webnovel

Kehidupan Baru

Mentari secara perlahan keluar dari persembunyiannya, menampakkan cahanya jingganya yang indah nan hangat. Sebuah mobil hitam terparkir di sisi jalan rumah Elis. Di dalamnya ada seorang gadis berusia sekitar 15 tahun, duduk manis dengan earphone ditelinganya.

Sementara di dalam rumah, Elis berusaha keras membujuk mamanya. "Ma, Elis jangan dititip, Elis bisa kok tinggal sendiri disini, lagian juga ada bik Sumi yang nemenin Elis".

"Sayang, mama sama papa nggak tenang ninggalin kamu sendirian disini. Mama sama papa baru akan tenang kalau kamu berada di tempat yang aman, yaitu dirumah teman papa. Teman papa baik kok, kamu nggak usah khawatir, lagian juga dia punya dua anak, laki-laki sama perempuan. Kalian bisa berteman".

"Tapi ma…, kalau Elis nggak betah, gimana?".

"Tuh, dengarkan?!" Ucap mama memotong ucapan Elis."Sudah ditunggu sama paman Bayu. Ayo!".

Dengan diiringi oleh kedua orang tuanya, Elis masuk ke dalam mobil. Kedua orang itu melepas kepergian anak semata wayangnya dengan lambaian tangan dan tetesan air mata seorang ibu. " Udah lah ma, jangan nangis!. Elis pasti baik-baik disana".

"Mama tahu, pa. Tapi hati seorang ibu tetap bakalan sedih kalau pisah sama anaknya".

"Ayo kita juga harus segera berangkat!". Sambil mengusap bahu istrinya.

Sesampai disana, Elis diajak Yola anak perempuan Bayu mengelilingi rumah mereka.

Rumah yang mereka tinggali besar dan megah dengan air mancur tepat di depannya. Disamping rumah terdapat taman kecil yang indah dengan hamparan rumput hijau dan bunga-bunga yang tersusun rapi. Di tepi taman terdapat sebuah pohon lengkap dengan rumah pohon. Terlihat indah bak cerita dalam negeri dongeng. Terlebih lagi ketika seekor kelinci berlari ke arahnya.

Elis menangkap dan menggedongnya dalam pangkuan, mengelus kepalanya lembut membuat kelinci tersebut diam bak boneka.

"Kelinci siapa ini?, lucu sekali." Mengelus.

Disisi lain seorang laki-laki dengan napas terengah-engah berjongkok dihadapannya. Setelah dirasa aliran napasnya cukup baik, ia berdiri tegak mengambil kelinci itu dari tangan Elis, kemudian pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata sedikit pun.

Melihat itu, Elis bengong, terheran dengan sikap laki-laki itu.

"Jangan diambil hati, kak!". Ucap Yola melihat Elis yang masih ternganga.

"Mingkem kak!". Tambahnya lagi melihat Elis yang masih menganga.

"Dia memang kayak gitu, tapi kalau udah kenal baik kok. Maafin kakak ku ya, kak?"

"Dia kakakmu?". Ucap Elis tak percaya. Yang ia tahu keluarga Bayu adalah keluarga yang baik, ramah dan sopan kepada semua orang berbeda dengan orang yang dilihatnya barusan. Cuek, kasar, dan terlihat sombong.

"Gimana?, udah puas?". Tanya Bayu melihat Elis dan Yola bersandar pada kursi.

"Iya, pa. Yola capek banget sampai habisin dua gelas Jus" Memperlihatkan gelas yang sudah kosong.

"Dav, mau kemana?". Melihat seorang pemuda berjalan sambil memainkan kunci motor.

"Belanja". Jawabnya tanpa memperhatikan lawan bicaranya.

"Duduk 'bentar!, papa mau bicara".

"Nanti dah pa, mau belanja dulu".

"Dava". Sebuah panggilan bernada peringatan yang tak mau dibantah.

"Ada apa sih, pa?". Dava menghampiri Bayu dengan malas.

"Itukan cewek yang tadi". Batin Dava

"Kenalin, anaknya teman papa. Namanya Elis, dia bakalan tinggal sama kita, soalnya orang tuanya ada urusan di luar negeri selama sebulan".

"Ok" Jawabnya lugas.

"Terserah, lagian bentar lagi gua balik". Batinnya. Berlari keluar.

Bayu menggelengkan kepala melihat kelakuan anaknya. Dari dulu sampai sekarang ia tidak pernah mendidik dengan keras, apalagi dengan kekerasan. Ia mendidik anaknya dengan menanamkan rasa kasih sayang baik melalui ucapan maupun tindakan. Itu menyebabkan beberapa keluarganya mengatakan kalau ia terlalu memanjakan anak-anaknya.

"Maafin, anak paman ya?". Tidak enak hati.

Elis menjawabnya dengan sebuah senyuman kecil. Memaklumi.

