webnovel

9. Pagi di Negeri Ion (II)

Mengenakan jaket biru langit dan celana pendek selutut, kaki berlapis sepatu kets putih melangkah keluar dari pintu ganda yang terbuka. Tepat di belakangnya, sosok remaja jangkung yang mengenakan hoodie hitam menyusul. Terlihat dingin dengan wajah tanpa ekspresi dan sepasang iris emas yang mengantuk.

Melangkah ke depan, sepasang netra emas memandang sekitar.

Mereka disambut lorong yang cenderung panjang. Ada 3 pintu yang masing-masing mewakili kamar kepemilikan setiap Penyihir dan Guardian. Sisi Selatan Kastil merupakan area laki-laki sementara sisi Utara adalah Perempuan. Lantai 4 Kastil khusus kamar untuk Penyihir dari Academy Ruby, Lantai 3 dari Academy Sains dan lantai 2 untuk para siswa Academy Penyihir Yuron.

Lantai dasar, tentu saja untuk berkumpul. Terdapat ruang makan, hall dan ruang untuk berkumpul.

Secara singkat, semuanya dijelaskan tetapi tidak dijelajahi. Sampai di dini hari, tidak akan ada Penyihir yang memperhatikan penjelasan dari murid yang mengantar mereka. Terlalu lelah, hanya ada kasur yang menjadi tujuan hidup. Beruntung, Guardian selalu menjadi sosok yang kuat dan teliti. Jadi, bila para Penyihir bangun dengan linglung, Guardian akan menjadi orang pertama yang menjelaskan beberapa hal semalam.

Menguap, remaja berambut perak mulai merenggangkan tubuhnya seraya melangkah di lorong yang panjang. "Mereka tidak akan membiarkan kita meminum cairan nutrisi sebagai sarapan kan?"

"Ada bubur, pasta, salad, nasi goreng, oatmeal," menyebutkan menu yang tersedia, Merci menoleh ke sampingnya. "Ingin sarapan yang mana?" tahu pasti remaja mungil di sebelahnya tidak akan memakan cairan atau bar nutrisi geratisan yang biasanya, dibagikan oleh Academy Ruby.

Leo menoleh dengan tertarik. Sepasang netra memandang layar yang melayang tepat di samping Guardiannya. "Coba kita lihat tampilan menunya."

Merci tidak keberatan. Ia membalik layar, menampilkan tampilan pada masing-masing menu yang disebutkan. Namun, remaja An hanya melirik sekilas, mengerutkan alis, lalu memalingkan wajah.

"Tidak mau semua?" dengan mudah Merci menebak.

"Tidak menarik."

"Ini masih terlalu pagi, tidak mungkin membangunkan Bastian."

Agak mengejutkan, Bastian benar-benar bisa memasak. Hal ini ditampilkan saat mereka berada di pesawat. Sosok raven itu dengan bangga memamerkan kemampuannya. Karenanya, dengan senang hati Leo mulai mengganggu remaja Arya setiap hari untuk membuatkan makan. Bila ada orang lain yang memiliki kemampuan memasak yang baik, kenapa ia harus repot-repot bergerak sendiri? Terlebih, si raven dengan suka rela mau menjadi babunya.

Jadi, ketika Merci melihat Penyihirnya tidak berniat menyentuh sarapan di sini, hal pertama yang dipikirkan adalah membangunkan Pangeran dari Negri Yuron.

"Hmm … ," Leo bergumam. Remaja Perak itu terlihat memikirkan sesuatu. "Apakah kau lapar?"

"Tidak lapar," Naga muda menjawab jujur.

"Sayang sekali," Leo menghela napas kecewa. "Aku agak lapar," akunya jujur seraya mengusap perut dengan gaya melankolis.

"Kalau begitu, kita memesan sarapan di dapur--kenapa kita tidak lewat lift?"

Merci mengerutkan alis. Menatap lawan bicara dengan bingung. Keduanya mulai berjalan menuruni tangga melingkar yang berada di ujung lorong. Selangkah demi selangkah, keduanya berjalan menuruni anak-anak tangga berlapis karpet merah yang lembut.

