webnovel

Masalah Terdahulu

"Untuk apa kau harus mempedulikan itu? Kau sudah lulus dari sekolah itu sekarang, yang perlu kau ingat, kau sudah menuangkan semua kerja kerasmu selama dua tahun berturut-turut, begitu juga aku. Sebagai mantan guru di sana, aku sama sekali tak kepikiran apapun mengenai sekolah itu."

Arya mengembangkempiskan hidungnya, firasatnya mengatakan jika perkataan gurunya cukup menyakitkan jika salah satu teman seperjuangannya mendengar hal itu. "Kenapa Coach Adi mengatakan hal itu, terlebih di depan saya? Apa ada masalah yang Coach Adi alami selama melatih kami dan tak bisa dibicarakan sekarang?"

"Sebenarnya bukan masalah besar dan tak ada hubungannya pula dengan kalian. Bapak sempat terlibat masalah dengna pihak sekolah. Kalau kau ingin tahu, mungkin tak sekarang. Aku takut sesuatu yang tak penting bisa mengganggu konsentrasimu selama pertandingan."

"Sepengetahuan saya, pihak sekolah tak memberi bonus apapun pada Coach Adi selama dua tahun itu? Kalau permasalahan itu, teman-teman juga tahu semua dan mereka sengaja menutup mulut."

Coach Adi langsung menegakkan tubuhnya setelah cukup lama bersandar pada kursi. "Maksudmu… selama ini kalian semua tahu masalah ini? Siapa yang memberitahumu, Arton?"

Arya mengangkat kedua tangannya, menyuruh pelatihnya agar tetap tenang begitu volume suaranya mendadak meningkat. "Tenang dulu, Coach. Kami tak bermaksud menyembunyikan pemahaman kami atas masalah Anda waktu itu."

"Lalu bagaimana kalian bisa terlihat tenang ketika perpisahan itu? Apa kalian juga tak mempermasalahkan kepergianku atas apa yang telah aku perbuat selama dua tahun itu?!"

"Oke, Anda di sini sudah salah paham. Lebih baiknya Coach Adi minum dulu, menenangkan pikiran dan hati ketika bicara sangatlah penting."

Coach Adi langsung menggerakkan tangannya, mengikuti saran anak didiknya. Diteguknya dua sampai empat kali, hingga menyisakan setengah gelas dari sebelumnya.

"Aku tak mau membuang waktumu lebih banyak lagi, Arton. Aku sudah semaksimal mungkin mempersingkat pertemuan kita. Tapi setelah mendengar kau tahu masalah yang aku alami waktu itu, membuatku makin penasaran dari mana kalian tahu semua itu, sedangkan alasanku meninggalkan sekolah kalian sebab tak ada perpanjang kontrak dari pihak dan aku juga memiliki alasan lain yang tak akan bisa aku katakan."

"Coach Adi pikir kami akan diam saja ketika pelatih yang sudah melatih kami dan berhasil membawa sekolah menjadi juara dua tahun berturut-turut pergi begitu saja. Secara logika sangat tidak mungkin pihak sekolah tak memperpanjang kontrak Coach Adi setelah apa yang Anda berikan pada sekolah kami. Dari situ saja kami sudah curiga dan mulai berdiskusi ada sesuatu yang salah di sini.

"Kemudian kami memutuskan bekerja sama dengan pihak OSIS menyelidiki kasus ini, untuk membuktikan apakah benar kepergian Coach Adi karena masalah kontrak atau lainnya."

"Tapi bukannya waktu masih sekolah kau juga anggota OSIS?"

"Itu benar, jabatan saya memang tak begitu tinggi di OSIS waktu itu. Tapi saya punya ketua yang sangat dekat dengan guru dan staff lainnya. Kami meminta tolong pada mereka untuk memastikan hal tersebut, takutnya alasan Coach Adi hanyalah sebuah kebohongan dan menyembunyikan sesuatu yang besar.

