Tidak terasa, Dokter Edward telah merawat Clarissa dan Bu Resty selama dua hari. Seperti biasa, siang ini Dokter Edward selalu melantunkan doa di telinga kanan Clarissa dan juga Bu Resty. Dia berharap, semoga kedua wanita yang telah di rawatnya saat ini akan segera sadar dari komanya. Dalam butiran tasbih,selain mengucapkan kalimat tasbih, di antara ranjang Clarissa dan Bu Resty, Dokter Edward juga shalat dhuhur di dalam ruangan.Karena dia takut jika Danes akan datang untuk mencelakai mereka secara diam-diam. Tak hanya itu, dia juga menyuruh penjaga ketika dia pulang atau sedang memeriksa pasien yang lain.
Ketika Dokter Edward akan memeriksa kondisi Bu Resty, tiba-tiba terdengar suara yang sangat lirih memanggil nama "Danes". Seketika Dokter Edward langsung menghampiri ke arah ranjang Clarissa yang sudah sadar.
" Selamat siang Nona Clarissa, "ucap Dokter Edward dengan senyuman.
" Siang juga Dokter. Sekarang, di mana Ibu saya? "tanya Clarissa sambil mengangkat tubuhnya untuk duduk.
" Ibu Anda ada di sebelah. Lihatlah! Beliau sedang tertidur pulas, sekarang Anda istirahat saja dulu ya, "balas Dokter Edward sambil meninggalkan ruangan.
Tatapan mata Clarissa menatap tubuh Ibunya dengan perasaan sedih. Dia masih tidak menyangka jika hari ini akan mengalami kejadian sangat mengerikan ini. Dalam memori otaknya, dia berusaha mengingat-ingat lagi sebelum kejadian yang menimpanya. Secara perlahan, ingatan itupun kembali. Di dalam hatinya ada perasaan curiga mengenai masalah mobilnya yang sebelumnya baik-baik saja, tiba-tiba mengalami rem blong. Dari kejadian ini, dia berusaha ingin menyelidiki semuanya ketika nanti ke luar dari Rumah Sakit.
Air matanya mulai mengalir ketika melihat kaki Ibunya yang belum juga sembuh, malah bertambah parah akibat kecelakaan ini. Dalam pandangannya yang kosong, sampai-sampai dia tidak menyadari jika Dokter Edward ada di sampingnya.
"Nona Clarissa, ini tisu untuk Anda. Jangan menangis, pasti Ibu Anda akan segera pulih, " ucap Dokter Edwars dengan menyodorkan tisu kepada Clarissa.
Clarissa yang tersadar akan lamunannya, dia segera mengambil tisu dari tangan Dokter Edward.
"Dokter, saya mau bertanya. Apakah selama saya ada di sini, ada seorang lelaki yang menjengukku? Em, maksudku suamiku? " tanya Clarissa sambil menunduk.
"Panggil saja namaku Edward. Aku juga tau jika namamu adalah Clarissa. Kamu harus mengetahui semuanya dari pada kamu akan di celakai orang selamanya. Memang, suamimu datang ke sini. Tetapi, dia menyuruhku untuk mencelakaimu. Bahkan, dia ingin datang ke sini secara diam-diam dan mencelakai kamu dan Ibumu. Tetapi, aku hanya mengatakan 'iya' padahal di dalam hatiku berkata 'tidak'. Aku hanya bersandiwara di hadapannya karena jika aku mengeluarkan perkataan menolak, pastinya dia akan lebih bringas dan berani untuk melakukan apapun yang bisa membuat kamu dan Ibumu celaka. Bahkan dia tidak peduli dengan nyawamu. Kamu harus meninggalkan dia! " Dokter Edward menjelaskan perkataan panjang lebarnya.
Seketika hati Clarissa pun kaget mendengar ucapan Dokter Edward. Air matanya mulai mengalir karena masih tidak menyangka jika pernikahannya baru saja lima hari akan berakhir secepat itu. Di sisi lain, dia juga bersyukur karena masih di beri kesempatan untuk hidup. Dengan nada emosi, akhirnya Clarissa mengeluarkan suaranya meski dalam kondisi yang lemah.