Si perak menggelengkan kepala. "Aku ingin lebih banyak bergerak," ujarnya seraya mulai melakukan senam kecil merenggangkan tubuh. "Ngomong-ngomong, di sini menyediakan dapur umum kan?"

"Ya," Naga Biru mengangguk. "Kau ingin memasak?" tebaknya.

Leo terkekeh. "Yup."

Remaja Diandra langsung terlihat canggung. "Kau … bisa memasak?"

"Ya," Leo tanpa ragu mengaku. "Tidak terlalu sulit selama kau hanya membuat yang sederhana," menoleh menatap lawan bicaranya, sepasang netra emas dengan mudah menemukan perubahan emosi Naga Muda itu. "Ada apa?"

Merci mengatuprapatkan bibirnya, selama beberapa detik menatap remaja perak, lalu menggelengkan kepala.

Seolah takut Leo akan kembali melemparkan pertanyaan, Merci langsung melangkah cepat. Mendahului si perak untuk menuruni tangga.

Alis Leo terpaut, menatap sosok yang dengan panik melangkah ke depan dan mendahuluinya. Namun si perak tidak mencoba mencari tahu. Dengan cepat sang Penyihir menyusul Guardiannya hingga mereka kembali melangkah beriringan menuruni tangga.

[Ada yang ingin kutanyakan] ucap Leo to the point. Sukses membuat Merci tersentak karena si perak yang menggunakan bahasa Naga. [Apa kau benar-benar akan menjadi Guardianku selama di sini?]

Tap.

Langkah kaki terhenti. Leo yang berhasil menyusul, ikut berhenti. Sosok perak berbalik, mendongak menatap remaja yang jauh lebih tinggi.

Alis Naga Biru terpaut. Bibirnya terkatup rapat.

Hening selama beberapa detik. Naga Muda jelas tidak ingin membuka suara.

[Identitasku, tidak mungkin Kakek tidak mengatakannya kan?] Leo tahu Merci tidak akan bersuara. Karenanya, dengan sabar si perak kembali berbicara. [Merci, kau adalah ras Naga, tetapi menyembunyikan identitasmu dan justru mau merendahkan diri menjadi Guardianku. Boleh aku tahu, kenapa?]

Leo perlu penjelasan.

Sejak pertama kali bertemu, Merci menyembunyikan identitasnya sebagai ras Naga. Sosok ini menggunakan Alat Sihir guna menyembunyikan tanduk, ekor dan kuping runcingnya. Secara kasar, bila bukan karena iris emas dengan pupil Vertikal, seseorang akan mengira dirinya sebagai ras manusia.

Diandra Merci tentu saja tidak akan curiga apakah Leo bisa menembus melihat ilusi dari Alat Sihir yang selalu digunakannya atau tidak. Sejak pertama kali mereka bertemu, Merci mengenali Bahasa ras Naga. Hal ini sudah cukup membuktikan bahwa si biru adalah ras Naga.

[Bukankah kau yang memintaku untuk menjadi Guardianmu?]

[Kakek yang menunjukmu] Leo langsung menyangkal. [Bila mau, aku bisa memilih Guardian yang lebih baik, tetapi kebetulan aku akrab denganmu dan Kakek juga menunjukmu.]

Jeda beberapa detik, sepasang netra emas menatap fokus lawan bicaranya.

[Bila kau tidak mau, aku tidak akan memaksa dan Kakek juga tidak akan memaksamu menjadi Guardianku] ekspresi wajah si perak serius. [Tetapi Merci … kau setuju. Kau setuju untuk menjadi Guardianku … nah, kenapa kau setuju dengan mudah?]

Seorang ras Naga yang memiliki kesomobongan pada tulangnya, terlebih ras yang jelas-jelas memiliki darah bangsawan yang terlalu kental, mau begitu saja menjadi seorang 'Pengasuh' dari seorang 'kenalan' yang bahkan tidak memiliki hubungan darah apapun ...

Selain kenyataan bahwa Merci masih terlalu muda untuk benar-benar memikirkan tindakannya dan masih menganggapnya sebagai 'kerabat', Leo yakin semua ini karena Kakeknya, Diandra Felix.

