webnovel

Baby's Dragon

Leo, Penyihir berusia ribuan tahun terbangun dalam wujud bayi setelah lama tertidur demi memulihkan tubuhnya pasca perang yang tak berkesudahan. Namun ketika ia keluar dari Ruang Jiwa ... "Baby ... ," Seekor Naga jantan, menatap batita kecil di depannya dengan mata yang berkilau cerah. Iris emas itu penuh kebahagiaan dengan sentuhan kejutan yang tak tertahankan. "Baby, panggil Papa." " ... ." Sebentar ... BUKANKAH MEREKA BEDA SPESIES?! BAGAIMANA BISA NAGA INI MENGANGGAPNYA ANAK?! Leo sakit kepala. Degan tubuh bayi dan bahasa Naga yang terdengar cadel, pada akhirnya ia mendidik Ayah angkatnya dari Naga Primitif yang konyol dan idiot, menjadi seekor Naga berdarah murni yang berwibawa. Oh, ini Papanya! Leo bangga. Namun sayang, masa depan selalu tidak terduga. Art Cover by: Fai

AoiTheCielo · LGBT+
Not enough ratings
65 Chs

17. Amerta

Adegan berdarah itu tidak diketahui karena Naga Biru sempat mampir untuk berganti pakaian. Namun penampilan Leo yang menggantung bak Koala membuat sepuluh pasang mata membola tidak percaya, sebelum akhirnya, Bastian dengan panik menghampiri si mungilnya.

"Apa yang terjadi? Leo, kau sakit?!"

Si perak memalingkan wajah. Ekspresinya cemberut, langsung menghadap ke wajah Merci. Melihat gerakannya yang tiba-tiba, membuat Naga Biru berkeringat dingin. Oh, mulut kecil itu dekat dengan lehernya … rasanya ia berada di ujung tanduk. Lengah sedikit, kapanpun Leo bisa menggigit lehernya.

"Moodnya sedang buruk," menepuk-nepuk lembut punggung kecil itu, Merci tanpa ragu menjadi penerjemah tindakan si perak. "Jangan tanyakan apa pun. Dia … sedang tidak mau ditanya."

Bastian masih ingin bertanya, tetapi Jovanka menyela. Ia dengan baik hati membaca mood si bungsu mereka memang sedang tidak baik. Jadi, dengan baik hati ia memulai tour mereka. Memasuki gedung Adminstrasi dan tanpa ragu, melangkah menuju lantai di mana mereka bisa menjual Kristal Penenang dan Pil.

Setiap lantai memiliki fungsi yang berbeda. Secara kasar, mereka melihat daftar lantai yang tertera, lalu memilih untuk ke lantai 2 di mana tempat Penjualan Kristal Penenang. Yah … pertama pergi ke sana, lalu pergi ke lantai 3 sebagai tempat Penjualan Pil.

Saat sampai di tempat penjualan Kristal Penenang, tempat yang dituju agak ramai. Di sana, beberapa Penyihir terlihat mengantri, menunggu nomor antrian mereka dipanggil dan berjalan menuju teler. Oh, ruangan luas ini hanya didominasi oleh deretan kursi dan sofa untuk duduk. Jelas, gunanya hanya untuk mengantri.

Sejujurnya, tidak ada yang mencolok dari rombongan penyihir muda yang memasuki ruangan. Namun saat Merci melangkah masuk dengan menggendong koala besar, semua mata langsung memandang Guardian malang itu. Oh, beberapa Penyihir memiliki sifat yang aneh. Mungkin, salah satunya adalah ini.

Saat Leo bergelantung bak permen lengket dengan Papanya, semua orang akan menganggapnya manis. Karena ukuran tubuh Cosmos yang besar, tubuh Leo yang masih remaja hanya terlihat seperti anak manja yang manis. Namun berbeda untuk Merci. Tubuh Naga Muda itu masih tumbuh. Meski ia lebih tinggi dari si perak, menggendong bocah manja itu hanya membuatnya seperti menggendong teman sebaya. Terlalu memalukan.

Jadi, Merci sudah memperingatkannya tetapi Penyihir muda tidak mau mendengar. Pada akhirnya, Leo hanya bisa memalingkan wajah, mengenakan tudung dan dengan wajah semerah tomat, bersembunyi di leher sang Guardian.

