webnovel

Ayas & Rendra

Rendra dan Ayas, 2 orang yg menemukan sosok sahabat di dalam diri masing-masing walaupun memiliki perbedaan umur yang jauh. Saat persahabatan itu berubah menjadi bentuk yg berbeda, apakah perbedaan itu malah menjadi tembok yang menghalangi datangnya cinta?

Randy_Indrayanto · Teen
Not enough ratings
5 Chs

BINA NEGARA

"ok mba, jadi nanti aku tinggal kirim PKSnya, pararel API document dan draft desain buat POSM sekalian kita email ya" Rendra menjabat tangan kliennya, huft selesai juga meeting yang melelahkan ini.

"Ren, lo balik ke kantor ga?" Tanya Dini, teman satu divisi Rendra yang menemani dia meeting hari ini.

"Ga deh din, gw mau langsung cabut" Rendra memasukkan laptop dan kertas-kertas dokumennya kedalam postman bag coklat  kesayangannya.

"Oh gitu, lo mau kemana emang?"

"Bina negara" rendra mencari cari kunci mobil didalam tasnya, kemana lagi tuh kunci?

"Hah? Ngapain lo ke kampus? Mau daftar S2?" Wajah Dini mulai menunjukkan tanda-tanda penasaran

"Ga, jemput temen gw" jawab Rendra yang akhirnya menemukan kuncinya di kantong celana.

"Temen? Dia dosen disana?" Si teman penasaran ini perlahan makin mendekat ke arah Rendra.

"Ga, mahasiswi"

"MAHASISWI??" Agak berteriak, Dini menghadang langkah Rendra yang mulai berjalan ke pintu keluar "wait, wait, wait...lo punya gebetan mahasiswi? Yang bener lo Ren?"

"Gebetan apa sih? Temen komik gw itu Din"

"Cw kan tapi?

"Iya"

"NAH GEBETAN DONG BERARTI!" wanita berperawakan gemuk ini memang terkenal "TOA" kalau sedang ngomongin sesuatu yang bikin dia exited.

"Sssst Din ah, kenapa harus keras-keras sih?" Kata Rendra dengan wajah merah sambil melihat ke sekeliling "Temen doang dia, masa iya gw ngegebet anak kuliahan"

"Lah kenapa engga? Muka lo masih bisa jadi mahasiswa Ren...mahasiswa tahun ke 7 tapi, ahahahaha" Dini tertawa lepas setelah sukses meledek partner kerjanya itu.

"Yeee sialan lo, muka gw masih cocok jadi anak SMA, kayak nicky tirta di sinetron bidadari tau ga lo?" Kata Rendra merujuk Sinetron yang sempat HIT di tahun 90an.

"Anjrit refrensi lo aja udah menunjukkan umur lo, tua lo ren"

"Lah tapi lo tau kan maksud gw?"

"Ya tau lah" Dini menjawab dengan nada bangga

"Ya lo juga tua dong" balas Rendra

"Lah iya juga ya" Dini mengetuk ngetuk kepalanya sendiri.

"Ya udah gw duluan ya, takut keburu macet"

"Ok, good luck with your little bunny baby" Dini melambaikan tangannya ke arah Rendra yang mulai berjalan menjauh yang dibalas dengan acungan jari tengah.

[]

Pak Dana, dosen sejarah seni jurusan DKV memang selalu jadi musuh para mahasiswa/i. Bukan karena dia dosen yang killer, bukan juga karena kebiasaannya yang suka kasih tugas banyak dengan deadline mepet. Masalah utama antara para mahasiswa dengan dia adalah kebiasaannya yang suka bicara panjang lebar sampai melewati waktu mengajarnya. Bahkan pernah suatu kali dia asik ngoceh di depan kelas sampai lewat 1/2 jam dari jam yang ditentukan, itupun baru berhenti karena ada dosen lain yang mau pakai kelasnya, kalau tidak, entah gimana nasib para mahasiswa/i yang udah BeTe setengah mati itu.

Hari ini pun pak Dana berulah. Sudah lewat 15 menit dari jam kuliahnya dan dia masih asik berbicara tentang Alphonse Mucha sang tokoh Art Noveau.

Mungkin ini sudah yang ke 8 kalinya Ayas melihat jam tangan kayunya. Chat Rendra yang bilang dia sudah sampai di kampusnya dan sedang mencari parkir sudah masuk ke Handphonenya sejak 15 menit yang lalu. Sampe kapan sih pak mau ngomongin si Alphonse ini????