Naga muda itu mengatuprapatkan bibirnya yang tipis. Sepasang iris emas dengan gelisah bergerak menatap ke sekitar. Apa pun itu selain lawan bicaranya. Namun, keheningan Merci tidak membuat Leo menyerah. Sosok yang lebih kecil tanpa ragu tetap diam. Menunggu jawaban. Netra emas itu sangat teguh, keras kepala, di sisi lain juga cukup sabar untuk mendengarkan.

[Aku akan melindungimu] akhirnya, sosok biru buka suara. Ia terdiam selama beberapa detik. Menarik napas dalam, lalu menghembuskannya dengan perlahan. Seolah telah membuat keputusan yang kuat, sepasang iris emas tanpa ragu membalas tatapan dari remaja mungil di hadapannya.

[Leo … tidak peduli apa tujuanku, dua hal yang perlu kau tahu. Aku tidak akan membuatmu terluka dan aku akan melindungimu] Merci menunduk. Remaja yang 2 tangga berada di depannya terlihat lebih mungil, lebih rapuh, lebih terlihat … lemah. [Aku tetap akan menjadi Guardianmu.]

Leo kecewa.

Remaja di depannya akan menempatkannya dalam bahaya. Sosok Naga Muda ini tahu bahwa pilihannya pasti akan mengancam nyawa, itu sebabnya ia mengucapkan kata-kata itu. Diandra Merci … sudah tahu resiko yang menjadi keputusannya dan tetap mencoba menariknya ke dalam masalah yang dimiliki sang Naga.

Permainan politik tidak pernah menjadi hal yang adil dan aman.

Terutama, ketika hal ini berhubungan langsung pada tahta kekuasaan tertinggi.

[Terima kasih] senyuman kecil mengembang. Sepasang netra emas yang bulat kini terlihat penuh dengan kelegaan dan rasa syukur. Lalu, seolah semua masalah telah selesai, senyuman sang remaja semakin melebar. "Nah, apa yang ingin kau makan?"

"Eh?"

"Aku juga akan membuatkanmu sarapan," Leo terkekeh. Sosok itu berbalik dan kembali menuruni tangga. "Aku bisa membuat hidangan yang sederhana … kuharap kau tidak terlalu kecewa dengan sarapan yang kubuat."

Merci membuka mulutnya, tetapi beberapa detik kemudian, ia menutup mulutnya. Alis remaja itu tepaut, terlihat ragu, tetapi pada akhirnya melangkah mengikuti sosok perak di depannya.

"Aku akan membangunkan Lyra, kau tidak perlu memasak."

Leo menggelengkan kepala. "Aku sudah lapar," Terlalu merepotkan untuk menunggu seseorang bangun dari tidurnya.

"Aku punya beberapa cemilan, kau bisa memakannya dulu."

Mereka sampai di ujung tangga. Lapisan karpet lembut menyambut sepasang sepatu yang menginjak tanah.

"Kau tidak percaya aku bisa memasak?" Leo menoleh ke belakang. Sepasang netra emas menyipit dengan curiga. "Bila kau tidak mau memakan masakanku juga tidak apa-apa, aku tidak memaksa--"

"Bukan," Merci menyela. Mendadak Naga Biru terlihat panik. Tidak menyangka hal itulah yang dipikirkan si perak. "Bukan seperti itu."

"Jadi?" alis Leo terangkat.

Si biru gelisah. Wajah pucatnya, secara perlahan mulai menyemburkan rona merah yang menyebar dari pipi hingga ke telinga. Melihat perubahan itu secara langsung, Leo sukses dibuat melongo.

"Aku … aku Guardianmu."

Satu kalimat yang diucapkan dengan canggung, tetapi langsung membuat Leo mengerti.

Tidak semua Guardian bisa memasak, tetapi untuk beberapa Guardian elit, akan dilatih untuk bisa memasak. Bagaimanapun, tidak semua Penyihir mau memakan makanan luar. Jadi, selain Bastian, remaja Diandra hanya bisa memikirkan Lyra. Satu-satunya Guardian Elit yang ikut rombongan mereka.

Namun …

Rasa malu dan kekeras kepalaan Merci agar dirinya tidak memasak jelas bukan karena takut masakan si perak beracun, tetapi lebih karena … merasa tidak berguna? Peran si biru kali ini adalah Guardiannya, tetapi selain membantu menyiapkan makanan yang dibuat Bastian, sosok ini tidak melakukan apa pun sama sekali selain menemani si kecil.

