webnovel

Aroma Tak Dikenal

"Yak, kau habis dari mana?" tanya Sherla tiba-tiba.

Spontan Arya menghentikan langkahnya yang tergesa-gesa, mendecak pelan, lalu membalikkan tubuhnya. Dilihat kakak sepupunya sedang asyik menggenggam ayam goreng di tangan kanannya. Ada rasa kesal ketika dirinya sedang dikejar waktu namun orang itu menghentikannya seakan tak bersalah.

"Haa? Habis pulang kuliah, lah. Jangan banyak tanya lagi, aku sudah terlambat latihan sekarang." Tanpa menunggu jawab dari Sherla, Arya lanjut melangkah lebih cepat lagi dari sebelumnya, bahkan sampai lari kecil sepanjang ruang makan hingga teras depan dan mendapat peringatan dari ibunya.

Di lain sisi Sherla menjulurkan tangannya ke depan dengan raut wajah melasnya, seakan tak rela ditinggal begitu saja ketika dirinya belum mendapatkan jawaban sama sekali. Dihentakkan kedua kakinya sangat keras hingga mengejutkan bibinya yang berada di depannya.

"Kenapa kamu begitu, Sherla? Kamu mau merobohkan rumah tante, ya?" tanya ibunya Arya, walau begitu nadanya sama sekali tak terdengar marah atau mengancam.

Seketika Sherla mengalihkan pandangannya pada bibinya, lalu terkekeh pelan sembari mengusap kedua tangannya di bawah meja. "Bukan apa, Tante, tapi aku mencium aroma yang berbeda dari Arya barusan."

Sontak ibunya Arya mengerutkan kening yang begitu dalam, tak mengerti ucapan dari Sherla menganggap ada sesuatu berbeda dari anaknya. "Apa maksudmu aroma yang berbeda? Apa salah kalau Arya membeli parfum dengan merek tak sama?" ibunya sedikit penasaran apakah ucapan keponakannya tadi benar atau tidak, mengingat ibunya Arya sama sekali tak mencium apapun ketika Arya memasuki rumah sampai pergi lagi.

"Bukan, Tante. Orang seumuran Sherla sudah bisa membedakan parfum laki-laki maupun perempuan, tapi aroma parfum yang keluar dari tubuh Arya bukanlah parfum laki-laki."

"Jadi, maksudmu…"

"Mungkin begitu. Ada kemungkinan Arya berpelukan atau berdekatan dengan perempuan di kampusnya."

Ibunya Arya yang sedang meneguk minumannya, seketika menutup mulutnya rapat-rapat, dan menelannya secepat mungkin agar tak menyembur keponakannya itu. Sherla pun ikut terkejut melihat reaksi bibinya yang sangat berlebihan, cepat-cepat ia bangkit dari kursi sembari mengusap pundak bibinya.

"Tante kenapa? Apa Tante sakit?" Sherla bertanya, terlihat wajah dan nadanya sangat polos seakan tak tahu apa-apa.

"Kamu ini, ya, mengejutkan Tante saja. Mana mungkin Arya berpelukan dengan gadis lain sedangkan ia tak mengatakan apapun pada Tante."

"Tapi aku tak bohong, Tante. Jelas-jelas aroma yang keluar dari tubuhnya itu bukan parfum laki-laki. Yah, sudahlah, tak perlu dibahas lagi daripada Tante terkejut lagi. Aku sendiri yang tak nyaman nantinya."

Ketika Sherla melanjutkan makan malamnya kembali, suasana di antara mereka cukup tenang, hanya ada suara mesin pendingin ruangan serta siaran televisi yang terletak di pojok ruangan. Beberapa menit kemudian ayahnya Arya datang dan merasakan aura mencekam ketika melihat ruang makan sangat sunyi walau ada 2 orang di sana.

***

Dengan kemampuannya sangat handal dalam menjalankan sepeda motor, Arya hanya membutuhkan 7 menit saja untuk sampai ke tempat latihannya. Seperti biasa, Arya dan Karesso selalu latihan di stadion pribadi yang hanya bisa digunakan oleh Karesso sendiri. Stadion terletak di tengah kota dan satu-satunya stadion basket di kota itu. Namun bukan sebagai titik tumpu kalau semua pertandingan selalu di laksanakan di sana.