****

Elis keluar dari kamar menggunakan seragam sekolah. Dimeja makan sudah berkumpul keluarga kecil yang harmonis lengkap dengan pakaian rapi mereka, kecuali anak laki-laki dengan kaos oblong berwarna hitam.

"Pagi semua". Sapa Elis.

"Pagi, Elis". Balas yang lain, kecuali Dava yang masih acuh.

Mereka kemudian sarapan bersama. Bayu dan Yola berangkat terlebih dahulu karena jam sudah menunjukkan pukul 06.10 WITA. Sebelum pergi ia berpesan kepada anak pertamanya untuk mengantar Elis ke sekolah. Sempat Dava ingin menolak, namun melihat tatapan Bayu yang tak ingin dibantah membuat ia harus mengurungkan niat. Sementara Elis terlalu sungkan untuk berbicara, ia masih terasa asing di dalam keluarga Bayu.

"Ayo' kita pergi!".

"Habiskan sarapanmu dulu!".

"Tapi kan...".

"Nggak ada tapi tapian, habisin sarapanmu dulu!, baru kita pergi".

"Aku sudah kenyang".

"Terserah".

"Jahat" . Gerutu Elis, sambil memasukkan nasi goreng ke dalam mulutnya.

"Santai aja kali, nggak usah buru - buru.".

"Gimana mau pelan,kalau bentar lagi telat".

"Tenang aja, nggak bakal telat kok".

Aku memicingkan mata, tak percaya.

"Mau berangkat sekarang?".Tanyanya.

Elis langsung berdiri sambil melirik jam tangannya. 06:50. "Bagaimana bisa sampai sekolah?".

Dava berjalan menuju garasi sedangkan Elis menunggunya di luar. Setelah memberikan helm kepada Elis, tanpa menunggu waktu lama mereka keluar dari rumah besar tersebut menyusuri jalan raya dengan kecepatan penuh, menyalip kendaraan yang ada di depannya. Tak peduli besar atau kecil. Tak peduli dengan kemarahan pengendara lain yang memaki.

"Elis…, Elis…". Terdengar suara orang memanggil namanya. Tepat di pintu gerbang ia menghentikan langkahnya menengok kesana kemari untuk mencari tahu dari mana suara itu berasal.

Dari luar gerbang masuk, seorang cewek berlari dengan napas yang tak beraturan. Kemudian menggandeng tangannya sambil berjalan menuju kelas. "Siapa yang anter kamu tadi itu, pacarmu ya?". Tanyanya tanpa melepas gandengan tangan Elis.

"Bukan".

"Bohong!". Gadis itu melepaskan tangan Elis dan berlari menjauh.

"Jihan tunggu!". Teriak Elis.

"Ciee… cieee….". Teriak seisi kelas.

"Khammm…akhirnya ada yang punya pacar ni, pakek di umpetin dari kita segala lagi". Ucap Anggun menimpali cie-an anak-anak yang lain.

"Nggak usah disembunyiin kali, kita nggak bakalan embat kok". Ucap Yanti memperkeruh suasana.

"Apaan sih kalian ini?, bukan begitu…". Belum sempat ia menyelasaikan ucapannya Tari sudah memotong duluan."Alah, nggak usah ngeles deh kami sudah tahu kok.".

Elis menghembuskan napas berat, berusaha mencari cara untuk lepas dari peristiwa mengerikan ini. Ia tak ingin menjadi bahan bullying teman kelasnya."Bu Desi!" Teriaknya.

"Elis, Elis, mau bohongin siapa?, kami?, bu Desi nggak masuk " . Sambil menunjukan selembar kertas berisi tulisan tangan.

"Dasar cewek, kerjaanya gosip mulu". Gerutu Royyan yang merasa terganggu.

Tanpa mempedulikan Royyan, mereka malah berkumpul menggerubuti bangku Elis.

"Kapan-kapan kenalin ke kami ya?, kan dia juga bukan pacar kamu". Goda Anggun.

Elis memilih diam, percuma saja menjelaskan kepada mereka, mereka tidak akan percaya begitu saja, apalagi ini masalah cowok.

"Bercanda kok" Melihat Elis terdiam.

"Tenang saja,nggak akan ada yang berani ngambil dia dari kamu, kalau ada yang berani aku orang pertama yang bakal buat perhitungan sama dia".

"Idih ngerii!". Melepaskan rangkulan tangan Anggun.

"Lebih baik kita ngerjain tugas, biar cepat jadi". Ucap Elis mengalihkan pembicaraan.

"El?".

"Ya, Yan?". Tanpa menoleh sedikit pun.

"Hadap sini dong!".

"Lagi sibuk ni. Aku dengar kok".

"Siapa sebenarnya cowok yang di bilang Jihan itu?". Ucap Yanti penasaran.

