Devano masih tak habis pikir sebab perkataan Arsyi barusan. bisa-bisanya perempuan itu mengatakan kepada Devano untuk mencari pacar agar mereka berdua tidak menikah. Ia pikir Devano tertarik dengan yang namanya perempuan?
Baginya perempuan hanya makhluk yang diciptakan tuhan untuk merepotkan laki-laki. Itu juga sebabnya Devano tak mau mencari pacar karena ia yakin perempuan akan begitu merepotkan untuknya. Permintaan perempuan itu memang sepele dan kecil tapi sangat merepotkan. Contohnya saja meminta diantarkan ke salon, bukankah mereka bisa pergi sendiri? Belum lagi jika ingin sesuatu maka laki-laki dipaksa untuk menuruti mau tidak mau, padahal mereka bisa melakukan sendiri dan laki-laki belum tentu selalu memiliki waktu luang untuk itu. Benar, kan?
"Itulah sebabnya kau tidak pernah punya pacar?" Nina yang ada di sampingnya sejak tadi mendengarkan alasan-alasan monohnya. "Devano, dengan aku, tak banyak di sunia ini wanita yng mandiri dan tidak merepotkan, setidaknya kau bisa dapatkan satu, percaya saja." Nina berucap, seolah menyadarkan Devano bahwa yang ada di deskripsi itu adalah dirinya, dan mengatakan kepada Devano bahwa dirinya tidak merepotkan.
Tapi memang fakta bahwa gadis di samping Devano dengan setelah casual kaos dan celana panjang ini sangat bisa diandalkan bahwa Devano sendiri sering emngandalkn Nina sejak dulu. Sayangnya status pertemanan mereka yang terjalin sejak SMA ini tak bisa ditembus untuk mereka bersatu menjadi sebuah kata pasangan.
Atau bisa jadi Devano yang tidak sadar bahwa selama ini ada Nina di sampingnya. Atau bisa jadi Devano sadar tapi berlagak tak tahu bahwa Nina, gadis itu amat mengasihinya sejak dulu.
"Tak ada." Sahutan devano terdengar tegas. Meski berada di luar kantor Devano terkadang masih terbawa suasana kerja, sikap dinginnya kepada semua orang kadang berlaku kepada Nina, temannya.
Kadang pula Nin merasa bahwa ia canggung dengan lelaki itu di dalam jam kerja maupun di luar jam kerja, tapi saat Devano memanggil namanya terlebih dahulu, gadis itu sadar bahwa Devano tak berubah, laki-laki itu hanya mencoba bersikap professional demi kenyamanan kerja.
Bahkan Devano melarang kepada Nina untuk memberitahu semua orang bahwa mereka adalah teman, Devano hanya tidak ingin nantinya saat Nina bekerja dengan baik, ada sangkut pautnya dengan dirinya yang memiliki jabatan berarti, Devano tidak ingin Nina dikatakan menggunakan koneksi orang dalam untuk mencapai kesuksesan karen Devano tau Nina bekerja dengan sangat baik, untuk sampai saat ini setidaknya gadis itu bekerja lebih baik dari yang lain.
"Hanya saja kau yang tidak sadar, Dev. Ada banyak sekali wanita seperti itu di luar sana, aku yakin setidaknya ada satu di dekatmu."
Kali ini Devano menatap kepada Nina, sontak gadis itu mengalihkan pandangan dari tatapan Devano yang tajam. "Kalau begitu tunjukkan kepadaku, siapa gadis yang seperti kau maksud."
Tidak mungkin Nina menunjuk dirinya sendiri, bukan? Akan sangat lucu terdengar jika tiba-tiba ini menjadi sebuah pengakuan cinta terpendam oleh Nina, bagaimana jika Devano tak merasakan apapun terhadapnya, hubungan memreka bisa menjadi lebih canggung dibanding hubungan kerja antara ketua tim dan anggota tim.
"Cari saja!" ucap Nina. "Kau selalu bergantung kepadaku!" Nina kesal karena Devano tak memahami dirinya dengan cepat alias lelaki itu tak peka.
"Ada satu," ucap Devano datar, dengan masih menatap Ninan dalam, dan Nina balik menatapnya. "Kau."
Deg. Jantung Nina hendak lepas saat Devano mengatakan hal itu kepadanya. Devano sadar akhirnya?