Bagaimanapun, Leo benar-benar mandiri.

Sama seperti 5 Penyihir lainnya.

Guardian lain mungkin sudah terlalu terbiasa dengan Penyihir Academy Ruby yang cenderung mandiri, tetapi Merci baru kali ini menjadi seorang Guardian dan Naga ini jelas tidak memiliki Tulang Punggung bangsawan sama sekali. Dengan serius menganggap pekerjaannya sebagai hal yang penting.

Keheningan yang canggung membuat Merci semakin dilanda gelisah. Jantungnya berdegup kencang, kedua tangan berkeringat. Sepasang iris yang semula tidak berani menatap lawan bicaranya, kini dengan gugup melirik dan mendapati …

An Leo hanya menatapnya dengan pandangan kosong. Melongo tanpa berkedip.

"Apa … kau benar-benar lapar?"

Leo berkedip. "Tidak," jawabnya cepat. "Aku punya buah-buahan, aku bisa menjadikannya sarapanku."

Berbalik, keduanya kembali melangkah. "Nah, di mana dapur umumnya? Buah-buahku cukup segar … kau bisa membantuku membuat salad."

Merci menghela napas lega mendengarnya. Sosok Naga Muda langsung melangkah ke depan, menunjukkan jalan di mana Kafeteria berada. Bagaimanapun, setiap Guardian menerima denah Kastil, jadi mereka bisa membimbing Penyihir mereka tanpa takut tersesat.

Setiap Penyihir selalu berharga. Karena itu, penjagaan dan perawatan mereka juga cukup ketat, terutama perihal makanan. Bukan rahasia bahwa banyak Penyihir yang hanya akan makan makan yang dibuatkan oleh Guardian mereka, atau dari bahan yang mereka bawa sendiri.

Karenanya, tidak aneh bila keberadaan Kafeteria, terhubung langsung dengan Dapur Umum.

Ketika sampai di dapur umum, seperti kata si perak, ia hanya akan memakan salad. Itu sebabnya, sosok mungil hanya duduk di kursi, mengeluarkan beberapa buah yang segara dan meminta Merci mengeksekusinya. Hanya mencuci, memotong dan memberikan tumpahan madu.

Leo dengan senang hati mengintruksi Merci yang canggung memegang pisau dapur.

Melihatnya … memberikan perasaan deja vu.

Oh, mendadak, remaja perak teringat dengan Papanya.

Leo bertopang dagu, sepasang netra emas menatap Naga Biru yang dengan canggung dan lambat, memotong-motong buah menjadi kotak. "Apakah kau ingin belajar memasak?"

"Belajar?" fokus si biru masih ke buah-buahan di tangannya, sedikit pun, ia tidak mengangkat kepala menatap lawan bicara.

"Um," Remaja An bergumam. "Selama kau mau, aku bisa mengajarimu memasak."

Jeda beberapa detik, suara cumbuan antara pisau dan talenan terdengar nyaring di dapur yang sepi. Merci tidak langsung menjawab. Sosok itu terlihat sangat fokus dan Leo juga tidak mau memaksa.

Bagaimanapun, untuk membuat seorang Pengeran Sulung sebuah Negara menjadi seorang Guardian adalah hal yang … cukup luar biasa. Sekarang, Leo berniat mengajarkannya memasak, seolah benar-benar akan membuatnya menjadi seorang Guardian Elit.

Oh, ngomong-ngomong, bukankah Bastian benar-benar menjadi koki pribadinya? Selama di Pesawat, Leo hanya memakan masakan ras campuran itu. Membuat seorang Pangeran negri Yuron ke dapur setiap hari ...

Ayahnya dan Bastian …

"Oke."

Leo berkedip, menatap Merci yang selesai memotong semua buah menjadi kotak. Cukup rapi dengan ukuran yang sama. Leo agak kaget melihat potongan-potongan kecil itu, lalu melirik Naga biru yang menatap ke arahnya dengan ekspresi serius.

"Aku ingin kau mengajariku memasak."

Ah.

Baiklah, sekarang, sepertinya ia akan memiliki … 3 orang koki pribadi?

Next chapter