"Kamu nggak percaya sama aku?".

"Bukan gitu El, bagaimana dia bisa antar kamu sepagi ini ke sekolah?".

"Karena, aku tinggal dirumahnya"

"Apa?". Teriak Yanti.

"Woyy… nggak usah teriak-teriak!. Kamu kira ini hutan, ah ?" Ucap Agung dengan nada kesal.

"Ada apa sih?" Ucap Tari penasaran.

"Nggak ada kok".

"Serius, El?". Ucapnya setelah keadaan kembali normal.

"Iya, papa yang nyuruh aku untuk tinggal disana".

"Alasannya?".

"Biar aku nggak sendiri di rumah, Ucapnya papa ada urusan di luar negeri, terus mama ikut nemenin".

"Ada apa sih?, dari tadi kalian bisik-bisik mulu." Tanyanya kepo.

Yanti lalu merobek sebuah kertas, menulis beberapa Ucap yang entah apa isinya. Setelah itu, Tari langsung mengacungkan jempol lebih tepatnya kearah Yanti.

"Kamu bilang apa?".

"Kepo deh".

"Baru aja aku nanyak, udah di bilang kepo, kamu dari tadi nanyak"

"Isinya, aku suruh dia diam".

"Oohh" Kemudian menganggukkan kepala beberapa kali.

"Gimana orangnya?".

"Siapa?"

"Cowok itu sih"

"Ngg tahu deh. Jangan bahas!".

"Kenapa?".

"Pokoknya jangan!"

Elis dengan cepat mengerjakan tugasnya, karena beberapa orang sudah mulai mengumpulkan.

"Tunggu, El!".

"Siapa suruh ngobrol dari tadi" berjalan ke depan, mungumpulkan tugas.

"Eee…kamu juga ngobrol sama aku.

Elis mengabaikan ucapan Yanti.

Bel pergantian pelajaran telah berbunyi. Bu Tanti belum juga masuk, beberapa anak sudah bergerak membuat kubu, sebagian lagi ada yang sedang membaca novel, main kejar-kejaran,nyanyi-nyanyi nggak jelas, dan ada juga yang tidur. Gimana caranya tidur, kalau kelas ribut kayak gini ?.

KREEEKKKSSS…

Semua tertuju pada pintu yang di buka, kegiatan pun langsung di hentikan. "Ada Elis?". Tanya seorang siswa yang berada di dapan pintu.

"Ada" teriak yang lain. Sebagian lagi menggerutu nggak jelas di belakang.

"Elis, di panggil ke ruang BK"

Dengan diliputi tanda tanya Elis berjalan menuju ruang BK. Tanda tanya semakin membesar dikepalanya ketika melihat Bayu berada disana.

"Paman "

"Sini nak!". seru Bayu lembut.

"Ada apa paman?, kok bisa ada disini?".

"Paman, mau jemput kamu. Tapi sebelumnya paman minta maaf, karena tidak kasih tahu kamu lebih dulu".

"Maksud pamanmu baik, orang tuamu juga yang minta. Kamu akan pindah sekolah nak". Ucap pak Natsir to the point.

"Pindah???, tapi kenapa?".

"Paman tahu kamu sudah nyaman sekolah disini, tapi ini kemauan papa kamu. Kamu akan sekolah bersama Dava".

"Tapi kenapa harus sekarang?. Elis menggelengkan kepala. "Kalian keterlaluan." Berlari meninggalkan ruangan.

Dari kejauhan, Dava melihat Elis berlari sambil menghapus air matanya. Bunyi handphone membuyarkan perhatiannya"Ya, pa. Ada apa?"

"….."

"Ya, pa akan ku usahakan" Tut tut sambungan terputus sepihak.

Karena Kehilangan jejak. Dava berusaha mencari Elis kearah tempat terakhir ia melihatnya berlari. Sesampainya disana ia melihat Elis duduk menangis dengan kedua lutut di tekuk ke depan. Secara perlahan, Dava mendekati Elis.

Menyadari ada yang datang, ia menoleh dan seketika ia tahu siapa yang datang. Ia kembali ke posisi semula. "Ngapain kamu kesini?".Ketusnya.

"Aku mau menghapus air matamu"

Elis menoleh kearah Dava, kedua mata Elis beradu dengan mata Dava. Namun Elis segera mengalihkan pandangannya pada hamparan rumput.

"Aku tidak ingin melihatmu menangis"

Elis terkekeh mendengar ucapan manis Dava yang dirasa hanya bualan semata. "Jika kamu tidak ingin melihatku menangis, kamu bilang papamu, batalin kepindahanku! "

"Maaf, aku tidak bisa. Bukankah ini permintaan papa mamamu, apa kamu akan menolak permintaan mereka?, apa kamu mau membuat mereka kecewa?".