Ia malu. Sungguh, ia benar-benar malu! Demi apa pun, untuk apa ia minta gendong ke Naga Muda ini?! Ingin membullynya?! Namun nasi sudah menjadi bubur, si perak tidak mungkin minta diturunkan di tengah jalan seperti ini. Jadi ia hanya bisa bersembunyi.

"Itu … ," Naga Biru ratu-ragu ketika mereka sampai di lantai 2 dan melihat sofa empuk di depannya. Semua orang sudah duduk di sofat yang disediakan, Merci … juga ingin duduk. "Kau ingin turun?"

"Tidak."

Jawaban singkat dan cepat itu langsung membuat wajah sang Naga memerah. Mendadak, ia merasa sangat gugup. Namun jelas … sepertinya Leo tidak akan marah? Ragu-ragu, seolah ingin mengetes apakah diizinkan, sosok biru itu perlahan duduk di sofa dan membiarkan Leo … duduk di pangkuannya.

Merci menahan napas. Menunggu. Jantungnya sudah melompat-lompat tidak tenang. Namun Leo tidak bereaksi sama sekali. Remaja perak masih memeluk lehernya dengan erat. Tidak mau dilepas sama sekali. Tindakan ini membuatnya menghela napas lega. Namun beberapa detik kemudian, Naga Biru tidak bisa menahan senyumannya. Entah bagaimana, ia benar-benar merasa … senang. Ia dan Leo menjadi sangat intim.

Oh, beginikah rasanya punya adik? Namun Naga muda memiliki adik tiri … adiknya tidak semanis ini. Tidak selembut Leo dan secantik ras campuran ini.

Diam-diam menoleh, Merci menarik napas panjang dan menghirup aroma wangi dari helai perak itu. Sensasi lembut terasa menggelitik pipi dan dagunya. Hanya menoleh sedikit lagi, bibirnya bisa menyentuh leher putih yang lembut itu.

"Sekali lagi kau mengendusku, aku akan menggigitmu di sini," suara si perak mendadak terdengar. Berbisik penuh ancaman hingga membuat jantung Merci mencelos. Tubuhnya kaku, sebelum akhirnya, dengan rasa bersalah yang bergelayut, Naga Biru memalingkan wajah.

"Maaf."

"Hey, ternyata daftar harga ada di dalam situsnya," suara Zarai mendadak menarik perhatian Merci. Sosok Yuyu perempuan itu tengah membuka asisten. "Buka saja situsnya, kalian pilih bagian pil. Di sana ada harga jual dan harga beli."

Semua orang langsung membuka Asisten dan mengetik situs Administrasi Academy Royal Ion. Di sana, ternyata banyak informasi yang tertera. Bahkan harga Pil dan juga harga Kristal Penenang. Saat melihat bahwa harga jual Kristal Penenang level 2 adalah 20 koin emas dan harga belinya adalah 25 koin emas …

Mereka semua sadar bahwa harga yang ada di Negara Ion memang tinggi. Sungguh, bagaimana tidak? Di Academy Ruby, harga Kristal Penenang level 2 hanya 14 koin emas dan harga jualnya 15 koin emas! Oh, perbedaan 5 koin emas benar-benar jauh!

Melihat perbedaan yang sangat jauh, mereka langsung membuka bagian pil dan melihat-lihat harga. Namun Leo tidak berminat membuka Asistennya sama sekali. Si perak hanya diam, mendengarkan percakapan yang ada di sekitarnya.

"Coba lihat! Di daftar lelang, ada mineral energi kualitas menengah!"

"Bohong!"

"Bodoh! Coba kau lihat sendiri!"

Semua orang dengan penuh semangat melihat daftar lelang. Namun Leo yang mendengarnya sudah berkeringat dingin. Oh, bukankah ia melemparkan kualitas rendah?! Kenapa mesin mengidentifikasinya sebagai kualitas menengah?! Si perak agak bingung, tetapi di sisi lain juga merasa agak panik.

Mineral Energi kualitas rendah tidak akan terlalu mencolok, tetapi untuk kualitas menengah …

Leo tidak mau memikirkannya.

