webnovel

Aku, Aji & Kak Dimas

Ketika matahari terbit dari ufuknya. Arunika Nirmala, sinarnya terpancar begitu indah tanpa cacat. burung-burung terbangun dari tidurnya dan bersiul indah sambil mengepakan sayap-sayap mungilnya, menimbulkan gairah dan semangat baru yang tercipta dalam tubuhku seakan-akan darah mengalir cepat dengan membawa zat-zat positif yang di alirkan ke setiap organ-organ dalam seluruh tubuhku.

          ku langkahkan kaki menuju halaman rumah dan memandang sekelilingku. bunga-bunga di taman yang basah karena di selimuti embun pagi hari yang telah meninggalkan bau basah, pohon-pohon rindan bergoyang dengan tiupan angin sehingga memancarkan suasana sejuk dari setiap ranting,dahan,batang, dan daun seakan akan sedang berzikir ke pada sang khaliq,

     Senyumanku yang terpancar seakan-akan melengkapi seluruh keindahan yang ada  di sekelilingku,seakan-akan aku selalu ingin merasakan suasana-suasana indah seperti saat ini dan ingin mengabarkan kepada semua orang tentang apa yang ku rasakan.

Tubuhku terhentak setelah seseorang menepuk pundak. Entah mengapa senyuman Kak Dimas terasa sangat akrab.

"gimana tidurnya semalam..nyenyak?"

"Heum seperti yang kakak lihat..wajahku fresh setelah bangun tidur"

"Hahaha... syukur kalo gitu."

"Kakak mau dibuatin kopi atau teh?"

"Ee...kopi ajja"

"Kok tergagap gitu suaranya" aku sedikit heran dengan cara bicara kak Dimas yang sedikit gagap.

"Aaahh engga..nggapapa."

"Yaudah aku buatin bentar ya."

"Oke sayang"

"Ha...kakak ini" aku tertawa lirih mendengar kakak menyebutku sayang. aku pergi ke dapur untuk membuat kopi & menyiapkan beberapa cemilan. Aku kembali dengan nampan berukuran 30×35 cm berisikan dua cangkir kopi & 2 toples cemilan.

"Wah...pesanan dateng nih"

"(Tertawa kecil) ini kopi kakak, ini kopi aku"

"(Menyeruput kopi)eemm...bener bener nikmat apalagi yang buat orang spesial di hatiku"

"Apaan sih kakak, lebay deh"

"Makasih ya"

"Sama sama...tapi ini ga gratis loh. Kaka harus bayar."

"Beres..total aja semuanya"

"Aku mau kakak bayar dalam bentuk ini (menyodorkan pamflet pameran seni)"

"(Mengambil & melihat sejenak pamflet) kamu dapet darimana?"

"Ada..temen. boleh ya kak?"

"Ini luar kota loh, kamu yakin mau kesana?"

"Yakin"

"Sama siapa?"

"Kakak.."

"(Tersenyum)"

"Yura, piyul, Friska"

"(Cemberut) kenapa rame rame?"

"Kenapa rame rame? Yaa biar rame lah. Oiya kak temen laki laki juga ada yang ikut."

"Siapa?"

"Radit."

"Yaudah ikut"

"Oiya satu lagi...Aji"

Wajah kakak yang semula sumringah mendadak datar.

"Kakak kenapa? Ada masalah?"

"Ee...engga kok..nanti kakak kasih tau lagi kalo misalnya kakak jadi ikut"

"Yaaahh...kakak ...harus"

"Iya.. kan harus atur waktu kerjaan juga"

"Iya deh iya.."

"Oiya semalem kek denger kamu asyik banget ngobrol lewat handphone. Kamu ngobrol sama siapa?"

"Oohh itu...Aji kak"

"Aji?"

"Iya" aku melihat kejanggalan di ekspresi wajah kak Dimas. Wajahnya seketika murung setelah aku mengatakan nama aji. Sepertinya mereka memiliki hubungan yang kurang baik.

"Ngobrolin apa aja?"

"Banyak kak"

"Banyak?"

"Iya...aji juga kirim foto"

"Foto apa?"

"Ternyata nih kak, aku & aji itu temen dekat kak. Di foto itu aku terlihat sangat senang. Aji bilang aku suka manggil dia kakak, sama seperti kak Dimas"

"Kapan kamu ketemu aji dalam waktu dekat kemarin?"

"Tiga hari yang lalu"

"Kakak minta kamu beri jarak dengan dia. Jangan terlalu sering kontak atau ketemuan sama si aji" (beranjak dari tempat duduk sambil walangkerik)

"Ada masalah apa kak? Aji kan temenku"

"Pokoknya kamu jaga jarak sama si aji." (Melangkah menuju rumah)

"Oiya satu lagi... Soal pameran, jangan ajak aji atau jangan pergi ke pameran"

Tanpa memberi penjelasan, kak Dimas pergi ke dalam rumah meninggalkanku dengan pertanyaan heran. Apa masalah mereka berdua?