webnovel

Inferno (2)

Setelah memastikan kalau Fiona belum mengikuti mereka, Hana pun memutuskan untuk berhenti di tengah hutan dulu supaya dia bisa mengobati Alisa. Soalnya meski belum satu menit sejak mereka kabur, Hana tidak bisa tidak panik melihat lengan Alisa yang berubah jadi biru itu.

Tapi begitu mendarat, Alisa malah langsung berdiri untuk siap-siap lari lagi. "I-I-Itu, itu, mungkin kakak dan Aku berpencar saja supaya kak Fiona tidak—"

"Apa yang kau katakan? Tanganmu harus diobati—Maaf!" Sela Hana sambil menariknya kembali, lupa kalau tangan yang dia tarik adalah tangan yang masih membengkak itu. "Kepalamu juga. Pokoknya duduk dulu--"

"Aku akan obati sendiri sambil lari!" Balas Alisa lagi sambil kabur sendiri.

"..." Melihat Alisa masih bisa lari seperti itu, seketika Hana sempat merasa lega—dan bingung tentunya. Tapi karena merasa dia tidak bisa memaksa Alisa untuk berhenti, dia pun memutuskan untuk menyusulnya dulu.

'Rei, cepat ke sini!' Teriak Hana dalam hati. Handphone Hana sebenarnya sudah menghilang entah ke mana. Tapi kalau Fiona sudah seperti itu, dia percaya kalau Rei harusnya sudah tahu--

BOOMM! Tapi tiba-tiba saja sesuatu meledak di punggung Hana sehingga dia terlempar dan menabrak salah satu pohon.

Dan sebelum dia menyadari apapun, Fiona ternyata sudah langsung menariknya berdiri dan menggencetnya ke pohon. "Maaf ya."

"Agh, Fiona!" Hana berusaha memberontak. Tapi tidak dalam seribu tahun Hana akan bisa menandingi kekuatan fisik Fiona. Bahkan untuk mencegah Hana menggunakan sihirnya, Fiona juga sudah sengaja membekukan tangannya.

Fiona kemudian melongokkan kepalanya sedikit ke balik pohon untuk memastikan keberadaan Alisa. Dan ternyata anaknya memang sedang berdiri diam di sana--seakan sedang menahan kakinya untuk tidak lari mendekat supaya dia bisa menyelamatkan Hana.

Agak senang, Fiona pun berkata, "Tunggu di sana. Aku cuma perlu mengikat Hana sebentar—"

"Fiona, seriusan!" Protes Hana lagi. "Kalau kau melukainya lebih dari ini, Aku tidak akan memaafkanmu!" Omelnya.

Tapi setelah cemberut sejenak, Fiona malah sibuk melepaskan jam tangan Hana dan mulai mengubahnya jadi rantai nan tebal untuk mengikat Hana di pohon itu.

"Kau selalu mengatakan itu, tapi faktanya kau tetap membuatkanku makan malam saat kuminta, apa kau tahu itu?" Balas Fiona mengejek. "Lagipula tenang saja. Anak itu sepertinya lebih sulit mati dari yang terlihat."

"Aku tidak--" Dan sekarang Fiona juga mengikat mulut Hana pakai seraup daun.

Di sisi lain, Alisa yang berhasil meyakinkan dirinya sendiri sebenarnya sudah mulai ancang-ancang untuk mendekat ke arah mereka. Tapi setelah Fiona selesai mengurus Hana dan berjalan ke arahnya lagi, Alisa pun spontan lari lagi ke arah danau.

Fiona melemparkan sebuah ledakan ke arahnya, tapi untungnya itu tidak begitu melukainya dan cuma melemparnya sampai ke danau lebih cepat dari yang dia harapkan.

Hanya saja karena Fiona langsung menembakkan kayu-kayu tajam ke arahnya, Alisa pun memutuskan untuk langsung menggunakan sihirnya juga dan menggunakan seombak air danau untuk menghentikan semua kayu tadi.

Lalu dengan senang hati, Fiona pun langsung menembakkan bola api untuk meledakkannya lagi.

Di kondisi yang agak berkabut seperti itu, Alisa tadinya sudah akan buru-buru mencari posisi yang lebih baik untuk mempertahankan dirinya.

Tapi belum sampai dua langkah, lagi-lagi Fiona sudah ada di depan wajahnya--sudah memasang posisi menendang yang jelas lebih mengerikan daripada sebelumnya.

Ingat dengan kejadian tadi, Alisa pun buru-buru menumpuk pelindung sihirnya jadi tiga lapis.

Tapi entah punya firasat dari mana, Alisa tahu kalau semua pelindungnya akan hancur lagi. Jadi di sisa sepersekian detik yang dia punya sebelum tangannya yang tersisa remuk lagi, Alisa pun mencoba untuk menggunakan semua air yang bertebaran di sekitar untuk membentuk ular--dan setidaknya menarik sedikit bajunya.

Jadi meski Fiona betulan menghancurkan semua pelindungnya, untungnya tendangannya hanya sedikit menggores Alisa dan tidak sampai mematahkan tangannya lagi.

"..." Fiona agak terkejut dengan itu, tapi entah bagaimana dia masih bisa memutar tubuhnya untuk melancarkan pukulan tinjunya ke wajah Alisa lagi.

Dan sayangnya Alisa tidak bisa bereaksi secepat itu, sehingga akhirnya dia cuma sempat membuat satu pelindung sihir dan mengangkat kedua tangannya untuk menutupi kepalanya.

Tapi saat Alisa menutup matanya, dia malah mendengar suara 'Buk' seakan pelindung sihirnya berhasil menahan pukulan Fiona. "...?"

Walaupun setelah dilihat, yang berhasil menghentikannya ternyata adalah pelindung sihir lain, yang jelas-jelas bukan buatannya. Bukan juga punya Hana. Melainkan pelindung besar nan tebal yang mengeluarkan cahaya ungu di permukaannya.

Bukan cuma itu, bahkan pelindungnya juga kemudian bergerak maju untuk mendorong Fiona sampai dia menabrak ke salah satu pohon dan mematahkannya.

Lalu Rei pun berdiri di depan Alisa.

Melihat ketua Osis itu, seketika harapan hidup Alisa jadi kembali lagi. Meski sebelum dia bisa mengagumi punggungnya lebih lama, pikirannya langsung teralih lagi begitu dia melihat Rei mulai menggunakan sihir bayangannya untuk mengikat Fiona yang hampir menembakkan sihir lagi.

"Agh, persetan!" Tapi kalau mendengar dari umpatannya, kelihatannya Rei juga tidak bisa melakukannya dengan mudah karena Fiona terus saja merobek bayangannya.

Baru setelah usaha yang cukup merepotkan, Rei pun akhirnya berhasil menggulung Fiona jadi sushi.

"Sialan, Fiona, kau benar-benar…!" Omelnya langsung. "Yang akan kerepotan bukan kau, tapi Aku dan Hana tahu!" Tambahnya sambil melemparkan beberapa bola tanah ke wajah Fiona.

"Tapi Rei, kau harus dengar ini!" Balas Fiona. "Anak itu—"

"Tidak mau dengar!" Potong Rei, yang setelah itu langsung mengeluarkan sebuah bola kaca dari sakunya. Dan detik berikutnya, Fiona pun terserap ke dalamnya.