Elis hanya terdiam untuk beberapa menit. Begitu juga dengan Dava, ia memberikan kesempatan gadis itu untuk berpikir.

"Janji?". Memberikan jari kelingking.

"Janji" Menyambut jari kelingking Elis.

"Ayo" Mengulurkan tangannya.

Elis memperhatikan uluran tangan Dava sebelum meraihnya. "Semoga pilihanku tepat".

"Hapus air matamu!, malu di lihat sama teman-temanmu. Nanti dikira aku apa-apain kamu lagi". Yang dituruti Elis.

"Tunggu sebentar! jangan kemana-mana!, diam disini!". Perintah Dava. Elis mengikuti apa yang diUcapkn Dava, walaupun ia bingung dengan apa yang akan dilakukan Dava. Dava berlari menuju halaman depan meninggalkan Elis.

Tak lama kemudian, Dava muncul dengan napas terenggah-enggah. Meyodorkan masker berwarna biru kepada Elis."Pakek ini!, biar nggak terlalu keliatan kalau habis nangis"

Elis tersenyum dan menggunakan masker pemberian Dava. "Gitu dong, kalau senyumkan tambah cantik".

Elis mencoba menahan senyumnya yang akan melebar.

"Nggak usah ditahan!".

Bukannya tersenyum, Elis memasang wajah datarnya.

"Kita punya waktu dua jam sebelum berangkat, ayo sampaikan salam perpisahan pada teman-temanmu!"

Saat sampai di tengah lapangan, Elis melihat teman-temannya berkumpul menunggunya. Air mata tak terbendung lagi, ia berlari menghampiri mereka, memeluknya satu persatu.

"Elis, jangan lupain kami ya!". Ucap Anggun sambil menghapus air matanya.

"Aku nggak bakalan lupain kalian kok, kapan-kapan kalau ada waktu. Kalian berkunjung ke sana ya?!".

"El?". panggil Yanti

"Ya, boleh aku nanyak untuk yang terakhir kalinya?".

"Boleh".

"Jawab yang jujur!".

"Apa?".

"Apa dia pacarmu yang di maksud Jihan ?".

"Bu…Bukan" .

"Bukan sekedar pacaran, tapi tunangan" Ucap Bayu. Semua orang menoleh ke arah sumber suara tampa terkecuali Elis dan Dava. "Paman…" Bayu membalas tatapan yang tertuju padanya dengan sebuah senyuman.

"Nggak usah malu El, kami setuju kamu pacaran sama dia. Iya nggak teman-teman?". Semuanya hening, sampai akhirnya Yanti menyikut tubuh Anggun. "Iy..ya.." Dan yang lain ikut mengiyakan. "Teman lola". Batin Yanti

Saat beralih memeluk Tari, Tari memperhatikan raut wajah temannya. "Elis, kamu malu ya?, mukamu memerah".

"Nggak kok".

"Benaran kok, wajah mu merah. Sekarang tambah merah lagi. Sebagian menengok kearah Elis, memastikan apa yang diUcapkan Tari.

"Iya, benar. Wajahmu memerah El". Ucap Afra yang berada di samping Tari.

"Sudah,sudah!". Ucap pak guru menengahi.

"Baiklah, kami permisi dulu".

Ketiga orang tersebut berjalan keluar menuju gerbang, sesekali Elis menghadap kebelakang mellihat teman-temannya. Air matanya kembali tumpah, ia tak pernah membayangkan akan berpisah secepat itu.

"Dav, jaga Elis ya. Paman nggak bisa temanin kalian lebih lama lagi, papa harus kerja". sambil memegang pundak Dava dan Elis.

"Iya,pa".

"Paman hati-hati!". Teriak Elis, saat Bayu meninggalkan mereka. Namun suaranya masih bisa di dengar. Paman membalas teriakan Elis dengan senyuman sambil melambaikan tangan.

"Ayo!". Ajak Dava.

Elis mengikuti langkah Dava. Walau tak ada sepatah Ucappun yang terucap, sampai tiba di rumah Dava.

"Ayo masuk!" Ajak Dava.

"Ini kamarmu" Tunjuk Dava

Elis mengangguk pelan. "Tenang saja, nggak usah takut. Kita nggak tinggal berdua, tapi ada bik Inah dan pak Udin" Membaca kekhawatiran di wajah Elis.

"Kalau ada perlu cari aja aku atau minta tolong bik Inah. Kamarku ada di bawah" Sambil menunjuk kearah kamarnya.

"Aku ke kamar dulu"

Setelah Dava pergi, Elis langsung memasukkan pakainya ke dalam lemari. Cuaca yang panas membuat badannya lengket ditambah rasa letih dalam perjalanan membuatnya ingin berendam di kamar mandi.

"Elis…,Elis…," Mengetuk pintu. Tak ada jawaban dari orang yang ada di dalamnya. Beberapa kali ia mengetuk pintu kamar Elis namun hasilnya tetap saja nihil.

