webnovel

Mahasiswa Abadi Itu Namanya Tanaka

From : Ahmad

Terima kasih ya Mas, semalam adalah hal yang paling indah dan paling panas di antara kita. Nanti malam kita mau ketemu di mana lagi, Mas? Di hotel biasanya, ya. Aku masih kangen banget sama kamu, Mas. Pertemuan kita semalam hanya sebentar. Aku mau kita ketemu lagi, Mas. Temui aku ya, Mas. Buat alasan yang masuk akal supaya istri bodohmu itu percaya. Aku tahu kamu pasti bisa melakukan itu semua demi aku. I love you, Mas. ~ 22.30

Arunika terhenyak. Sebuah pesan singkat di layar ponsel suaminya tertangkap jelas di kedua matanya.

Nama si pemberi pesan adalah Ahmad, tapi itu tak berarti kalau dia adalah seorang pria. Arunika yakin sekali dia adalah seorang wanita tulen. Karena ia yakin sekali sang suami adalah pria pecinta wanita. Bukan pecinta sesama jenis. Entah apa alasan pria itu mengganti nama kontak itu dengan nama seorang pria. Hanya sang suami dan Tuhan yang tahu semua kejelasannya.

Ia yang awalnya merasa aneh dengan sikap suaminya pun terbangun secara tiba-tiba di tengah malam dan mendapati pesan singkat tersebut masuk hingga menunjukkan notifikasi ke layar ponsel Raga, suaminya.

Arunika menoleh sekilas ke arah sang suami yang masih terlelap dalam arus mimpi. Raga yang tubuhnya begitu kelelahan tak menyadari bahwa sang istri telah membaca pesan yang diberikan wanita selingkuhannya untuk dirinya.

Satu jam lebih pergelutan panas di antara mereka berakhir dan pria itu kelelahan karenanya. Biasanya pria itu bisa melakukan hubungan badan sampai beberapa ronde karena katanya tubuh istrinya begitu menggoda. Tapi beberapa bulan ini Arunika melihat jelas bagaimana perubahan sikap sang suami yang sepertinya kelelahan setiap mereka akan berhubungan dan seolah tak berminat pada tubuhnya.

Merasa aneh dengan gerak-gerik sang suami yang tak seperti biasanya, Arunika memutuskan mencari tahu. Penggalian informasi dimulai dari membuka ponsel milik sang suami.

Tak pernah sekali pun ia membuka ponsel milik Raga. Alasan keduanya sebelum menikah adalah karena ingin menjaga privasi satu sama lain. Tapi malam ini begitu berbeda. Entah angin dari mana yang membawa pikirannya untuk membuka pesan chat masuk di ponsel suaminya. Ia menggulir setiap chat di dalamnya, mencari tahu keanehan yang selama beberapa bulan ini terjadi pada gerak-gerik suaminya.

Bulir-bulir air mata jatuh menetes membasahi pipi. Arunika segera menyeka cairan bening itu agar tak seorang pun menyadari bahwa ia menitikkan air mata hanya untuk wanita sampah yang menggoda suaminya. Ataukah ia yang telah menikahi suami sampah?

Usai menyeka cairan bening itu dari kedua pipi putihnya, Arunika tersenyum getir. Ia tak pernah membayangkan dua tahun pernikahannya dibayar perselingkuhan oleh pria yang ia anggap sebagai imam yang baik untuknya, Raga Yudistira.

"Tega sekali kamu, Mas. Aku akan membalas perbuatanmu, Mas." Arunika bersumpah untuk itu sambil mengepalkan kedua tangannya di kedua sisi tubuhnya. Ia menahan agar tak ada lagi air mata menetes di pipinya saat ini. Hanya orang bodoh yang akan mengalah dan pasrah pada kenyataan hidup yang saat ini dialaminya.

***

"Selamat pagi, Bu Arunika," sapa seorang wanita paruh baya yang tidak ia ketahui namanya, berjalan mendekati dirinya di ruang dekan usai menutup pintu.

Arunika adalah salah satu dosen di kampus almamaternya. Universitas Mega Bintang. Ia menjadi salah satu dosen tidak tetap di sana selama dua tahun terakhir. Ia yang dulunya lulus dari kampus tersebut di usia dua puluh tahun dan ditambah telah menyelesaikan S2-nya pun langsung diminta oleh almamaternya untuk mengajar juniornya. Jadilah ia di sini sekarang.

Dan kembali pada realita.

Seorang wanita paruh baya yang masih tampak ayu dan begitu anggun melenggang dengan keanggunan mendekatinya.

Arunika beranjak dari tempat duduknya dan menunggu wanita berusia matang itu berdiri di hadapannya.