Jadi, ia hanya pura-pura mati dan ketika giliran nomor antrian mereka yang dipanggil, Bastian dengan cepat menyelesaikannya. 6 Penyihir dan 6 Guardian meninggalkan lantai 2 menuju lantai 3.

Suasana di lantai 3 ternyata lebih ramai dan berbeda.

Terdapat beberapa gerai dengan etalase kaca yang indah. Terdapat nomor pada bagian atas etalase bersamaan dengan pramuniaga yang cantik dan tampan. Beberapa orang terlihat mengelilingi gerai, melihat-lihat pil yang tersusun baik di dalamnya. Beberapa orang juga terlihat tengah bertransaksi.

Setiap nomor gerai menunjukkan beberapa nama pil. Jadi, karena lima orang ingin menjual pilnya masing-masing, 12 orang berpencar. Mencari nomor yang sesuai dengan pil yang akan mereka jual.

Namun Merci tidak benar-benar berjalan menjauh. Ia … tidak tahu apa yang harus dilakukan. Lagi pula, ia sudah memiliki banyak pil, tidak memerlukan pil yang lain. Penyihirnya juga … oh, apakah ikut tertarik untuk berjualan?

"Coba kita lihat-lihat," Leo yang sejak tadi diam, mendadak bersuara. Kepala perak itu terangkat, menatap sekelilingnya dengan penuh minat. Kelereng emasnya berkilau di bawah cahaya lampu yang indah, memberikan vitalitas yang hidup dan penuh semangat. "Nah, coba ke sana."

Merci mengulum senyumannya. Naga Biru tanpa ragu menurut. Suasana hati yang rendah jelas telah hilang, digantikan antusiasme ketika berhubungan dengan Pil. Oh, seorang Penyihir, memang tidak akan pernah lepas dari godaan alkimia.

Turun dari pelukan Naga Biru, si perak mulai berkeliaran. Sepasang iris emas itu berhenti di salah satu gerai, memandang beberapa pil yang ditata indah di atas kain selembut sutera. Masing-masing pil diberikan tanda nama, harga dan kegunaannya. Namun tidak semuanya berbentuk pil. Ada yang berbentuk cair dan pasta.

Berjalan mengelilingi dari satu gerai ke gerai yang lain, si perak jelas tidak tertarik untuk membeli atau menjual. Ia murni hanya berkeliling dan melihat-lihat. Hanya satu kesimpulan yang didapat. Semua alkimia di lantai 3 adalah hasil dari Penyihir level 1 sampai 2. Tidak ada yang benar-benar berharga kecuali bahannya yang memang cenderung berharga.

Saat berpapasan dengan Zarai dan Anna, wajah kedua Yuyu terlihat berseri-seri.

"Panen?"

Zarai dan Anna menyeringai. "Panen!" ujar mereka kompak.

"Aku menjual Pil Obat Kulit, harga di sini sangat memuaskan," Anna terkekeh.

"Benar, aku juga menjualnya," Zarai menyeringai senang. "Ngomong-ngomong, apa yang kau jual, Leo?"

"Tidak ada," Leo menggelengkan kepala. "Aku hanya melihat-lihat."

Daerah ini tidak akan mampu membeli Pilnya. Semua alkimia yang dilakukan menggunakan bahan kualitas atas, ditambah pemrosesan yang sempurna. Meski hanya level 1 sekali pun, Pil yang dihasilkannya tidak murah.

Anna dan Zarai masih ingin melihat-lihat tetapi Leo sudah tidak tertarik lagi. Si perak ingin melihat lantai lain. Bukankah lantai 4 dikhususkan untuk Alkimia mahal? Jadi, saat ia berjalan ke lift, Bastian terlihat turut ingin memasuki lift.

"Mungil, mau naik ke lantai 4 juga?" wajah si raven berseri-seri, seringainya jauh lebih lebar ketimbang biasanya.

"Um," Leo mengangguk. "Panen besar?"

"Sangat!" Pangeran Yuron itu tertawa bahagia. "Harga di sini benar-benar membuat untung! Aku langsung menjual semua titipan dan juga milikku!" ujarnya senang.

