangan berbentuk persegi pada Bang, menekan salah satu sudutnya, lantas benda itu memunculkan hologram yang meminta pengubahan ukuran dan menampilkan pula daftar isi di dalamnya. Mobil? Bang tidak percaya. Lalu menimbang-nimbang wadah itu. Ringan. Bagaimana bisa ada Mobil dan benda-benda berat lain di dalam wadah kecil nan ringan ini.

"Penjara itu adalah tempat orang-orang jahat dikembalikan ke jalan cahaya katanya. Cih, mereka hanya menjadikan manusia di dalamnya sebagai kelinci percobaan, jauh dari kata manusiawi, persetan, jalan cahaya. Sebelum cahaya matahari artifisial itu berhasil ditemukan dan bekerja dengan optimal di seluruh negeri, entah berapa banyak manusia menjadi korban percobaannya di penjara. Untuk kebaikan yang lebih besar katanya. Perserikatan itu tidak ada bedanya dengan para penjahat di dalamnya, atau bahkan lebih buruk, sebab belum tentu semua yang ada didalamnya adalah penjahat, karena menentang kebijakan Perserikatan sudah cukup mendapat predikat penjahat." D mulai kesal dengan ceritanya.

"Jadi kalian ini bukan penjahat? Lalu bagaimana bisa membunuh puluhan orang di penjara tadi bisa dibilang bukan kejahatan?" Bang bertanya.

"Aku tidak pernah membunuh satu orang pun, aku sudah berjanji." Ame yang sejak tadi diam, menjawab dingin.

Kepalanya tertunduk. Menghunuskan kedua pedangnya, tumpul tidak ada mata pedangnya.

Lengang.

******

Bersambung