Selesai mandi Elis pergi ke dapur hanya untuk melihat pembantu yang tinggal bersama Dava, sambil mencari camilan yang bisa dia makan di depan tv.

"Kok sepi sekali" Celingak celinguk di kaca jendela dapur, mungkin saja ia bisa melihat bik Inah di luar sana. "Kayaknya pergi" Elis keluar dari dapur dengan membawa setoples kue kering dan teh kotak.

"Mau kemana?" Tanya Elis melihat Dava yang hendak pergi.

"Rumah teman"

"Oohh. Bik Inah sama pak Udin kemana?". Tanya Elis karena ia sadari tadi tidak melihat siapa siapa disini.

"Mereka pulang. Minggu depan baru balik"

Mendengar jawaban dari Dava, ia melanjutkan acara menonton tv. Lama kelamaan ia merasa bosan, tak satu pun cenel yang menampilkan film yang menarik baginya. "Nggak ada yang seru" Gerutu Elis. Lalu, mematikan tv. "Cari udara segar mungkin lebih baik" pikirnya.

Ia keluar tampa mengunci pintu gerbang, hanya menutupnya rapat. Ia berjalan mengintari kompleks perumahan, kemudian keluar menuju jalan besar. Langkahnya terhenti setelah membaca tulisan es krim.

"Pak, Eskrim coklatnya satu ya" Menghapiri penjual es krim jalanan.

"Iya, neng".

"Pak tahu namanya Dava?".

"Dava siapa neng?, yang namanya Dava disni banyak. Anak saya juga namanya Dava".

"Neng, orang baru ya disini?".

"Iya, pak. Tadi pagi saya pindah ke sini".

"Mana duit?, cepat!!!, duit, duit, duit" Ucap orang yang baru datang. Tubuhnya di penuhi tato, rambutnya gondrong tak terurus.

"Nggak ada"

"Alah, bohong, cepat kasih duitnya!".

"Anaknya ya, pak?".

"Wahh, ada cewek cantik BOS, lumayan" Ucap orang yang berbadan gemuk di sebelahnya.

"Cantik, main sama kita yu'?!".

"Mau main apa?". Tanya Elis polos.

"BOS nantangin ni anak" Ucap yang berbadan cungkring.

Orang yang dipanggil BOS melangkah maju mendekati Elis, tangannya berhasil menyentuh pipi Elis. Elis membalasnya dengan senyuman manis yang dia ciptakan. Seketika itu juga, ia mematahkan tangan orang yang dipanggi BOS, kedua temannya berusaha menolong, dengan sigap Elis menendang orang yang berbadan cungkring tersebut dengan kaki kiri, sementara BOS ia dorong ke arah orang yang berbadan gemuk, sehingga mereka terjatuh. Elis berlari ke tempat yang agak luas, siap dengan kuda – kudanya. Orang yang berbadan cungkring tersebut mengambil hpnya, mencoba menelphone seseorang. Melihat hal itu, Elis langsung berlari ke arahnya dan menendang tangan kanan si cungkring hingga hp tersebut jatuh ke tanah. Mereka lari ketakutan, sambil sesekali menghadap belakang.

"Neng, nggak apa-apa?, terima kasih ya neng?" Tanya tukang eskrim mendekati Elis.

"Iya, sama-sama. Aku pergi dulu ya, pak" Berpamitan.

Setelah lama berkeliling ia pulang pada pukul sepuluh lebih. Ia menemukan rumah dalam keadaan gelap. Namun samar – samar terdengar suara tv."Perasaan sebelum pergi, tv sudah aku matiin"

"Udah kemana aja, sampai jam segini baru pulang?". Tanya Dava mendengar langkah kaki.

"Tersesat" Ucapnya berbohong.

"Kalau nggak tahu jalan, nggak usah keluyuran. Belum sehari tinggal di Jakarta udah keluyuran, apalagi lama. Bisa-bisa kamu ada di tempat PSK"

"Jaga bicaramu, kalau kamu nggak ninggalin aku sendirian. Aku nggak akan pergi, siapa juga yang betah kalau ditinggal sendirian."

BRAAKKKSSS….

Terdengar suara pintu dibanting. Dengan kesal Elis merebahkan tubuhnya di atas kasur, menatap langit- langit kamarnya sampai akhirnya masuk ke alam bawah sadar.

****

Elis mengerang pelan, membuka matanya, pandangannya tertuju pada tas kain berwarna biru yang ada di atas meja belajarnya. Entah sejak kapan tas itu ada. Dilihatnya isi kotak itu yang ternya sebuah seragam sekolah. "Jadi dia pergi buat beli seragam, kayaknya aku salah paham".

Elis turun dari kamarnya menuju dapur, ia berniat untuk membuat sarapan sebelum Dava bangun. Setelah itu barulah ia kembali ke kamarnya bersiap-siap ke sekolah.