Si perak tersenyum mendengarnya. "Kalau begitu, jangan lupa mentraktirku."

"Tentu," Bastian tanpa ragu setuju. "Ngomong-ngomong, kenapa moodmu sangat jelek tadi? Kau menganggap … ," sepasang iris melirik ke arah Merci yang sejak tadi diam. "Dia sebagai Ayahmu?"

Apakah semua ras Naga Jantan akan ia anggap ayahnya?! Ekspresi wajah si perak berubah menjadi suram, sukses membuat Merci panik dan takut sosok kecil ini akan mulai menggigit lengannya kembali.

"Bukan urusanmu."

Bastian canggung. "Hey, jangan berkata seperti itu," ujarnya. "Ini juga urusanku, kita satu kelompok dan lagi … yah, kau adik bungsu kami. Aku jadi merasa tidak nyaman melihatmu seperti tadi. Kupikir, kau terluka, itu sebabnya digendong Merci."

Leo menghela napas. Menyadari ucapannya agak keterlaluan padahal jelas, Bastian hanya … khawatir.

"Tidak ada, aku hanya sedang kesal," si perak masuk ke dalam lift, diiringi dengan Lyra dan Merci. 2 Penyihir dan dua Guardian memasuki kotak kaca. "Semua orang tidak berhenti bertanya kepadaku, aku tidak suka mereka mengerumuniku."

"Aku mengerti," Bastian meringis. "Di kelas, juga seperti itu. Pelajarannya terlalu mudah … aku agak kaget karena pelajaran level 1 justru baru diajarkan di level 2, itu sebabnya, saat selesai, kami semua terlambat datang. Oh, tetapi ternyata, kau yang lebih terlambat."

Ternyata, bukan hanya nasip Leo saja yang mengenaskan.

"Selain Academy Ruby, semua Academy baru memulai pelajaran saat mereka berada di level 2, itu sebabnya kurikulumnya berbeda," Lyra terkekeh, menatap kedua Penyihir kecil yang terlihat kesal karena kepintarannya. "Kalian saat level 0 bahkan sudah memulai pelajaran, tetapi mereka saat di level 2, bahkan belum pernah menyentuh rune."

"Oh, aku bahkan belum lulus di kelas Rune Lanjutan," Bastian mendadak frustasi. "Kelas Alat Sihir terlalu sulit."

"Tidak sulit bila kau rajin,' Leo mendengus. "Lagi pula, ketimbang pil, harga Alat Sihir jauh lebih mahal."

Bastian tidak bisa menyangkalnya. Tepat saat ia ingin membalas, pintu lift terbuka. Mereka sampai di lantai 4. Di sana, tidak jauh berbeda dengan lantai 3, tetapi pengunjung terlihat jauh lebih sedikit. Tidak sesesak di lantai 3.

"Woah … banyak pil dari kelas untuk level 3," Bastian bergumam kagum. Melangkah beriringan dengan Leo dan mendapati beberapa gerai kaca menyimpan pil-pil yang umum dilihat di daftar Kelas Alkimia. "Yang mana yang sudah kau ambil sertifikat, mungil?"

Leo berkedip, menunduk menatap lapisan kaca selama beberapa detik. "Di gerai ini?"

"Ya."

"Sudah semua."

"Apa?" Bastian langsung mengangkat kepalanya. Sepasang iris merah menatap tidak percaya lawan bicaranya. "Sudah semuanya?"

Leo menyeringai, dagunya terangkat. "Aku memiliki lebih dari 5 sertifikat level 3."

Arya Bastian yang hanya memiliki 4 sertifikat level 2, auto tertohok.

"Sakit tak berdarah," remaja Arya mencengkeram jantungnya dengan cara dramatis. Ekspresinya terlihat sangat kesakitan. "Sungguh, kekuatan genetik benar-benar menakutkan."

An Cosmos adalah Naga Murni, sosok Kesatria level 9 yang luar biasa. Terkenal sebagai yang terkaya di seluruh Galaksi. Oh, putra orang hebat seperti itu … bagaimana bisa biasa saja? Hanya terlihat cantik dan imut? Pelatihan An Leo pasti sangat ketat!

