Suara lantang tiba-tiba saja menyentak lamunan Marcella. Pada saat itu Marcella sedang berada di kamarnya, setelah mendengar suara Riana, Marcella keluar dari kamarnya menghampiri sepupunya itu.
"Yunita!" panggil Riana terhadap asisten rumahnya, untuk kesekian kalinya Riana memanggil Yunita, tapi Yunita tidak kunjung menemuinya.
"Ada apa Ri?" Marcella keluar dari kamarnya sambil memapar dengan tongkat di tangannya.
"Di mana Yunita?" tanya Riana berkata sinis terhadap Marcella.
"A-aku tidak tahu di mana Tante Yunita, Ri. lagi pula aku tidak bisa melihatnya!" ujar Marcella.
Riana menatap pada Marcella lalu mencelanya. "Ah-iya aku lupa kalau kau itu buta ya!" ucapnya menyakitkan. "Kalau begitu, tidak ada gunanya aku bicara dengan Gadis buta sepertimu!" lanjutnya.
Kemudian Riana meninggalkan Marcella yang masih berdiri menatapnya. Tiba-tiba saja Riana tergelincir, sama seperti yang di alami kedua orang tuanya.
Arghhh!!!
BRUK!!!
Riana terjatuh dari tangga, bersyukur kepalanya tidak membentur lantai. Jika saja kepalanya membentur maka sudah dapat dipastikan dia akan Celaka.
"Aduhhhh!" rengeknya manja pada saat terjatuh di lantai.
Marcella segera menghampirinya, bukannya Cella mau membantu, tapi dia ingin menambah rasa sakit pada Riana.
"Kamu kenapa Ri? Kamu baik-baik saja kan?" Riana menggerakkan tongkatnya ke segala arah, padahal sebenarnya dia mengetahui di mana keberadaan sepupunya itu.
Marcella sengaja menggerakkan tongkatnya, seperti memukulkannya pada kepala Riana, sehingga kesakitan Riana semakin bertambah.
PLETAK!
"AWWWW!" ringis Riana berteriak kesakitan, terkena pukulan tongkat dari gadis yang dikiranya buta.
"Aku tidak butuh bantuanmu! Dasar Gadis Buta, kau semakin saja menambah rasa sakitku!" umpatnya menatap tajam pada Marcella.
'Memang itu yang aku harapkan dasar bodoh!' umpat Marcella dalam hatinya.
Riana berteriak memanggil Yunita lagi, sedangkan Yunita sedang membantu Zalina dengan Darwin di kamar.
"Yunita!" teriak Riana memanggil asisten rumahnya, seperti memekik dalam memanggil Yunita.
Tiba-tiba saja, suara nyaring dari Riana sampai ke telinga Zalina, dengan Darwin pun dengan Yunita di dalam kamar.
"Di bawah ada apalagi sih! Kenapa berisik sekali?" tukas Zalina kesal, lantaran merasa terganggu akan kebisingan itu.
"Sepertinya itu suara Riana?" ujar Darwin yang duduk di sofa, tepat berada di depan kasur empuknya. Darwin masih memijat-mijat kakinya.
"Ya sudah Pah, coba kamu pastikan. Riana atau bukan!" perintah Zalina pada suaminya.
"Bagaimana aku memastikannya, sementara kakiku saja merasa sakit!" Darwin masih terus memijat-mijat betisnya, menunjukkan kesakitan di depan istrinya.
"Alasan saja!" gerutu Zalina menatap pada Yunita. "Coba kamu pastikan apa yang terjadi pada Marcella di bawah!" perintahnya pada Yunita.
"Baik Nyonya!" ucap Yunita, perlahan bangkit dan berjalan menghampiri sumber kebisingan di lantai bawah.
Pada saat Yunita berjalan di tangga, dia membulatkan kedua bola matanya terkejut melihat Riana yang jatuh terkapar di lantai.
Yunita segera menghampiri Nona muda di rumah itu, Yunita merasa khawatir dengan kejadian beruntun hari ini.
"Ya ampun... Nona kenapa?" tanya Yunita sambil membantu Riana bangkit.
Namun, tiba-tiba saja Riana menepis tangan Yunita. Dia murka pada asisten rumahnya. "Kenapa kau sangat lama sekali ha?!" Riana menyentak perempuan yang lebih tua darinya. Dengan kurang ajarnya Riana mendorong Yunita hingga terjatuh.
"AKHHH!"
BRUK!!!
Yunita jatuh terkapar di lantai, Yunita menangis dia merasa kesakitan akibat ulah Riana.
Marcella tidak membiarkan ke kurang ajaran merajalela di rumahnya. "Riana! Apa yang kau lakukan?" Marcella membentak sepupunya.
Riana menoleh pada Marcella, dengan tatapan mendominasi. Riana tidak terima karena telah dibentak oleh sepupunya.
