webnovel

Arman Sang Penakluk

Bagaimana rasanya menyaksikan kematian gurumu di depan matamu? Itulah yang dirasakan Arman, seorang pemuda ras manusia yang hidup di keluarga sederhana. Suatu saat dirinya berguru pada seorang tetua, untuk menaklukan Kingdom lain dan menyatukan dunia! Namun...gurunya dibunuh? Kampung halamannya diserang? Arman yg berhasil bertahan hidup, kini hanya memiliki 1 tujuan. Membalaskan dendam gurunya! Dibantu oleh beberapa sahabatnya dari berbagai Ras serta kakaknya ridho, ia mencari kelompok badik merah yang dipimpin oleh seorang pejabat pemerintahan... Dapatkah Arman membalaskan kematian gurunya dan menjadi sang penakluk dunia penuh misteri ini? Siapakah dalang dibalik pembunuhan gurunya? Akankah Arman memilih balas dendam atau melupakannya? Petualangan penuh balas dendam, persahabatan antar Ras dan makna hidup... Baca hanya di "Arman Sang Penakluk" Saya akan selalu berusaha tiap hari untuk mengupdate ceritanya. Jangan lupa untuk selalu mendukung karya-karya lokal di webnovel. nb : mohon maaf jika dalam penulisan masih terdapat kekurangan, secara baru belajar dalam penulisan novel

Si_Koplak · Fantasy
Not enough ratings
402 Chs

Bab 372 - Keluarga Bangsawan Oktar

Jika mereka bertindak sekarang, mereka akan menjadi musuh dengan mayoritas orang di kota Silkar, Akademi Sihir Utama. Menjadi musuh di akademi terbaik yang ada di kerjaan Servia bukanlah masalah besar, tapi musuh mereka kemungkinan besar akan menggunakan situasi ini untuk menyudutkan mereka. Reputasi mereka akan jatuh ke level terendah sepanjang masa.

"Hmph, tidak masalah apakah dia seorang siswa atau tidak. Tidak masalah apakah duel itu sah atau tidak. Yang aku tahu adalah dia telah membunuh cucuku, pewaris Keluarga Oktar! Bahkan jika dia adalah Grand Mage sendiri tidak akan menghentikan aku untuk membunuhnya! "

Energi Aura Yunus Oktar berputar-putar di dalam ruangan menakuti para mata-mata yang masih di dalam ruangan. Dia kemudian memandangi putranya dan dengan hasrat yang berapi-api yang biasanya tidak terlihat pada anaknya yang begitu tua, Yunus Oktar lalu berbicara.