Leo menatap aneh Bastian. Oh, dirinya bahkan tidak sedarah dengan Ayahnya! Apanya yang kekuatan genetik?

"Leo?" suara seorang perempuan yang lembut dan menyenangkan terdengar. Leo refleks menoleh, menatap sosok Elf wanita yang memiliki helai rambut pirang dan mata hijau. Sosok mungil yang indah itu menatapnya dengan ramah. "Kau juga melihat-lihat di sini?"

"Ya," Leo mengangguk. Mengenali Elf ini adalah Penyihir dari Academy Sains. Amerta. "Kau pergi sendiri?" si perak benar-benar tidak melihat beberapa Guardian yang biasanya mengekori ras Elf ini.

"Mereka ada di luar," senyuman Elf wanita itu mengembang. "Yah … ini lingkungan Academy, perlindungannya lebih ketat."

Leo setuju mendengarnya.

"Tetapi terlalu banyak pengunjung di gedung ini, tidak semuanya Penyihir," Bastian menyela, menatap ragu ke arah Elf cantik yang memiliki tinggi seperti Leo. "Kurasa, lebih baik kau membawa satu Guardianmu."

Amerta menatap Bastian selama beberapa detik, lalu, wajah cantik itu memerah. "Itu … ," terlihat ragu, sepasang iris hijau mengelak. "Kurasa tidak apa-apa … bukankah kalian membawa Guardian kalian?"

Ekspresi Leo langsung berubah suram.

Bastian tersenyum secerah matahari. "Oh? Kau ingin ikut dengan kami? Tidak masala--"

"Kau pergi sendirian?" Leo menyela, sepasang iris emasnya menyipit. "Kau menghindari Guardianmu sendiri?"

Sepasang iris hijau mengelak. "Tidak."

"Kau berbohong."

Elf cantik itu langsung melotot marah. Sedikit pun, ia tidak bersembunyi kembali. "Tidakkah kau juga merasa kesal?" ujarnya marah. "Diawasi selama 24 jam, bukankah seharusnya kau juga kesal?"

Tidak, Leo tidak merasa kesal sama sekali. Guardian mereka lebih seperti teman, tidak seperti pengawal. Lagi pula, mereka cukup sadar bahwa keberadaan Guardian hanya untuk menjaga mereka, bukan untuk membatasi ruang gerak mereka.

"Nona … sepertinya kau salah paham?" Bastian dengan kikuk mencoba menenangkan. "Bila kau tidak menyukai Guardianmu … yah, kau bisa menggantinya kan?"

Amerta tertegu, lalu beberapa detik kemudian terlihat gelisah. "Bukan … seperti itu," lirihnya lemah. Lalu sepasang iris hijau menatap Leo yang masih memasang ekspresi cuek bebek. Gadis cantik itu cemberut. "Bukankah seharusnya kau mengerti perasaanku? Kau seharusnya yang lebih menderita ketimbang aku!"

Leo melongo. Sungguh, apakah gadis ini gila? Kenapa ia harus mengerti perasaan gadis Elf ini?

"Nona, sepertinya kau salah paham?" Merci tidak tahan lagi. Ia refleks melangkah maju, menyeret si perak di belakang tubuhnya. "Leo sepertinya tidak seakrab itu dengan Nona Amerta."

Gadis Elf itu tertegun. Ia menatap ke arah Merci, lalu menatap sosok perak yang jelas … menatapnya dengan aneh. Dalam sedetik, Amerta langsung menyadari sesuatu. "Kau tidak tahu aku?" gumam nya tidak percaya. "Ayahmu tidak menyebutkanku?"

Sepasang iris emas berkedip. Menunggu penjelasan.

"Aku Amerta, putri bungsu Anthony!"

Dalam seketika, baik Leo ataupun Bastian langsung mengerti.

"Ah! kau anaknya Tuan Anthony?" Bastian berseru, lalu sepasang irisnya berkilau menatap gadis mungil yang terlihat begitu cantik. "Pantas saja warna rambut dan matamu tidak asing, ternyata kau putri Tuan Anthony!"

Amerta berdehem mendengarnya. "Umn … Tuan Arya juga tahu tentang Amerta?"

