webnovel

Kebulatan Hati

Hari demi hari kami terus bertempur, sampai akhirnya dibulan kedua aku diangkat menjadi Komandan bagi peleton kami karena gugurnya Kapten  Harish dipertempuran terakhir.

Selama 2 bulan ini aku benar-benar sudah kehilangan rasa bersalahku dalam membunuh musuhku. 

Memang dipertempuran kedua adalah puncak kegelisahanku karena saat itu aku harus bertempur disiang hari sehingga dapat melihat musuhku.

Saat itu tanganku tidak henti-hentinya bergetar dan keringat dingin bercucuran disekujur tubuhku.

Ketika keraguan itu sempat menerjangku,  disaat itu pula kakiku terserempet peluru.

Panas dan nyeri kemudian berubah menjadi sakit menghinggapi pahaku kiriku. Darah merah merembes dan menetes disela-sela kakiku.

Takut. Saat itu ketakutan akan kematian menghinggapi diriku ditengah rentetan peluru yang menerjang.

Namun, dititik inilah aku mulai menyadari sesuatu.

''Jika aku tidak membunuh mereka, maka mereka yang akan membunuhku.''

Ini adalah hukum mutlak medan perang.

Keraguan telah membuat aku lengah dan terkena tembakan musuh.

Bukan hanya itu, karna keraguan itupula banyak anggota pasukanku juga berguguran!

Tidak! Aku tidak akan membuat mereka gugur lagi! Keraguan adalah kelemahan! Aku tidak akan ragu lagi! Bahkan, seratus musuhpun akan kubantai saat mereka berusaha menyakiti orang-orang orangku ini!

Dengan tekad yang membulat itulah, aku menekan pelatuk disenapanku kepada mereka.

•••

Sudah 2 bulan berlalu dan selama dua bulan inipun kami terus bertempur tanpa henti.

Selama pertempuran keras yang telah kulewati aku berhasil membunuh 63 orang dengan timah panasku.

"Luar biasa komandan! Jika pertempuran ini usai pasti Anda mendapatkan penhargaan dan kenaikan tingkat lagi!"

Yang berbicara tadi adalah Letda. Andre. Dia merupakan anggota reguku dulu. Sekarang dia telah menjadi pemimpin regu itu sendiri sekaligus wakilku.

Di depan api unggun inilah kami berbicang.

" Haha tidak-tidak, menurutku itu biasa saja. Lagipula bukankah sudah banyak yang berhasil membunuh lebih dari 60 juga?"

"Apa yang Anda katakan? Itu tidak mungkin! Bahkan menurut laporan, Kapten Beck di Peleton 3 saja cuma mendapatkan 43 musuh dan itu dilakukan dalam 4 bulan semenjak perang dimulai! Prestasi Anda sungguh luar biasa!''

"Begitu kah? Yah, kurasa itu adalah hal biasa mengingat kita sering kali ditugaskan di garis depan akhir-akhir ini."

''M-Maaf lancang komandan? Tapi, kalau boleh tahu bagaimana rasanya?''

"Rasa apa? Kopi ini?"

"Tidak-tidak. Maksud saya, bagaimana rasa membunuh musuh sebanyak itu? Saya sendiri hanya dapat 24 musuh dan itu membuat saya tidak bisa tidur setiap malam hari!''

"Yah, jika kau tanya bagaimana rasanya, hm. Menurutku biasa saja. Aku menarik pelatukku guna melindungi orang-orang dibelakangku, jadi rasanya seolah ada tanggung jawab harus membunuh mereka yang menyakiti orang yang berharga bagiku! Untuk rasanya aku tidak dapat menggambar perasaan itu.''

Mendengar hal itu, mata Andre berkilauan kemudian berkata,

" Wah Anda benar-benar mengagumkan Komandan! Saya merasa senang telah bersama Anda semenjak Anda menjadi ketua grup dulu."

Mengagumkan kah?  Kurasa penilaianmu itu salah!

Membunuh dan merasa biasa?

Bagaimana itu bisa mengagumkan?

Lebih tepatnya aku takut pada diriku sendiri!

Kenyataan bahwa aku tidak merasakan hal apa-apa setelah menembak mereka, menambah kengerian dihatiku!

Apakah hatiku telah mati rasa?

Bahkan dipertempuran terakhir kemarin aku membunuh 2 anak kecil yang berusaha menyerangku dengan granat!

Walaupun itu anak kecil namun aku sama sekali tidak ragu dalam menarik pelatukku.

Mendengar rintihan kesakitan salah satu  anak yang granatnya tidak ditarik pemicunya, bahkan perasaan iba sudah tidak ada dihatiku.

Sebagai balasan, aku hanya menembakan peluru lagi guna mengakhiri penderitaaanya.

Entah itu adalah keputusan yang terbaik, yang benar atau salah. Namun, kurasa lebih baik begini daripada aku harus ragu lagi dalam mengambil keputusan sehingga korban akan berjatuhan dipasukan.

"Kau juga harus berjuang! Kau sudah menjadi ketua regu sekarang! Tanggung jawab anggotamu ada dipundakmu! Buat keputusan yang tepat dan tanpa ragu!"

" Siap, komandan! Akan saya laksanakan hal itu!"

"Oh, ngomong-ngomong bukankah setelah perang kau akan menikah?"

" Ah Iya. Setelah perang ini berakhir saya akan menikah dengan tunangan saya. Nanti kalian juga akan saya undang terutama Anda komandan!"

" Yah kutunggu hal itu darimu! Jangan lupa siapkan makanan yang banyak untuk kami hahaha"

"Kalau itu sih beres komandan! Tapi lebih enak lagi kalau Anda yang memasak mengingat masakan Anda itu adalah yang terbaik!"

"Yang penting ada  bonus sih oke!''

'' Hahaha Anda bisa saja!"

Percakapan kami terus berlanjut sampai aku menghabiskan kopiku dan kembali ketendaku.