Tampak jelas tanda tanya di dalam benak wanita muda berusia dua puluh empat tahun itu pada seseorang yang begitu asing mendekatinya.

Dengan tas tangan mewah, wanita paruh baya itu tampak begitu elegan. Tak diragukan lagi, wanita asing ini adalah wanita yang berkelas dilihat dari outfitnya dari atas sampai bawah.

Arunika memindai wanita asing itu dengan amat kentara.

Siapa dia?

"Anda Bu Arunika, bukan?" tanya wanita asing itu memastikan.

"Ya, betul Bu. Ada yang bisa saya bantu?" tanya balik Arunika pada wanita itu dengan alis mata terangkat naik.

Wanita itu tersenyum dengan caranya sendiri, begitu anggun seolah tak terjamah.

"Saya ibunya Tanaka. Tanaka Wardana," jelas wanita tersebut yang begitu bangga menyebutkan nama lengkap sang putra.

And then?

Kening Arunika berkerut dalam. Lalu apa hubungan pemuda itu dengan dirinya?

Sebelum ia mulai menerka-nerka lagi, wanita asing itu kembali menambahkan penjelasan yang sepertinya belum menjawab dahaga keingintahuan wanita muda di hadapannya.

"Saya ingin anak saya diprivat oleh anda. Anda bersedia, kan?" tanya wanita asing dengan nada penekanan.

Privat?

Itu artinya dia harus mengajar pemuda yang terkenal slengekan di kampusnya tersebut. Oh mimpi apa ini?

"Tapi Bu—," Arunika mencoba menjelaskan tapi wanita asing itu sudah mengulurkan tangan padanya.

"Gaji akan rutin saya transfer setiap bulannya. Lima juta rupiah. Bagaimana? Deal? Anda boleh berkoordinasi dengan Tanaka untuk waktu dan tempat kalian bertemu. Saya hanya mau anak saya segera lulus dari sini dan bisa meneruskan perusahaan. Saya tidak mau anak saya menjadi mahasiswa abadi di kampus ini. Saya mohon bantuan anda," pinta wanita paruh baya tersebut sembari mengulurkan tangannya, membuat kesepakatan secara persteks. Membuat kesepakatan secara sepihak.

"Mohon maaf, Bu. Saya mohon maaf dengan sangat. Alangkah lebih baik kalau kita tanyakan lebih dulu pada anak Ibu. Apakah dia mau untuk saya ajar secara privat? Saya tidak mau kalau nanti dia malah tersinggung," kata Arunika menjelaskan.

Wanita asing itu terkekeh. Arunika dibuat kebingungan oleh aksinya tersebut.

"Mana mungkin anaknya menolak, Bu. Dia sendiri yang membuat kesepakatan pada saya bahwa dia mau belajar asal dibimbing oleh Bu Arunika. Oleh karena itu, saya minta kerjasama anda. Kalau masih kurang, saya akan menaikkan gaji anda. Saya tahu anda adalah dosen yang cerdas dan pasti bisa membantu saya. Tolong anak saya, Bu," jelas wanita asing tersebut pada Arunika. Ia memaksa bersalaman sebagai kesepakatan bahwa kerjasama berhasil dilakukan.

"Eh, Bu. Tapi.. tapi saya belum pernah mengajar secara privat. Saya belum begitu ahli mengajar mahasiswa saya yang…yang seperti…" Arunika menghentikan ucapannya karena takut menyinggung wanita paruh baya di hadapannya.

Aduh, bagaimana ini?

Arunika merasa sungkan. Ia tak pernah berada di titik seperti ini di dalam hidupnya.

"Yang seperti apa, Bu? Katakan saja! Saya tidak keberatan dengan apa yang akan Bu Arunika sampaikan tentang anak saya. Saya tahu bagaimana penilaian orang-orang di luar sana mengenai Tanaka. Tapi saya tahu dia bukan anak yang bandel. Dia hanya.. hanya sedikit..nakal. Hanya sedikit saja kok, Bu," bela sang ibu pada anaknya di luar sana. Ia begitu membanggakan pemuda bernama Tanaka yang notabene adalah anak tunggalnya.

"Tapi Bu—,"

"Tapi kenapa Bu? Bu Arunika takut jatuh cinta sama saya, ya?" serobot pemuda yang tengah dibicarakan oleh dua wanita berbeda generasi tersebut.

Apa? Jatuh Cinta?

Omong kosong!

To be continue…

***

Hai Kakak semuanya, ini adalah karya saya yang lain. Kalau suka, jangan sungkan untuk memasukkan cerita recehku ke dalam rak kalian.

Terima kasih…