"Kau, Nina. Tapi bagaimana mungkin aku menjalin hubungan dengan temanku sendiri, itu akan terdengar aneh, terlebih kau mengatakan sudah ada lelaki yang kau cintai, bukan?" Nada Devano di kalimat akhir terdengar sedikit kecewa, namun membuat Nina kesal.
Kau bodoh, Dev.
**********
"Apa aku ada salah kata dengan gadis itu?" Devano memandang Nina yang masih sibuk bekerja di luar dari dalam ruangannya yang tembus pandang.
Sebab sudah dua hari ini Nina tak membalas pesan dari Devano jika menyangkut pribadi dan hanya membalas email-email saja yang tentang pekerjaan. Devano pikir sejauh ini mereka belum pernah bertengkar kecuali saat musim panas tahun kemarin, gara-gara Devano membatalkan acara makan mereka saat Nina sudah menunggu ditempat.
Sekali lagi Devano mengangkat ponselnya, ia menatap gerak-gerik Nina di sana. Gadis itu jelas menatap kepada ponselnya yang berdering, tapi bukannya mengangkat panggilan gadis itu malah mengetikkan sesuatu di komputernya dan akhirnya ada satu buah pesan masuk melalui email.
"Sial, aku salah apa."
Devano sangat mengerti tentang satu gadis yakni Nina. Bagaimana jika Nina marah, bagaimana jika gadis itu kesal dan bagaimana jika gadis itu sedang berada dalam masalah, Devano hafal segalanya karena mereka sudah berteman sejak dulu.
"Kau luang?" Sebuah pesan diketikkan oleh Devano.
"Sibuk, katakan dengan singkat paa yang harus aku kerjakan, ketua tim?"
Benar dugaan Devano. Jika di dalam bagan pesan Nina sudah memanggil dirinya dengan sebutan demikian artinya gadis itu marah dan kesal pada Devano.
Biar Devano ingat-ingat lagi, apa kesalahannya sampai membuat Nina kesla padanya. Apa karena Devano membelikan es krim rasa mocca saat Nina ingin rasa taro? Tidak. Devano paling tau Nina bukan sosok kekanakan seperti itu. Lantas apa masalahnya. Devano tak bisa minta maaf jika tak tau alasan gadis itu marah.
"Aku traktir makan setelah jam kerja usai, bagaimana?"
"Maaf, Pak. Sepertinya aku tak bisa karena ada urusan pribadi di rumah dan aku harus kembali ke rumah tepat waktu."
"Benarkah? Acara apa? Kenapa kau tidak mengundangku?"
Nina menatap ke dalam ruangan Devano yang tidak bisa dilihat dari luar dan hanya bisa diliat dari dalam.
"Sepertinya kau terlalu sibuk untuk ikut ke rumahku."
Devano mengernyitkan alis, dan tepat saat itu pintu ruangannya terbuka. Buru-buru ia menutup laptop kerjanya dan berlagak dingin di depan Ashlea.
Kenapa dia bertindak seperti ini seolah ia membuat kesalahan.
"Ada apa?" Singkat sekali, berbeda saat ia berbicara dengan Nina.
"Tinjau laporanku." Juga sangat singkat, keduanya berbicara dengan saling singkat, membunuh suasana saja.
"Tentang?"
"Konsep iklan dari artis baru, aku pikir perlu mengubahnya sedikit melihat kondisi artis kita."
"Lantas?"
"Aku perlu persetujuan."
Devano membaca dengan teliti, benar kata orang, tidak ada orang yang lebih professional dari Devano. Bahkan rumornya lelaki ini tetap menghadiri rapat saat ayahnya meninggal dulu.
"Kau sudah mempelajari semua yang aku kirim semalam?"
Ashlea mengangguk mengiyakan kebenaran itu.
"Jadi ini hasil dari semua itu?"
Ashlea kembali mengangguk.
"Konsepmu kolot! Tak sesuai dengan jaman. Aku ingin bagian ini diperbaiki. Setidaknya kau bisa melihat apa yang menarik perhatian orang di saat ini!"
Ashlea tak mengerti kenapa Devano harus membentaknya padahal bisa memberitahu dengan benar.
"Baiklah." Dengan nada dingin Ashlea keluar dari ruangan itu.