Kini keadaan kelas begitu canggung menurut yumna, begitupun menurut risa, keringat dingin di kedua tangan yumna membuat tangan itu tidak diam sedari tadi, bukan hanya tangan bahkan otaknya tak bisa mengkap materi yang dosen sampai-kan, hal itu berlangsung hingga kelas berakhir.
"Oke, kelas berakhir cukup sampai sini. Minggu depan kita lanjutkan, jangan lupa tugas buat minggu depan bab dua halaman lima puluh empat, selamat siang" ucap pak rudi sebelum keluar dari kelas.
"Siang" jawab seisi kelas.
Setelah kepergian dosen, kini semuanya berhamburan keluar kelas.
"Yuk ay" ajak caca setelah membereskan barang-barang nya.
"Tunggu-tunggu" ucap seseorang di sebelah yumna, yang membuat pergerakan yumna dan caca terhenti.
Caca menatap ke arah Risa seolah bertanya 'kenapa?'.
"Hmm, gu-gue mau ngobrol sama yumna boleh?" tanya risa hati-hati.
"Mereka berdua kaya udah kenal lama ya" pikir caca.
Caca menatap yumna yang sedari tadi tengah menatap ke segala arah seolah tak ingin menatap risa.
"Lo duluan ajah ke lobby" ucap yumna menyuruh caca untuk menunggu nya di lobby kampus.
"Oke, gue duluan."
Setelah kepergian caca, kini di dalam kelas hanya tersisa kan mereka berdua, yumna kembali duduk di bangku begitupun dengan risa.
Hening keduanya tak ada yang membuka suara, baik yumna mau risa keduanya sama-sam bungkam, menunduk yang sedang keduanya lakukan.
"Cihh, sahabat? Disaat sahabat lo berjuang mati-matian untuk sembuh, disaat sahabat lo berjuang mati-matian melawan penyakitnya, di saat sahabat lo butuh dukungan dari orang-orang terdekatnya" "Lo kemana? Selama ini lo kemana hah?" Ucapan raka tempo lalu mengiang di pikiran yumna, bagai kaset yang di putar secara terus menerus.
"Gue kangen lo una" yumna sedikit tersentak dengan penuturan Risa, tetapi tak membuatnya mendongak ke arah orang yang baru saja berbicara itu "gue-"
"Jauhin gue ca" kini giliran risa yang tersentak atas penuturan orang yang kini duduk di sampingnya.
"Ke-kenapa lo nyuruh gue buat jauhin lo?" tanya risa lirih "segitu kecewa nya lo sama gue un?"
Yumna terdiam beberapa saat "di saat lo berusaha untuk sembuh, di saat lo berusaha melawan penyakit lo, gue gak ada di sisi lo ca saat itu, jangan kan ada di sisi lo bahkan gue gak tau kalau lo itu... hick...sakit" yumna menyeka air mata di pipi-nya.
"Lo gak tau karena gue gak pernah kasih tau lo na, jadi lo gak per-"
"Gak ca, lo bener gak kasih tau gue" yumna memotong ucapan risa "karena sahabat itu gak perlu bilang, sahabat itu saling mengerti, dan gue gak ngerti sama apa yang lo alami, gue bukan sahabat yang baik ca hick...hick..." yumna menutup mukanya menggunakan kedua tangannya dan menangis tersendu-sendu.
Risa yang melihat yumna menangis segera mendekap tubuh yumna kedalam pelukannya dan ikut menangis bersama yumna, kini risa merasakan pelukan hangat ini pelukan yang sangat amat ia rindukan, pelukan sahabat, meski hanya dirinya yang memeluk.
Lima menit berlalu keduanya berpelukan dan menangis bersama, hingga yumna berhenti menangis dan melerai pelukan itu.
Tampak yumna tengah menghapus air matanya berusaha untuk tidak menangis lagi "jadi gue minta mulai sekarang lo jauhin gue" tegas yumna.