"Dokter Edward, terimakasih atas informasinya. Sekarang, saya akan menyelidiki dari kasus kecelakaan yang menimpaku dan saya akan membalas semua perbuatannya secara perlahan. Saya tidak ingin meninggalkan lelaki seperti dia dalam waktu dekat. Namun, saya akan mengikuti rencananya. Saya akan merancang semuanya agar dia dapat pelajaran yang berharga dari apa yang telah dia perbuat," Clarissa berkata dengan ucapan yang penuh emosi.
"Clarissa, jangan panggil saya Dokter, panggil saja langsung namaku. Kebetulan, aku juga masih muda, kita bisa bekerja sama nantinya. Bolehkah aku menjadi temanmu? " tanya Dokter Edward lagi.
Clarissa menatap kedua mata Dokter Edward dengan penuh keyakinan jika dia adalah Dokter yang baik. Buktinya dia masih hidup sampai saat ini. Akhirnya, tawaran itu pun dia terima. Setelah mencoba bertahan duduk yang lumayan lama karena ingin menatap tubuh Ibunya yang terbaring, akhirnya Clarissa memutuskan untuk terbaring lagi karena punggungnya merasa sakit. Sedangkan Dokter Edward berpamitan padanya karena ingin memeriksa pasien yang lain.
Ketika membuka pintu ruangan, tatapan mata Dokter Edward langsung tertuju pada Danes yang ternyata sudah ada di depan pintu IGD. Dengan jantung yang berdetak kencang, karena takut ketahuan, tangannya pun aktif menulis pesan kepada Clarissa untuk berpura-pura masih belum sadar. Di hadapan Danes Dokter berani mengirim pesan karena pasti Danes tidak mengetahui jika dirinya dan Clarissa sudah saling berkomunikasi bahkan membantu dalam melakukan misi balas dendam.
"Dokter Edward, bagaimana dengan kondisi istri saya? Apa kondisinya semakin buruk? Kalau belum juga meninggal, aku ingin, dia ku bawa pulang saja, " tanya Danes dengan ucapan yang kejam.
"Bapak Danes, tenang saja, kini istri Bapak denyut nadinya sudah melemah. Sampai sekarang, belum ada tanda-tanda dia sadar. Tetapi, jangan bawa pulang dulu. Karena ini korban kecelakaan. Nanti Bapak yang akan beresiko, " balas Dokter Edward dengan alasannya. Sementara ponsel milik Dokter Edward dia biarkan selalu menyala dalam bentuk video yang nantinya bisa juga sebagai bukti rekaman videonya. Sedangkan Danes, tetap ingin mengetahui kondisi Clarissa yang sebenarnya dan memaksakan dirinya untuk masuk ke dalam ruangan IGD.
Dengan langkah yang dia percepat, tangannya langsung melepaskan selang oksigen yang terpasang di hidung Clarissa. Sedangkan Clarissa yang hanya berpura-pura belum sadar, dia langsung bersandiwara dengan nafas yang sesak. Melihat nafas istrinya yang terengah-engah, Danes tertawa lepas.
"Clarissa, Clarissa,nikmati saja hidupmu sekarang yang terbaring lemah. Bentar lagi juga pasti kamu akan di kubur. Makannya jadi istri jangan pelit. Sekarang, aku bisa menikmati semua hartamu, " ucap Danes dengan suara yang lantang.
Sedangkan Clarissa yang hanya berpura-pura belum sadar pun ikut membalas ucapan suaminya di dalam hati dengan penuh rasa kesal.
"Oh, jadi seperti itu kelakuanmu Danes, untung saja aku bertindak cepat. Aku akan membalas semua yang kamu lakukan padaku. Apalagi kepada Ibu yang telah melahirkanku. Awas saja, setelah aku pulang dari Rumah Sakit, " gumam Clarissa di dalam hati.
Sedangkan dengan Danes, ketika dia sudah memastikan selang oksigen milik Clarissa terlepas dari hidungnya, dia langsung keluar ruangan. Akhirnya nafas Clarissa kembali normal begitu juga dengan jantungnya yang sudah tidak berdebar yang berlebihan seperti tadi. Dia langsung duduk tanpa bantuan siapapun dengan pelan-pelan. Tetapi, ketika dia sudah dalam posisi duduk, tiba-tiba ada bayangan seseorang di balik pintu kaca IGD yang akan masuk ke dalam ruangannya. Jantung Clarissa yang tadinya tenang, kini berdetak kencang karena untuk membaringkan tubuhnya butuh waktu lama. Sedangkan pintu itu sudah sedikit di buka oleh tangan seseorang.