"Yaudah tungguin di sini!" pinta Hilmi.
Hilmi kembali ke dalam rumah untuk memberikan ponsel milik Amel.
"Yes, ancaman gue berhasil," gumam Amel.
Dina merasa aneh dengan tingkah Hilmi. Karena, tidak biasanya, Hilmi bersikap manis. Bahkan, sampai mau memasak telur untuknya.
"Tumben, Papah pengertian banget hari ini," batin Dina.
"Ini, kamu jangan ngadu apa-apa ya ke Mamah kamu." Hilmi memberikan ponsel Amel.
Dengan senyuman sinis, Amel menjawab, "Oke."
"Papah, Amel, sini makan dulu!" kata Dina ketika melihat Hilmi dan Amel berbarengan memasuki rumah. Amel dan Hilmi duduk di meja yang saling berhadapan.
Amel mengambil piring dan memasukkan nasi ke piringnya. Amel bertanya kepada Hilmi, "Papah mau Amel ambilin?"
"Bisa sendiri kok," jawab Hilmi.
"Gimana? Enak gak masakan Mamah?" tanya Dina.
"Enak banget, Mah," jawab Amel dan Dinda.
"Papah kok gak jawab? Masakan Mamah gak enak ya?"
Dina merasa ada yang janggal. Mulanya, Hilmi bersikap sangat manis dan pengertian kepada dirinya. Namun, semenjak mengobrol dengan Amel, Hilmi jadi melamun.
"Enak banget, ini masakan yang paling enak di dunia," puji Hilmi.
"Ih bisa aja deh, kamu tadi abis ngomongin apa tadi sama Amel?" selidik Dina.
"Itu loh, Mah," Amel hendak menjelaskan. Tetapi, Hilmi langsung terdesak.
"Aduh, pelan-pelan dong Pah, makannya." Dina menyodorkan secangkir air. Dinda yang mengetahui kejadian persis, hanya bisa memandangi Hilmi dan Amel secara bergantian.
"Makasih, Mah," ucap Hilmi.
"Iya, gimana Mel tadi?" tanya Dina.
"Papah itu udah ngasih izin Amel buat ngekost. Terus, Papah juga mau kasih Amel uang buat biaya kost," terang Amel.
"Wah, ini anak, berani-beraninya dia ancam Papahnya dua kali," batin Hilmi.
"Iya kan Pah?" sambung Amel.
Hilmi terbelalak. Namun, dia tidak bisa mengatakan kebenarannya. Hilmi pun menjawab, "Iya kok Mah, kata gitu."
"Oh, gitu, rencananya, kamu mau kost dimana?" tanya Dina.
"Yang deket sama tempat kerja Mah," jawab Amel.
"Ay, kalo Ayarra mau pulang, pulang aja ya, Cindy udah ada Tante," ujar Nadia.
"Oh, gitu, kalo gitu, Ayarra izin pamit ya," kata Ayarra.
"Ayarra, makasih loh ya. Hati-hati juga kamu. Gak ada yang anterin lagi. Duh, si Rayan mah bener-bener," celoteh Nadia.
"Iya Tante, gak papa kok. Ayarra bisa minta jemput Kakak," ujar Ayarra.
Rayan telah sampai di area balap. Balapan motor dengan taruhan uang adalah hal yang sangat menarik baginya.
"Lama amat si lu," ujar Gilang.
"Ya elah, mulai juga belom nih acara," jawab Rayan.
"Lu daftar dulu sono!" titah Maman.
Rayan mendaftarkan diri dan menyerahkan uang kepada pihak panitia.
"Lu kebagian nomor berapa?" tanya Maman dan Gilang.
"47, nomor terakhir katanya," jelas Rayan sambil memperlihatkan kartu dengan angka 47.
Banyak sekali peserta yang gugur. Kini, giliran Rayan dan para pemenang yang balapan. Rayan sangat percaya diri jika dirinya akan menang.
Setelah keluarga Rayan selesai makan, Amel menagih uang yang dia bicarakan saat di meja makan kepada Hilmi, "Pah, uang buat kost Amel mana? Soalnya, Amel mau berangkat sekarang. Mau cari kost dulu."
Hilmi tidak memiliki cara lain selain memberikan Amel uang.
"Nih!" Hilmi memberikan Amel beberapa lembar uang.
"Kurang Pah," rengek Amel.
"Yaudah nih!" Hilmi menambahkan beberapa lembar uang lagi.
"Nah, gitu dong, Papahku yang baik," ucap Amel sambil mengedipkan mata.