"Gadis Buta, kau membentakku?!" tukas Riana dengan kesal.
Marcella semakin kesal pada Riana, lantaran dengan beraninya Riana menghinanya. "Ya, aku membentakmu? Gadis Buta ini membentakmu, aku tidak akan seperti ini jika kamu tidak kurang ajar pada Tante Yunita Ri!" Marcella berbicara dengan bibir bergetar hebat, dan rahang menegas.
"Mami!" teriak Riana memanggil Zalina. "Kamu harus diberikan pelajaran Marcella, bagus Keluargaku masih mau mengurusmu di sini, kalau tidak---," belum sempat Riana melanjutkan ucapannya. Marcella kembali membentaknya.
"Jangan pernah katakan kalau Rumah, dan Perusahaan ini milik keluargamu Riana! Silakan kau panggil saja Ibu, dan papamu. Satu hal yang harus kau tahu, Rumah dan Perusahaan ini adalah murni milikku, aku pewaris tunggal Perusahaan Mahardika Group dan asetnya!" tegas Marcella dengan suara menggema.
"Marcella! Apa yang kau katakan!" Zalina menyentak, di atas tangga menatap pada keponakannya.
Marcella berusaha tidak menunjukkan bahwa sebenarnya dia bisa melihat, Marcella menatap ke arah lain, agar Zalina tidak mencurigainya.
"Gadis buta! Berani-beraninya kau mengklaim kalau Rumah dan perusahaan ini milikmu!" Zalina menjambak rambut panjang Marcella Oktarani Raisan.
Marcella meringis kesakitan, dia tidak tahan dengan jambakan tantenya itu. "Ssssakittt Tante!" lirihnya.
"Jambak terus dia Mih... lihat Anak Mami sampai terjatuh seperti ini, bukannya menolong Riana sepupunya, dia malah membela Yunita!" tutur Riana mengadu pada ibunya.
"Owh! Bagus ya!" Zalina semakin mengeraskan jambakannya. Semakin membuat Marcella merasa kesakitan.
"Lepaskan Tante, sakit!" Marcella memohon agar Zalina melepaskan tangannya dari rambut panjang itu. Namun, tetap saja Zalina tidak mengampuni Marcella.
"Nyonya tolong lepaskan Non Marcella, dia tidak salah. Saya yang salah!" lirih Yunita memohon dibawah kaki Zalina, yang saat ini berkuasa di rumah almarhum Mahardika.
"Kalian berdua memang benar-benar harus di singkirkan dari Rumah ini!" tukas Zalina mengancam Yunita, dan Marcella.
'Tidak, semua ini tidak boleh terjadi. Aku harus melakukan sesuatu,' batin Marcella berpikir keras agar dia tetap berada di dalam rumah peninggalan sang papa.
"Marcella minta maaf Tante... tolong jangan usir Marcella dari Rumah ini," lirihnya. "Hanya Rumah ini yang bisa membuat Marcella merasa dekat dengan Almarhum Daddy!" buliran air mata tiba-tiba saja terjatuh dari sudut matanya, Marcella terpaksa merendahkan dirinya di hadapan Zalina dan Riana, agar dirinya tetap bisa tinggal di rumah mendiang ayahnya.
Tiba-tiba saja pikiran kotor lewat di isi kepala Zalina. Dia tetap ingin menyingkirkan Marcella dari rumah kakak iparnya. "Terlambat Marcella, Tante sudah tidak ingin bertoleransi lagi mengurus kamu!"
Zalina menarik tangan keponakannya hingga keluar dari rumahnya, Yunita merasa kasihan pada majikannya yang sangat baik padanya.
"Nyonya saya mohon, jangan usir Nona Marcella dari Rumah ini, jika dia di usir dari Rumah ini, dengan siapa dia akan tinggal!" Yunita berusaha membujuk Zalina, agar mengurungkan niatnya untuk mengusir Marcella.
Yunita menarik tangan Zalina, dia terus memohon agar Zalina tidak mengusir Marcella.
"HEY! Lepaskan tangan Mami!" Riana membantu ibunya yang sedang menyeret Marcella, mengusirnya dari dalam rumah megah itu. "Lepaskan tanganmu dari Mami, atau kau dipecat!" ancam Riana.
DEGH!
"Tante... saya mohon jangan usir Cella," lirih Marcella menangis.
Sesampainya di halaman rumah, tiba-tiba saja ada Limousine mewah memasuki rumah megah Mahardika Mansion, dan ternyata pengendara Limousine itu adalah Reinard.
Pria tampan, putra dari teman almarhum Mahardika Raisan itu pun keluar dengan gagahnya dari dalam Limousine, dia menatap tajam pada perlakuan semena-mena Zalina terhadap Marcella, perempuan yang dia cintai.
"HENTIKAAAAAAN!"
Lantas apakah yang akan dilakukan Reinard?
Bersambung...