Peristiwa tadi malam membuat rasa canggung menyelimuti keduanya. Meja makan terlihat sunyi hanya ada dentingan dari peralatan makan yang saling bersentuhan satu sama lain. Dava merasakan ada suatu yang aneh di dalam mulutnya, terasa kenyal, sulit untuk dikunyah. Dikeluarkannya dari dalam mulutnya yang ternyata sebuah sedotan kecil dengan gulungan kertas di dalamnya. Dibukanya kertas tersebut. "MAAF" Ucap yang simple, namun mempunyai makna tersendiri. Dava menoleh ke arah pemiliknya, lalu melanjutkan sarapannya tanpa mau berkomentar.

Saat sampai di sekolah Dava langsung masuk ke kelasnya sementara Elis pergi ke kantor TU terlebih dahulu. Setelah itu Elis memasuki sebuah kelas bersama seorang guru yang akan mengajar disana.

"Anak-anak kalian kedatangan teman baru dari Indonesia bagian tengah. Nak Elis silakan masuk!"

"Ayo nak perkenalkan dirimu!" Setelah Elis berdiri di hadapan siswa yang lain.

"Baik pak. Nama Saya Elisa sulistia, biasa dipanggil Elis dari SMAN 1 PRAYA" Ucapnya dengan singkat.

"Singkat sekali" Celetuk seorang siswa.

"Eh…, ada yang ingin ditanyakan?" Sambung Elis kemudian.

"Untuk pertanyaan yang lain, bisa ditanyakan di belakang. Kita akan memulai pelajaran hari ini". putus pak Rasman.

Selesai pelajaran matematika dilanjutkan dengan pelajaran olahraga. Semua anak sudah berkumpul di lapangan siap mengikuti pembelajaran berikutnya. Mendengarkan intruksi yang diberikan oleh pak Andi guru olahraga mereka. Mereka dibagi menjadi dua kelompok, cowok berada di lapangan sebelah kanan, sedangkan cewek berada di sebelah kiri untuk membuat lingkaran dengan satu orang berada di dalamnya. Giliran pertama, Ira yang jaga, sedangkan yang lain berusaha menerima lemparan dari teman yang lain. Dalam permainan ini Elis merasakan sesuatu yang ganjil, ia merasa Clara cs sengaja melemparkan bola ke arahnya. Itu terbukti saat Elis mendapatkan lemparan beruntun sampai ia tak bisa menangkapnya. Elis melangkah ke tengah untuk menggantikan Ira. Bola dari arah belakang langsung menghantam kepala Elis dengan keras hingga ia kehilangan keseimbangan dan terjatuh.

"Maaf, ya El. Gua nggak sengaja" Membatu Elis berdiri.

Elis mengangguk seraya meraih tangan Clara."It's Ok. Kita lanjutkan!" Sambil menepuk kedua tangannya dengan ekspresi jijik.

Amel, langsung melempar bola dari arah belakang. Lagi-lagi mengenai Elis. "Kalian sengaja ya?" Tanya Risya.

"Nggak kok"

"Nggak usah bohong deh"

"Kalau iya, kenapa?"

PLAAKKKSSS

Sebuah tangan mendarat di pipi Clara. "Oh kamu berani ya sekarang?" Clara membalas menampar. Namun tangannya keburu di pegang Elis. "Aku nggak tahu, masalah kalian apa, tapi satu hal, aku nggak suka kalian melakukan kekerasan disini. Ini sekolah bukan arena tinju". Clara berusa melepas tangannya dari cengkraman tangan Elis. Sayangnya, Elis semakin memperkuat cengkramannya. Mata tajamnya mengarah pada Clara. "Huuh". Elis menghembuskan napas kasar, ia tdak menyangka hari pertamaya disekolah baru akan seperti ini.

"El, kamu mimisan"

Elis meraba hidungnya dan melihat cairan merah di tangannya. Risya segera membawa Elis ke kamar mandi untuk membersihkan hidunganya.

"Lo, nggak papa kan?" Tanya Risya

"Nggak kok, cuma sedikit mimisan"

"Ni" Ucap Risya memberikan kotak tisu.

"Makasih"

"Kok caramu kayak gitu?" Melihat Elis yang memecet hidungnya secara perlahan dari atas ke bawah.

"Oh ini, biar darahnya keluar dan nggak masuk ke syaraf, kalau masuk ke dalam syaraf kan bahaya"

"Bahaya ya?. Biasanya kalau orang mimisan disuruh menghadap atas lubang hidungnya ditutup sama tisu"

"Nggaklah, itu cara yang salah. Ayo!" Setelah darah berhenti keluar.

"Benaran lo nggak papa?"

"Iya. Cuma mimisan dikit doang kok"

"Kamu nggak kenapa napa kan nak?" Tanya pak Andi saat mereka kembali ke lapangan.