Tok tok.
Keduanya menoleh ke arah pintu melihat seseorang yang tengah berjalan ke arah mereka sambil memasukan salah satu tangannya ke dalam saku, keduanya tampak menegang di tempat saat orang itu berdiri di hadapan mereka.
"Assalamualaikum" yumna bergegas meninggalkan kelas, tak ingin berlama-lama di sana semenjak kehadiran orang itu.
"Walaikumsalam" lirih risa "una tunggu una" saat risa hendak mengejar yumna medadak tangannya di tahan "lepas raka lepas" sentak risa berusaha melepaskan tangannya dari cekalan raka.
Raka menatap risa dengan dingin "lo gak denger dia bilang apa, JAUHIN, elo di suruh jauhin dia" geram raka.
"lo gak tau apa-apa, " balas risa setelah terlepas dari raka dan menatap raka dengan menantang.
"Gue tau semua, gue tau siapa una dan juga siapa yumna, dua nama itu punya sifat yang berbeda tapi mereka orang yang sama" wajah raka begitu merah terlihat jika ia sedang menahan amarahnya.
"Lo salah paham"geram risa.
"Gue denger pake kuping gue sendiri, apa masih salah paham?" cerca raka tak ingin kalah.
"Sesuatu yang lo denger belum tentu itu faktanya raka" bentak risa "yumna itu sahabat lo, lo lupa?"
"Dan dia cinta sama lo"-batin risa berteriak.
"Semua orang itu punya masalalu, elo gak boleh benci sama orang cuma gara-gara masa lalu nya, terlebih lagi lo itu salah paham ka, dan egoisnya elo gak mau dengerin kata orang. Gue tau niat lo baik sama gue, gue tauu ka, tapi yumna gak tau apa-apa sama masalah ini. Yumna gak pernah ninggalin gue, tapi gue yang udah nyuruh dia pergi tanpa dia sadari" risa pergi meninggalkan raka yang kini tengah mematung mencerna ucapan risa.
Ucapan risa begitu membekas di benak raka.
"Gue salah paham?" raka memijat pangkal hidung-nya yang terasa begitu nyeri.
🔸🔸🔸
Yumna terus menunduk di sepanjang koridor tak ingin orang-orang tau bahwa ia sedang menangis, seketika ada yang menarik pergelangan tangannya yang membuat ia kaget dan mendongak menatap si pelaku.
"Caca" yang di panggil hanya cengengesan tak jelas, yumna buru-buru menghapus air matanya tak ingin sahabatnya khawatir kepada nya.
"Ikut gue ay" caca menarik pergelangan yumna dan yumna hanya menurut mengikuti caca.
Kini keduanya berada di halaman belakang kampus, sebuah taman kecil yang di depannya terdapat danau kecil.
"Duduk ay" ucap caca sambil duduk di bangku taman yang menghadap ke arah danau, tanpa bantah yumna duduk di samping caca.
Entah apa tujuan caca membawa nya kesini, yumna berterimakasih karena caca membawanya ke tempat yang tepat dengan keadaan yumna yang sedang kacau.
Mata yumna menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong, caca melirik ke arah sahabatnya, ada kesedihan di mata sahabatnya dan ia tidak tau jelas apa masalah nya.
"Sekarang lo bebas nangis sepuas lo ay" yumna melirik ke arah caca dengan tatapan sendu.
"Sorry tadi gue nguping pembicaraan lo sama risa ay, gue gak tau lo punya masalah apa, tapi gue siap dengerin lo cerita, dengerin semua keluh kesah lo" lanjut caca tersenyum ke arah yumna.
Greb.
Yumna memeluk caca dan menangis di pundak sahabatnya, caca dengan sabar mengusap punggung yumna memberikan ketenangan.
Yumna meredakan tangisnya dan melerai pelukan mereka dengan tersendu-sendu yumna menghapus sisa air matanya.
