Beberapa sosok berjubah kuning berkumpul di sebuah halaman yang luas. Masing-masing Penyihir yang mengenakan jubah kuning dikelilingi oleh teman dan kerabat. Setiap orang memberikan nasihat, atau setidaknya bercanda tentang beberapa hal tentang dunia luar, terutama kebiasaan di luar negeri.
Masing-masing 6 orang Penyihir level 2, akan dikirim ke Academy Royal Ion, Academy Sains, dan Academy Penyihir Yuron untuk melakukan pertukaran pelajar. Itu sebabnya, saat ini, 18 penyihir berkumpul bersama, dikelilingi oleh kerabat dan teman mereka untuk mengantar kepergian.
1 bulan bukan waktu yang singkat. Tentu saja 1 bulan belum termasuk waktu perjalanan yang akan mereka tempuh. Ketiga Academy berada di Planet Ibu Kota masing-masing, merupakan Planet yang paling dilindungi di negara mereka, jadi perjalanan bisa memakan waktu selama berminggu-minggu.
Namun itu bukan masalah. 17 Penyihir telah dilatih selama 1 minggu perihal negara yang akan mereka kunjungi. Jadi, ketika murid ke-18 yang tidak pernah mendatangi kelas akhirnya muncul …
Arya Bastian tidak bisa menahan keterkejutannya.
"MUNGIL!" Bastian berteriak. Senyuman lima jari merekah. Dalam seketika, wajahnya berseri-seri saat melihat sosok yang sangat dikenali, mengenakan jubah kuningnya. Oh! Oh! "Jangan bilang kau adalah orang ke 18 yang misterius itu?!"
"Ha?" Leo melongo. Ini bocah campuran datang-datang langsung menggunakan bahasa alien.
"Kau tidak pernah menghadiri kelas!" Bastian menyeringai, lalu menunjuk jubah kuning yang dikenakan Leo. Hanya mereka yang akan berangkat lah yang mengenakan Jubah. Semua Penyihir yang ada di sekitar mereka, untuk saat ini, tidak ada satu pun yang mengenakan jubah Kuning milik sekolah. "Lihat jubahmu? Hanya kau yang tidak menghadiri kelas, jadi pasti kaulah murid ke-18 itu, bukan?"
Kenapa aku yang menjadi nomor terakhir?
Leo cemberut, tidak suka menjadi anak bungsu. Mentang-mentang tubuhnya lah yang paling pendek, bukan berarti dirinya lah yang akan menjadi nomor urut terakhir, bukan?
"Kau memilih ke Negara Yuron?" Leo tidak mau ambil pusing perihal nomor terakhir, bagaimanapun, ia tidak mengerti apa maksud Pangeran Yuron ini.
"Ah? Kenapa aku harus ke sana?" Sepasang netra merah berkedip bingung, lalu beberapa saat kemudian mendengus sombong. "Tentu saja aku harus ke Negara Ion! Negara terkaya dan tentu saja, yang paling banyak ras Naganya!"
Leo mengerutkan alis. Pangeran Yuron yang justru lebih suka ke negara asing? "Ras Naga adalah Ras Bangsawan, kenapa kau mengatakannya seolah-olah--" Leo terdiam. Ia refleks menoleh ke samping dan memandang Merci yang sejak tadi diam.
Oh, benar. Bukankah Merci adalah ras Naga?
Bahkan … seorang Pangeran. Pangeran sulung Negara Ion.
Si perak memalingkan wajah, kembali memandang Bastian yang juga turut menyadari sesuatu. Mendadak, senyuman remaja itu menghilang, digantikan kepanikan yang aneh. Wajah putih itu mendadak semerah tomat.
"Tidak, tidak, tidak, maksudku … uh y-ya tentu saja memerlukan referensi! Tokoh utama yang kubuat kan Ras Naga!"
Leo tertegun, lalu beberapa saat kemudian menyipitkan mata. "Bukankah Novelmu yang itu sudah tamat?" Jangan bilang ada Novel baru yang kali ini, Toko Utamanya Ras Naga lagi! Ayahnya sudah cukup gila untuk menyukai karya Nirwana karena ada Naganya! Leo tidak mau kuping dan penglihatannya tercemari lagi karena orang ini!
"Filmnya kan baru saja dibuat!"
Oh, benar. Leo lupa perihal ini. Merci ikut dalam membuat skrip untuk pembuatan film dan pasti, memerlukan lebih banyak referensi perihal ras Naga. Terutama perihal Kerajaan Ion yang menjadikan ras Naga adalah Ras Kerajaan mereka.
Film lebih banyak mengundang peminat, jadi pembuatan film ini lebih hati-hati. Takut bila menyinggung pihak Negara Ion selaku Negara di mana ras Naga adalah Bangsawan. Tentu saja, untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, Diandra Youna selaku sebagai mantan Ratu, diam-diam terlibat di dalam pembuatan film ini.
Salahkan Cosmos yang ternyata terlalu akrab dengan banyak teman online.
Leo tidak pernah tahu bahwa Ayahnya diam-diam sudah berteman dengan Naga betina lain.
Inilah alasan utama ia tidak terlalu senang bertemu dengan Merci, atau permintaan kurang ajar Felix. Namun mengingat Naga Perak yang jelas cuek bebek dan bahkan tidak terlalu peduli dengan keberadaan Youna yang menjadi tahanan Negara, Leo menghela napas lega.