TOK TOK

Wajah kak Tika, asdos mata kuliah DKV mengintip dari balik pintu.

"Sorry pak Dana, masih lama ga ya?"

Pak Dana melihat jam tangannya dan mengerenyitkan dahinya, seolah kaget dengan fakta dia sudah melewati batas jam kuliahnya "ini udah selesai kok Tik, bentar ya beres-beres dulu"

Kak tika memberikan jempolnya sebelum menutup pintu dengan pelan.

"Kalian ini keasikkan ya dengerin cerita saya sampe ga bilang udah lewat 15 menit? Ok kelasnya kita akhiri ya, jangan lupa paper tentang Art Noveau nya saya tunggu minggu depan."

Murid-murid malang itu cuma bisa menghela nafas. Entah lega karena kelasnya akhirnya berakhir, atau kesal dengan kepercayaan diri dosennya yang menganggap mereka senang dengan tambahan waktu kuliah itu.

Dengan langkah cepat Ayas berjalan keluar kelas. Renata yang masih sibuk membereskan buku-bukunya mempercepat kegiatannya dan menyusul Ayas dengan setengah berlari. Suasana kantin masih agak ramai ketika Ayas dan Renata sampai disana. Mata Ayas menangkap Rendra yang sedang duduk sendiri hanya ditemani segelas es teh dan beberapa lirikan dari mahasiswi yang lewat ataupun duduk di sekitarnya.

"Mas ren" suara Ayas yang datang mendekat agak mengagetkan Rendra yang sedang menatap layar HPnya. "Sorry banget jadi nunggu lama mas, tadi dosennya keasikkan ngoceh"

"Gpp kok yas, gw juga blom lama banget sampe kok, tadi agak susah cari parkirnya" Rendra menggeser posisi duduknya di bangku panjang kantin agar Ayas dan Renata bisa duduk di sampingnya.

"Oh ya mas, kenalin ini Renata, katanya dia suka baca komik lo"

Rendra agak terkejut mendengar fakta ada orang yang tidak dia kenal membaca bahkan suka pada komiknya "halo gw Rendra, ternyata ada juga ya yang tau komik gw" Rendra mengulurkan tangganya.

"Ih banyak kali mas temen-temen aku yang suka juga komiknya mas Rendra, kocak banget komiknya, gambarnya juga bagus" Renata menyambut uluran tangan Rendra

"Thank you hehe. Btw kalian ber dua mau pesen sesuatu dulu? Biar gw pesenin"

"Wah kalo gitu gw pesen bak..."

"Ga usah mas, langsung aja ya kita, takut macet" kata Ayas memotong Renata sambil mendelik ke arahnya dengan tatapan mata yang seakan berkata "jangan bikin malu!!"

Renata tersenyum kecut.

"Ya udah kalo gitu, Renata kita berangkat dulu ya"

[]

Rendra dan Ayas berjalan menuju area parkir mobil universitas Bina Negara yang berada dibelakang sebuah taman besar tempat para mahasiswa yang sedang tidak ada kuliah atau malas masuk kelas beristirahat dan berkumpul.

Pandangan mata dan bisik bisik kecil itu tidak bisa tidak disadari Rendra yang sejak kecil selalu memperhatikan hal-hal detil di sekitarnya. Ayas populer banget di kampusnya ya, pikirnya.

Tapi kalau dipikir pikir emang ga mungking Ayas ga populer. Kulitnya putih, dilengkapi dengan mata tajam yang unik. Rambutnya yang hitam panjang, walaupun tidak seperti rambut yang dirawat di salon setiap hari terlihat berkilau. Cara berpakaiannya yang simple, menunjukkan keperibadiannya yang cuek dan memancarkan aura "cw keren" yang kental.

"Mas ren? Kenapa liatin gw? Ada makanan yang nempel ya di muka gw?" Ayas meraba raba area sekitar mulutnya

Anjrit kenapa gw jadi liatin Ayas dari tadi, ga sopan ren ga sopan!! "Eh ga kok yas, i..itu mobil gw disana" Rendra menunjuk mobilnya yang, untungnya, tepat berada di belakang Ayas.

Mereka berdua masuk kedalam mobil sedan putih kesayangan Rendra, barang "mahal" pertama yang berhasil dia beli dari hasil kerja kerasnya. Deru suara mesin mulai bergema didalam mobil, tapi...

Kenapa cuma suara jantungnya yang tiba-tiba berdetak ga karuan yang bisa di dengar Rendra?