"Iya. Pak "

"Kamu istirahat dulu nggih!" Sambil menujuk pinggir lapangan.

Elis hanya bisa menonton dari pinggir lapangan. Matanya terpaku melihat gerakan tubuh Dava yang elastis. Lompatan dan lemparannya seperti seekor anjing yang sedang bermain dengan tuannya. Lincah dan ceUcapn.

"Ini" Ucap Elis memberikan sebotol minuman kepada Dava.

"Dava aja ni, aku mana?, aku juga haus keles" Rangga Sewot.

"Ini " Memberikan miliknya.

"Makasih ".

"Sama-sama".

"Kamu, nggak papa kan?". Tanya Rangga kemudian

"Bisa lihat sendirikan?!".

"Aku balik dulu ya" Lalu pergi meninggalkan mereka berdua.

"Pacar kamu baik juga, sopan. Dapat dari mana?".

"Sembarangan aja. Kamu kira barang, dapat dari mana"

"Kalau emang dia bukan pacar kamu. Aku bisa dekatin dia dong?".

"Mau cari mati?".

"Wisss… Ucapnya bukan pacar, tapi baru bilang mau dekatin udah ngancam".

"Dia bukan pacar ku, tapi calon istri".

"Ngeriiiii…., udah bilang istri".

"Kami di jodohkan, tapi tuh anak kayaknya belum tahu, dia cuma nurutin keinginan orang tuanya aja".

"Terus dia sekarang tinggal dimana?".

"Di rumah".

"Berdua?".

"Iya".

" Gila. Kamu nggak takut digerebek?".

"Tenang aja kali. Anaknya sopan kayak gitu. Palingan tetangga beranggapan kalau kita cuma saudara".

****

Hari demi hari, minggu demi minggu telah berlalu. Elis sudah terbiasa dengan kehidupan barunya. Berteman dengan yang lainnya, sikapnya yang sopan membuatnya memiliki banyak teman. Tak heran, jika Clara cs iri padanya. Namun hal itu tak pernah diambil pusing.

Minggu pagi yang cerah, Elis duduk di teras rumah sambil menikmati teh hangat dan biscuit kering. "Mau kemana, Dav?". tanyanya saat melihat Dava menyalakan sepeda motornya.

"Kerumah Rangga"

"Aku ikut ya?, bosan dirumah terus".

Dava hanya menganggukkan kepala tanda setuju.

"Aku ganti baju dulu ya, bentar kok nggak lama"

Elis keluar dengan baju kaos dan celana training yang biasa ia gunakan. "Jadi mau ikut?". Tanya Dava melihat penampilan Elis."Iya".

"Masak mau kerumah Rangga pakek training?".

Tanpa berkomentar Elis berbalik menggati pakaiannya. Ia keluar menggunakan celana jins berbalut shirt sepaha.

Sesampainya disana, bukan hanya ada Rangga saja. Namun dua orang yang tidak ia kenal. Mereka terlihat akrab, sampai kedatangannya pun tak dirasakan.

"Hai…" sapa Rangga akhirnya.

"Tumben ajak Elis" sambil melirik ke arah Elis.

"Dia yang mau"

"Oh ya, kenalin teman-teman aku, El"

"Azwin"

"Ajik"

"Elis" Sambil menjabat tangan mereka, satu persatu.

Kami duduk di bangku kolam yang telah disediakan. "Aku pinjam Elis ya?" Ucap Rangga membuat kami heran.

"Maksud ku, aku pinjem Elis buat bantuin buat jus"

"Oohh…" Ucap mereka dengan serempak. "Bilang kek dari tadi" Timpal Ajik.

"Kamu, nggak takut tinggal berdua sama Dava" Ucap Rangga saat berada di dapur.

"Nggak, emangnya kenapa?".

"Cuma nanya. Habisnya kalian bukan adik kakak malah tinggal serumah, aneh aja kan?".

"Iya juga sih,tapi Dava baik kok, nggak munkin macam-macam".

"Aku tahu itu. udah selesai?".

"Bentar lagi. Menurut kamu Dava orangnya gimana?".

"Kok malah nanya aku sih?".

"Karena kamu temannya"

"Nah, kamu tinggal serumah sama dia".

"Iya sih, tapi dia sering pulang larut malam. Emangnya apa sih yang dia lakuin sampai sering pulang larut malam?".

"Sudah selesai?" Ucap Rangga balik bertanya.

"Iya".

Mereka keluar menumui yang lain dengan membawa Jus jeruk dan beberapa camilan. "Dava mana ya?". Melihat hanya ada Azwin dan Ajik yang berbaring di kursi santai. Disapunya sekeliling tempat itu sampai mata bertumpu pada kolam renang.