Oh, untuk saat ini, ia belum akan memiliki Mama baru.
Ia masih akan menjadi satu-satunya putra kesayangan Papanya. Tidak akan ada saudara tiri baru juga.
"Kenapa tidak bertanya denganku?" Leo berkedip, menatap Merci dengan aneh. "Bila kau mau bertanya tentang ras Naga, aku bisa memberitahumu."
Bukannya senang, Merci justru melotot galak. "Kau tidak pernah membalas pesanku!" tuduhnya. "Aku bahkan curiga kau akan memblokirku bila aku terus mengirimimu pesan!"
Benar. Leo memang sempat berpikir untuk memblokir Pangeran Yuron ini.
"Bastian, kau yakin tidak ada yang tertinggal?" seorang pria jangkung, dengan kulit gandum tiba-tiba datang menghampiri. Rambut hitamnya dipotong cepak, dengan sepasang iris hitam yang tajam. Namun anehnya, ia terlihat ramah dan lembut. Sosok yang hanya mengenakan tank top hitam itu seolah menyadari sesuatu, ia tersenyum menatap lawan bicara Bastian. "Halo."
"Lyra!" Bastian menyeringai senang, lalu memalingkan wajah menatap si perak. "Leo, lihat? Dia Lyra. Guardianku selama satu bulan! Dia sangat ramah, tidak seperti Ferguso! Oh, benar, kau menanyakan apa tadi?"
Lyra tersenyum geli. "Semua barangmu, apakah sudah dibawa?"
"Sudah, tenang saja. Aku bahkan membuat list dan mengeceknya dua kali, semuanya sudah kumasukkan ke dalam Kantung Ruangku."
Sosok jangkung berotot itu menghela napas lega. "Okay, jangan sampai ada yang tertinggal. Perjalanan kita agak jauh."
"Fargus, bukan Ferguso," dengan baik hati, Leo mengkoreksi. "Lagipula, Fargus bukan Guardianmu, tetapi wali sementaramu--benar, kenapa dia tidak ikut?"
"Sama saja," si raven menyeringai. "Ferguso tidak mungkin meninggalkan pekerjaannya selama lebih dari seminggu. Jadi, aku harus mencari Guardian-oh, siapa Guardianmu nanti?" setiap Penyihir akan diberikan satu Guardian. Tentu saja mereka bebas memilih Guardian mana yang ingin mereka bawa. Bila bingung memilih, Academy dengan berbaik hati akan memilihkan.
Leo berkedip. "Tentu saja dengan Merci, menurutmu kenapa saudara jauhku datang?"
"Ah?" seolah baru menyadari kehadiran orang lain, Bastian tertegun. Menatap Naga muda yang berdiri tepat di samping si perak dengan bodoh. Sosok jangkung itu sedikit lebih tinggi darinya, membuat si raven mendadak merasa bersalah karena tidak menyadari keberadaan Naga Biru ini. "O-oh … dia guar--Eh? Apa?!"
Melihat kekagetan si raven, Leo mendadak sadar bahwa Merci ikut masuk ke dalam kelas Penyihir. Bagaimanapun, Kesatria dilarang keras memasuki area Pendidikan. Apa lagi ikut memasuki kelas! Lalu sekarang, Merci berdiri di sebelahnya. Sebagai Guardian, bukan Penyihir yang mengantar saudaranya pergi. Namun hal aneh lainnya adalah … bukankah Leo level 3? Bastian yakin melihat si perak mengenakan jubah hijau dan bukan kuning!
Uh … apakah ia harus menjelaskan keistimewaan sebagai cucu Kepala Sekolah Academy Ruby?
Bastian menatap Leo dan Merci bolak-balik. Kebingungan jelas tercetak di wajah ras campuran itu. Ia membuka mulut, ingin bertanya, tetapi pada akhirnya menutup kembali karena merasa, tidak mungkin untuk mengungkapkan kebingungannya di tempat umum.
"Oke, oke, nanti saja mengobrolnya, pesawatnya sudah datang," Lyra mendadak buka suara. Pria jangkung itu terkekeh melihat sepasang remaja yang begitu akrab, menunjuk ketiga pesawat berukuran besar yang terbang rendah menuju mereka, ia harus mengalihkan perhatian kedua remaja ini.
Bastian tidak bersuara kembali, tetapi sepasang kelereng merah masih menatap bolak balik ke arah Merci dan Leo. Menahan diri, si raven memilih bungkam. Ia akan mencari waktu dan hari yang tepat untuk menanyakannya.
Terpaan udara yang kuat terasa menghantam tubuh setiap orang. Tiga pesawat besar mendarat di tengah lapangan. Tepat saat badan pesawat membuka palka untuk menyambut kedatangan para Penyihir, suara intruksi terdengar di udara. Memberitahukan, untuk masing-masing Penyihir masuk ke pesawat yang tepat.
Perpisahan terjadi. Para kerabat tidak henti menyuarakan peringatan dan nasihat yang diucapkan dengan terburu-buru. Bahkan ketika semua Penyihir telah masuk ke dalam pesawat mereka masing-masing, orang-orang yang mengantarkan kepergian Penyihir mereka masih di lapangan. Berdiri diam, memandang ke langit hingga badan pesawat yang besar dan dingin, tidak terlihat kembali di penglihatan mereka.