"Jadi lo mau cerita sama gue?" tanya caca dan mendapati anggukan dari yumna.
"Oke, gue mulai dari awal ya" caca membenarkan posisi duduknya untuk mendengarkan cerita sahabatnya " jadi risa itu sahabat gue, kita udah sama-sama dari kecil, keluarga kita juga akrab.
Waktu gue sama risa kelas 1 SMP orang tua risa mengalami kecelakaan yang membuat keduanya merenggang nyawa, di saat itu risa terpuruk bener-bener terpuruk hampir satu tahun.
Waktu itu risa jadi tinggal sama gue, perusahaan bokapnya di ambil alih sama om-nya sementara waktu sampe risa berumur dua puluh tahun, disaat Risa terpuruk gue selalu ada di sisinya, kita selalu sama-sama, saking keseringan sama-sama banyak orang bilang kalo muka kita itu hampir mirip, malah gak jarang ada yang bilang kita kembar.
Pas udah kelas tiga risa mutusin buat ngekost, awalnya gue sama keluarga gak setuju tapi karena beribu alesan dari risa dia jadi ngekost, diantara gue sama risa dia yang paling dewasa, mandiri, bahkan dia udah kaya kakak buat gue" yumna mengusap air matanya kembali, caca dengan setia mendengarkan yumna tanpa memotong cerita yumna "gue sama risa sering banget ikutan berbagai lomba di sekolah, apapun itu, bahkan kita sempat saingan, tapi karena risa lebih dewasa dari gue dia ngalah buat persahabatan kita.
Tapi suatu hari risa ngelakuin sesuatu yang nyebapin gue masuk rumah sakit dan alasannya itu karena dia ngerasa gue rebut posisi dia buat ikut olimpiade matematika, padahal dari awal dia yang dukung gue buat wakilin sekolah, gue ngerasa ada yang janggal di situ, gak lama setelah kejadian itu ada alasan yang maksa gue harus pergi ninggalin risa, bukan karena gue benci sama risa, bahkan gue gak marah sama sekali, cuma ya rasa kecewa itu ada.
Akhirnya gue pergi, lima tahun lebih kita pisah, bahkan gak berkomunikasi sama sekali, tepatnya minggu kemarin gue ketemu lagi sama risa di mall...." dan mengalir lah cerita saat yumna kembali bertemu dengan risa, dan apa yang membuat raka benci dan marah kepadanya sampai sekarang.
"Jadi lo gak tau kalo risa itu sakit?" tanya caca dan mendapat gelengan dari yumna.
"Ay?"
"Hmm" deham yumna yang kini menunduk.
"Raka itu pacarnya risa"cicit caca yang sukses membuat yumna tersentak dan menatap kearahnya "iyah ay, sebenarnya dari tadi itu gue mau ngomong sama lo, tapi ada aja hambatannnya" lanjut caca, membuat hati yumna perih.
"Raka pacaran sama risa? Wajar sih raka segitu marahnya sama gue, risakan pacarnya, kok gue ngerasa raka sayang banget yah sama risa, beda kalo sama mantan-mantannya dulu, apa risa itu perempuan yang raka maksud waktu itu, perempuan yang gak peka sama perasaan raka, yang nyebapin raka jadi play boy?"- batin yumna
"Woy, kok ngelamun sih" tegur caca yang mendapati yumna sedang melamun setelah mendengar bahwa raka pacaran dengan risa "Lo gak papa kan?" Tanya caca khawatir.
"Ehk enggak kok" ucap yumna gelagapan.
"balik yuk" ajak yumna.
"Kuy lah" caca berdiri dari duduknya begitupun yumna.
"Yuhuy" yumna menaik turunkan alis sambil tersenyum.
"hahahahah" keduanya tertawa seraya meninggalkan taman itu.
"Lo jangan sedih, gue bakal di sisi lo terus" caca merangkul pundak yumna.
"Thanks" balas yumna menampilkan senyum manisnya.