"Dava…" Teriak Elis histeris. Membuat keduanya terbangun. Sontan Azwin dan Ajik langsung nyebur ke dalam kolam.

Elis membantu mengangkat tubuh Dava dari atas. Lalu, meminta Rangga mengambil kantong masker berkatup. Orang yang di minta malah bengong di tempat. "Apaan tuh?". Tanya Azwin yang juga tidak mengerti.

"Maaf".

Elis memulai dengan membuka jalan napas, ditekannya dahi dan diangkatnya dagu atau perasat pendorongan rahang bawah. "Napasnya" Elis menjepit hidung Dava dan memberikan bantuan napas. disaat pemberian napas yang kedua, Dava tersadar membuat Elis terkejut. Refleks Elis mundur kebelakang, seketika itu juga wajahnya memerah.

"Kamu, nggak papa kan Dav?" Tanya Rangga kemudian.

Azwin memapah tubuh Dava menuju kursi sementara Rangga masuk ke dalam untuk mengambil handuk.Tak lama kemudian Rangga keluar membawa Kue lengkap dengan lilinnya, sementara handuk di kalungkan pada lehernya.

"Kamu Ultah, Dav? " .

"Bukan. Azwin" jawab Dava singkat.

"Ni buat kamu" Ucap Ajik menyodorkan bingkisan kecil pada Azwin.

"Thanks Guys"

"Selamat ya bro, tambah tua" Ucap Dava sambil merangkul sahabatnya itu.

"Thanks ya, lo udah nepatin janji lo".

"Janji?".

"Iya, itu loh. Yang barusan itu" Ucap Ajik menjelaskan.

"Maksudnya?".

"Itu… yang barusan di.." Ajik memutuskan ucapannya, lantaran kakinya di injak Azwin.

"Di apa?" Tanya Elis penasaran sekaligus curiga pada ketinganya itu.

Rangga mengalihkan perhatian Elis dengan menempelkan krem pada wajah Dava. Aksi saling colek tak dihindarkan.

"Kenapa diam saja" Ucap Rangga sambil menempelkan krem ke pipinya.

Elis tersenyum sambil menghapus kream di wajahnya dan ikut bergabung dengan yang lainnya.

Dava kembali terjatuh dari kolam,di susul oleh yang lain. Elis masih bertahan di darat. Ia kemudian duduk di bangku santai sambil melihat mereka yang asyik bermain.

"El?".

"Iya?".

"Bisa ambilin jus, nggak?" Ucap Rangga.

Elis berjalan menuju kolam dengan segelas jus ditangannya."Ini" Menyodorkan jus kepada Rangga. Rangga mencoba menarik tangan Elis agar ia terjatuh ke dalam kolam. Akan tetapi, Elis lebih cepat menghindari tangan Rangga. Sontan saja Rangga terkejut dengan kecepatan tangan Elis.Namun, Elis sendiri tak menyadari keterkejutan Rangga, malah berbalik ke tempatnya tadi.

Azwin menyikut badan Rangga"Kenapa?".

"Nggak ada".

"Terus?. Jangan bilang kamu suka sama Elis".

"Enggaklah."

"lah terus?".

"Tangannya cepet banget ngehindar".

"Maksudnya?".

"Tadi pas mau narik tangannya biar dia masuk ke dalam kolam, aku kaget dia dapat ngehindar. Tangannya cepat bangat".

"Cuma perasaan kamu aja kali".

"Nggak. Gua bisa rasain angin yang dibuat oleh gerakan tangannya. Kuat banget bro"

"Udahlah nggak usah dipikirin!" Ucap Dava yang sadari hanya diam.

"Mau kemana?" Tanya Azwin.

Dava tak menjawab pertanyaan Azwin,ia malah berjalan mendekati Elis. Di susul yang lain.

"Cepat banget sih bro"

Dava tidak menjawab, ia masih sibuk dengan mengeringkan rambutnya dengan handuk. "Tunggu,tunggu!.Dava bisa berenangkan,tapi kenapa dia tenggelam tadi?".

"Mampus". Batin mereka serempak.

Mereka hanya diam mendengar pertanyaan Elis. "Kok Pada diam sih ?"

"Kita pulang aja yu'!". Ajak Dava

"Tunggu dulu!, kalian belum jawab pertanyaan aku" .

"Ayo pulang!".

"Tapi Dav, kamu belum jawab pertanyaanku".

"Aku bilang pulang, ya pulang" Ucap Dava dengan suara tinggi membuat Elis terkejut.

Elis menuruti perUcapan Dava, tampa berUcap lagi. Sepanjang perjalanan tak ada sepatah Ucappun yang terucap dari keduanya. Mereka sibuk dengan pikiran masing- masing. Akan tetapi di balik kaca spion, Dava melihat wajah Elis yang tersenyum. Entah apa yang dipikirkan cewek itu ia tak mau ambil pusing.

***