"Dan ternyata kami benar. Coach Adi menutupi sedikit… tidak, bahkan hampir semuanya masalah yang menimpa Anda. Kontrak abal-abal perbuatan pihak sekolah serta tak ada tunjangan atau bayaran sedikit pun yang disisihkan pihak sekolah pada Coach Adi selama dua tahun terakhir. Belum lagi pihak sekolah yang mengancam keluarga Coach Adi kalau berita ini sampai tersebar di kalangan sekolah, khususnya para guru dan murid-murid lainnya. "

Coach Adi sampai tak bisa berkata-kata. Walaupun berantakan, Arya sedikit demi sedikit mengulas semua yang ia dapat ketika meminta bantuan pihak OSIS.

"Kau terus membicarakan pihak sekolah, tapi jumlah mereka itu sangat banyak. Aku akan menganggapmu tepat jika kau tak salah menebak pihak sekolah yang sejak tadi kau bicarakan."

"Tentu saja. Sudah sangat jelas jika yang saya maksud kepala sekolah kami. Tak hanya itu, bersama kepala tata usaha, mereka bekerja sama untuk mempersulit Coach Adi untuk melaporkan hal ini melalui jalur hukum. Saya tak tahu apakah salah satu dari mereka punya kenalan pejabat atau apapun itu. Namun saya juga tak mau memperpanjang lagi mengingat makanan saya nanti keburu dingin." Arya mendadak gelisah ketika tersadar pesan dari seniornya.

"Baiklah, kalau apa yang kita mau cukup sama. Sekarang katakan siapa yang memberitahumu tentang semua ini, Arton?" Coach Adi sekali lagi menekan Arya agar terbuka pada sang pelatih.

"Hmm? Apa Coach Adi tak mendengar cerita saya barusan? Dalam permasalahan Coach Adi dulu, pihak OSIS dan teman-teman satu tim lah yang sangat berpengaruh besar. Mereka mau bekerja sama demi mengembalikkan peran Anda di sekolah kami."

"Jangan pura-pura lagi. Aku tahu rencana kalian berjalan mulus sampai kalian bisa menemukan tersangka kasus ini. Tapi itu semua pasti ada segelintir orang, entah itu guru atau staff sekolah lainnya yang membantu kalian. Aku yakin kalian pasti meminta bantuan pada salah satu dari mereka yang menyadari perbuatan kepala sekolah dan kepala tata usaha."

"Ah, kalau itu…"

"Arya!" Tiba-tiba pemuda itu mendengar namanya dipanggil begitu keras, mau tak mau ia terpaksa berhenti menjelaskan. "Kau daritadi di sini, dasar pemain baru tak bermoral! Teman-teman yang lain sudah menghabiskan makanan mereka, begitu pula atasan lainnya. Cepat habiskan makananmu atau kau akan ditinggal di restoran ini!" Indra menyolot sambil menunjuk-nunjuk kening Arya.

"Eh! Sudah selama itu aku dan Coach Adi bicara?" kemudian Arya menyalakan tombol power ponselnya, melihat jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, sudah waktunya para pemain kembali ke penginapan mereka untuk beristirahat. "Maaf, Coach Adi. Mau tak mau aku harus berhenti sampai di sini. Senang rasanya bertemu dengan Anda setelah sekian lama. Berharap ke depannya baik Anda maupun saya sendiri tak mengungkit masalah ini lagi."

Setelah mengatakan itu, Arya mengambl ponsel di atas meja, membalikkan badannya berjalan menuju meja sebelumnya.

"Hei, mana sopan santunmu pada pelatihmu sendiri! Pergi seenak jidat!" Indra tak terima dengan perbuatan Arya, namun ia juga tak berbuat banyak selain meminta maaf. "Maaf, Pak, kalau Arya pergi seenaknya. Maklum anak muda egoisnya memang besar."

"Hahaha, tak perlu dipikirkan. Arton punya alasan sendiri sampai mengabaikanku." Tanpa menunggu jawabannya, Coach Adi juga meninggalkan meja detik itu pula tanpa menghabiskan minuman mereka.

Saking herannya persamaan Coach Adi dan Arya, Indra sampai menganga sambil menggaruk pelipisnya. "Aneh, dah. Enggak pelatih, enggak pemain, sama-sama asal nyelonong saja. Mana minuman mereka sama-sama enggak habis pula."

Melihat kesempatan itu, Indra iseng-iseng mencicipi minuman itu hingga akhirnya ia kenikmatan sendiri dan menghabiskan kedua minuman itu.