"Tidak," Bastian menjawab kalem, sukses membuat Amerta tercengang dan Leo tidak bisa menahan tawanya. "Tetapi aku tahu Tuan Anthony punya anak perempuan … kupikir semua anaknya sudah besar, ternyata anak bungsunya seumuran dengan kami."

Elf mungil itu terkekeh. "Yah … Amerta anak bungsu, jadi agak … terlalu diperhatikan," malu-malu, sepasang kelereng hijau yang besar menatap wajah berbingkai helai gelap. "Umn … Tuan Arya, apakah Ayahku menyusahkanmu?"

"Tidak sama sekali, Tuan Anthony adalah orang yang hebat. Aku merasa sangat terhormat karena Tuan Anthony mau menjadikan novelku sebagai Film, aku benar-benar tidak bisa mengecewakannya."

Wajah gadis Elf langsung berseri-seri. "Benarkah?"

"Ya," Bastian terkekeh. "Aku benar-benar tidak menyangka Novelku akan dijadikan film … yah, kupikir, cerita seperti itu tidak akan dijadikan film, tetapi ternyata, Produser hebat seperti Tuan Anthony mau melirik karyaku."

"Tentu saja tidak! Novel Tuan Arya sangat bagus! Aku suka bagaimana Tuan menggambarkan Chantika yang begitu kuat! Juga … juga Pangeran yang ternyata seorang penyihir!"

Pada akhirnya, Amerta dan Bastian mengobrol bersama. Leo yang tidak berminat perihal novel, tanpa ragu menyingkir. Memenuhi keinginannya untuk berkeliling dan melihat-lihat pil mahal yang dijajalkan.

"Siapa Tuan Anthony?" Merci tidak tahan untuk tidak bertanya. Terlebih, Bastian juga jelas mengenal gadis Elf itu.

"Dia anak bungsu Anthony. Anthony itu salah satu teman Ayahku … yah dia adalah Produser yang membuat Novel Bastian menjadi Film," Leo tanpa ragu menjelaskan. "Tetapi aku tidak menyangka dia juga seorang Penyihir … oh, pantas saja dia bilang seperti itu."

Naga Biru menatap bingung Penyihirnya.

"Tuan Anthony itu teman Papa. Jadi … yah, kau tahu? Ayahnya pasti sangat perhatian dengan anaknya."

Merci langsung mengerti. Dengan Naga Perak yang menelfon tiga kali sehari putranya, bahkan sangat ketat perihal makan, Naga Biru bisa merasakan betapa posesif Ayah Naga ini. Namun bila Anthony juga seperti itu kepada putrinya …

"Amertha cukup memberontak," Naga Biru tanpa ragu menyimpulkan.

"Aku curiga Guardiannya akan selalu melaporkan beberapa hal tentang Amertha, itu sebabnya dia sangat marah dan melarikan diri dari mereka."

Merci refleks melirik si perak. "Kau terlihat … tidak merasa risih dengan Ayahmu."

"Kenapa harus risih?" Leo menatap aneh Guardiannya. "Ayahku yang merawatku dari kecil. Selama bertahun-tahun, hanya dia yang kukenal. Dia mungkin bukan Naga yang sempurna, tetapi dia adalah Papa yang baik. Jadi, bukan hal yang aneh bila sampai sekarang, dia menjadi orang yang paling mengkhawatirkanku."

Merci memandang si perak selama beberapa detik, lalu tersenyum. "Tuan An sangat mencintaimu."

"Tentu saja," Leo mendengus. "Bila dia tidak mencintaiku, dia tidak akan merawatku sampai besar seperti ini."

"Lalu … ," agak ragu, sepasang iris menatap wajah cantik si perak. "Bagaimana dengan ibumu?"

Kali ini, Leo tidak langsung menjawab. Remaja perak itu menunduk menatap pil yang berada di dalam kaca, memperhatikan mereka selama beberapa detik, lalu memilih untuk berganti tempat.

"Ibuku?"

Merci langsung memasang kuping.

"Yah … dia sudah meninggal saat aku masih kecil," Helaan napas terlontar. "Walau aku bersamanya sangat sebentar, tetapi dia benar-benar mengajariku untuk bertahan hidup."