Arya sudah berulang kali mengikuti berbagai turnamen di kotanya. Terkadang tempat turnamen basket juga diselenggarakan di universitas tertentu, namun sejauh ini Universitas Garuda lah yang paling diminati mengingat tim basket di kampus itu sudah terpandang di kalangan orang-orang yang cinta dengan basket.

Berlarian kecil di lorong, Arya sama sekali tak bertemu dengan satu orang pun dari pintu depan. Firasatnya mengatakan jika mereka sudah berlatih terlebih dulu tanpa menunggu kedatangannya. Yah, siapa juga di antara mau menunggu orang baru sekaligus pemain cadangan datang terlambat setelah sekian lama tak latihan? Bahkan nampaknya Denny sekalipun tak menganggap Arya sebagai junior kesayangannya.

Setelah menelusuri berbagai lorong, Arya bisa mendengar suara dentuman bola basket yang didorong ke arah lantai. Sudah cukup lama ia tak mendengar suara bola itu selama dirinya berdiri di lorong stadion. Arya tersenyum kecil dan merasa berdebar, kemudian mempercepat langkahnya sembari membopong tas ransel di punggungnya. Hanya saja ketika sampai di ujung lorong, ada sesuatu yang memaksa Arya harus berhenti, mungkin lebih tepatnya memperlambat langkahnya.

Setelah sekian lama tak melihat dan menghirup udara di stadion itu, Arya pikir bertingkah kekanak-kanakkan akan mendapat pandangan aneh dan risih dari rekan-rekannya. Lalu detik berikutnya, Arya keluar dari lorong dan berjalan dengan perlahan kembali, lalu tiba di lapangan itu.

Seperti beberapa minggu lalu, suasana di lapangan ini tak pernah sepi ketika latihan. Berbeda dengan ia berlatih bersama teman-temannya yang datang dengan jumlah tak menentu setiap harinya. Yah, adanya kontrak mungkin menekan para pemain agar tak membuang waktunya untuk bersenang-senang dan fokus dengan tujuan Karesso, yakni mendapatkan piala pertamanya.

Walau tergolong bukan tim baru dan selalu mendapati peringkat 5 besar, Karesso sendiri sejak didirikan belum mendapatkan trofi satupun. Kenyataannya Arya belum tahu tentang ini, lagi pula ia sampai sekarang tak kepikiran pencapaian Karesso selama ini. Fokus melatih fisik dan mengasah kemampuannya lebih utama dari mempertanyakan itu.

Ketika Arya sudah duduk di bangku pinggir lapangan pun tetap tak ada yang menyadarinya. Rekan-rekannya benar-benar serius ketika mereka sudah menginjakkan kaki di lapangan. Bahkan Coach Greg sekalipun turut ikut melatih dan mengawasi mereka dari dekat. Sangat berbeda dengan Coach Alex ketika anak-anaknya sudah mempunyai kemampuan, maka ia lebih suka mengawasi dari luar lapangan dan menyerahkannya pada kapten tim.

Tak ingin membuang waktunya lebih lama lagi, Arya bergegas mengeluarkan sepatu basket dan menggunakannya. Ketika kepala dan serta badannya tertekuk mendekati kaki, tiba-tiba saja Arya mendengar suara bola mendekatinya. Spontan pandangan Arya langsung teralihkan, sedikit terangkat dan ternyata arah bola tak mengenai kepalanya. Hanya saja suaranya sangat dekat seakan siap menghajarnya ketika lengah. Salah satu pemain terpaksa keluar dari lapangan dan mengambil bola itu, namun begitu melihat sosok junior yang telah lama menghilang, ia pun heboh sampai rekan lainnya terbelalak.

"Arya! Kau sudah kembali ternyata! Bagaimana kabarmu?" tanya orang itu.

Arya belum sempat kenal baik dengannya sampai ia tak mengingat namanya. Lantas ia hanya mengerutkan keningnya sembari menggaruk kepala belakang. Tingkahnya memang kurang ajar sebagai pemain paling muda di tim ini.

"Kenapa kau menatapku begitu? Apa kau tak mengingat namaku?"

Namun sebelum Arya menjawab, rekan-rekan lainnya memanggil nama Arya cukup keras hingga menggema di sekitar lapangan. Walau sebenarnya tak boleh bertingkah seenaknya, Denny tiba-tiba saja keluar dari lapangan dan mendekati Arya. Tak tanggung-tanggung, bahkan kepala juniornya pun diusap sangat keras.

Jangan lupa review dan kirim power stone ya guys. Thanks ^^

Bimbrozcreators' thoughts