Amel berkemas. Dia memasukkan beberapa baju dan peralatan yang penting. Dengan koper berwarna navy, Amel siap berangkat.
Dugaan Rayan tepat. Dia memegang peringkat juara. Ia sangat bahagia. Dan akan terus melakukan balap liar.
"Anjir, gak nyangka gue lu menang," ujar Gilang.
"Masa seorang Rayan kalah gitu aja," ujar Rayan.
Rayan, Gilang dan Maman pergi ke sebuah klub malam. Mereka memesan alkohol dengan uang yang Rayan dapatkan.
"KTP?" penjaga klub meminta KTP kepada ketiga sahabat itu. Mereka telah menyiapkan segalanya dengan meminjam KTP orang lain.
Ketika melihat KTP yang diberikan oleh Maman, petugas mengatakan, "Ini kok gak sama ya mukanya?"
"Dia emang lebih cakep difoto Pak," ujar Gilang. Rayan hanya tersenyum menahan tawa.
Rayan memasan 1 botol minuman. Mereka sangat menikmati suasana club.
"Ray, tadi gue kaya liat si Nindi deh," kata Maman.
"Gue udah bodo amat sih sama dia," terang Rayan.
"Ciye, udah move-on nih?" tanya Maman.
"Udah ada penggantinya ya di Bandung?" tebak Gilang.
"Pengganti apaan? Gak adalah," jawab Rayan.
Rayan bohong kala mengatakan bahwa dirinya sudah berpaling dari Nindia. Hatinya masih terus memikirkan Nindia hingga saat ini.
"Gue mau deketin cewek dulu ya," kata Gilang.
"Lu juga ikut sono!" ujar Maman.
"Yang ada, lu yang ikut Man, biar gak jadi jomblo mulu," ledek Rayan.
"Sialan lu," jawab Maman sambil terkekeh.
"Sayang ketemu yuk!" ajak Amel kepada Nico.
"Sayang? Kamu kok baru bisa aku hubungi sih?" tanya Nico khawatir.
"Ceritanya panjang sayang. Nanti deh, aku ceritain," jawab Amel.
"Oke, kita ketemuan di mana?" tanya Nico.
"Aku pengennya di klub sih, buat menghilangkan rasa stres," tutur Amel.
"Yaudah, aku siap-siap dulu ya," kata Nico. Nico berganti pakaian. Ia menyemprotkan minyak wangi. Dan memakai motornya untuk mengunjungi Amel.
"Aku udah jalan nih, kamu udah di mana?" tanya Amel.
"Aku mau jalan kok," terang Nico.
"Pah, kamu beneran udah kasih izin Amel buat kost?" tanya Dina.
Dina hanya ingin memastikan keputusan dari Hilmi. Sebab, sebelumnya Hilmi tidak memberi izin. Sambil menonton televisi, Hilmi hanya mengangguk.
"Apa yang membuatmu berubah pikiran Pah?" tanya Dina.
Amel dan Nico berpelukkan ketika mereka bertemu. Amel sangat merindukkan Nico. Begitu pun sebaliknya.
"Ih bete deh!" rengek Amel kepada Nico.
"Bete kenapa sih kamu?" tanya Nico.
Sambil berjalan, Amel menceritakan hal yang sebenarnya dia alami, "Masa, aku dikurung sama Papah tadi siang, kan kesel."
"Hah? Dikurung? Kok bisa?" tanya Nico.
"Iya, jadi ceritanya tuh, aku izin buat mau kost. Tapi, malah gak dapet izin. Terus aku bilang, kalo Papah gak kasih izin, Amel bakal tetep pergi kok. Eh, aku malah dikurung digudang," papar Amel.
"Terus, kok kamu bisa keluar?" tanya Nico.
"Soalnya, Mamah abis pulang dari rumah sakit. Tapi yang bukain pintu gudang, bukan Papah," tutur Amel.
"Terus siapa dong?" tanya Nico.
"Si Dinda adikku. Mana dia nangis dulu lagi sebelum bukain pintu gudang," ucap Amel.
"Ih terus di dalem gudangnya tuh banyak tikus gitu. Jijik banget. Kotor." Amel menaikkan bahu.
"Kok Papah kamu sejahat itu sih?" tanya Nico.
Amel memajukan bibir sambil berkata, "Gak tau. Emang kaya gitu dari dulu."
"Oh, Mamah kamu tau kamu dikunci di dalem gudang?"
"Enggak. Si Dinda minta aku buat gak bilang Mamah. Tapi ada benernya sih kata Dinda. Aku jadi bisa ancam Papah," jelas Amel.