Dengan membiarkanku menghadapi monster laut hanya untuk makan dan benar-benar membiarkan bayi yang baru menetas mencari makanannya sendiri di laut dalam. Oh, Leo benar-benar tidak akan pernah melupakan wanita itu.

Merci ingat perihal An Cosmos yang merupakan Duda. Di pertemuan pertamanya dengan Bastian, pemuda itu pernah membahas status Ayah si perak. Namun mendengar apa yang Leo katakan … oh, keluarga ini jelas adalah keluarga yang sangat bahagia. Seandainya Ibu dari si perak masih hidup, mungkin Ayah dan Anak ini tidak akan saling bergantung dengan begitu erat. Mereka seolah takut kehilangan satu sama lain, seolah kepergian wanita yang paling dicintai … menjadi trauma mendalam.

Bila dibandingkan dengan Ayahnya …

Sepasang iris emas berubah dingin. Oh, pria yang hanya peduli dengan kekayaan dan ketenaran. Bahkan dengan mudah tergoda untuk berselingkuh. Sungguh, bila bukan karena menghargai Kakeknya yang masih hidup, Merci pasti sudah lama sekali memutus hubungan dengan keluarga Kerajaan Ion.

"Aku ingin mencari tempat makan," Leo mendadak buka suara, sukses membuyarkan lamunan Merci. Naga Biru itu menoleh, menatap sosok perak yang sepertinya, baru saja mematikan kontak.

Oh, Papa Naganya menelfon lagi sepertinya.

"Tempat makan?"

"Ya, aku ingin mencoba restoran di dekat sini," sepasang iris emas itu menatap sekelilingnya lalu menemukan tiga orang yang semula bersama mereka. "Aku ingin pergi makan, kalian masih ingin di sini?"

"Jam berapa ini?" Bastian yang mendengarnya refleks melihat jam. Alisnya terangkat. "Mau kubuatkan makan malam? Atau ingin makan di luar?" Ini belum waktunya makan malam, tetapi si perak jelas sudah ingin pergi.

"Makan di luar."

Bastian mengusap tengkuknya dengan canggung. "Aku masih ingin melihat-liat," jawabnya jujur. "Nah, bagaimana denganmu?" sepasang iris merah menatap Elf mungil yang sejak tadi mengekor.

"Amerta juga masih ingin melihat-lihat!"

Lyra berdehem mendengarnya--terlihat menahan tawa sementara Bastian terlihat frustasi. Sosok raven itu langsung memandang Leo. "Tidak jadi, aku juga ingin pergi," ralatnya. "Coba tanya yang lain, apakah mereka juga ingin mencari restoran."

"Amerta tahu restoran apa yang enak," Elf mungil menyela. "Bagaimana bila Amerta saja yang menunjukkan jalannya?"

Leo tertawa, tetapi tidak mengatakan apa pun. Sosok perak itu langsung membuka Asisten, menanyakan keberadaan keempat Penyihir lainnya dan memberitahu bahwa mereka berdua ingin pergi keluar. Setelah menunggu selama beberapa detik, empat Penyihir yang terpisah dengan suara bulat menolak untuk pergi. Menyatakan bahwa Bastian dan Leo diizinkan pergi bersama dengan Guardian mereka.

"Entah bagaimana, aku merasa mereka menelantarkan kita," Bastian bergumam, menutup Asistennya dan sudah melihat chat group. Pangeran Arya itu meringis, melirik ke arah Elf pirang. "Jadi … bisa kau menunjukkan tempatnya?"

Wajah Amerta langsung berseri-seri.

Luhaaa

Maaf tidak membuat pemberitahuan sebelumnya, aku benar-benar lupa kalau chapter bab tabunganku habis, ditambah kerjaan di kantor yang sedang mencekik dan diriku ngambil 2 job sekaligus.

Btw, diriku nulis 2 Novel yang berbeda dan itu benar-benar ... sulit. Jadi, kemungkinan novel ini tidak menentu updatenya, but tetap bakal kutamatin kok!

Aku benar-benar berterima kasih kepada kalian yang masih tetap setia membaca dan menanti novelku! Kalian adalah bahan bakarku untuk menulis! Terima Kasih!

AoiTheCielocreators' thoughts