webnovel

Ardiansyah: Raja dari Neraka

Dunia yang kalian semua kenal telah lama hancur, teman dan keluarga kalian kini entah bertamasya di Surga atau membusuk di Neraka. Namun bagi yang terpilih, Sang Pencipta telah membangunkan Dunia baru untuk mereka yang di dasarkan atas sihir dan sains. Dunia yang diisi oleh tiga bangsa, dengan rumah dan tubuh yang berbeda. Ilmuan cerdas di Angkasa, pengrajin kreatif di Daratan, serta seniman yang bermandikan keindahan di Lautan. Kisah Dunia baru ini terlalu panjang untuk kuceritakan dalam satu kali pertemuan. Jadi untukmu temanku, akan kubagi mereka menjadi beberapa bagian. Part 1: Prologue (Vol 1 & 2) Takdir Amartya untuk menjadi raja atas Bumi ini sudahlah ditetapkan. Demi mengagungkan kelahirannya, Sang Pencipta mengalirkan api neraka di dalam darahnya. Namun hatinya jatuh cacat sebagai bayarannya, dan satu-satunya yang bisa menyempurnakannya hanyalah seorang gadis es, dengan kunci di hatinya. Part 2: A Party of 8 (Vol 3 - 7) Makhluk-makhluk nista datang mencemari Daratan, dan atas nama kemurnian tanah suci ini, Mereka yang Abadi mengumpulkan prajurit-prajurit terbaik dari generasi termuda. Manggala dan rekan-rekannya harus bisa menghadapi tantangan ini, dan menyelamatkan apa yang berhak diselamatkan. Part 3: Throne of the Ocean (Vol 8 - 10) (Warning 18+ only) Perang tiada akhir terus melanda seisi Samudra, yang sudah teramat ganas dari detik dirinya dilahirkan. Gumara yang ditinggalkan keluarganya terpaksa mengemban tanggung jawab untuk bangkit, dan kembali membangun kejayaan itu atas nama sang pembawa ular. Dunia ini dipenuhi aturan yang nista, namun bukan berarti kita harus tenggelam di dalamnya.

PolarMuttaqin · Fantasy
Not enough ratings
413 Chs

Chapter 19: Relaxing Afternoon

Oleh: Ghanimah Himesh

"Aku pulang!" Suara Manggala terdengar melewati pintu.

Saat itu kedua Vhisawi + Dakruo baru saja selesai makan, dan aku sedang bersiap-siap untuk membersihkan dapurku. Lalita dan teh Sena saat itu lagi mengembangkan taman kupu-kupu di kamar Lalita, sementara Devan… aku tak tahu dia sedang apa, mungkin tidur? Yang jelas dia ada di kamarnya.

"Eh Mang, gimana? Orang Guild ngomong apa?"

"Kita baru saja dikasih misi buat besok."

"Misi lagi? Tentang apa?"

"Akan aku beritahu pada semua anggota nanti malam, sebelum kita memulai les kita, karena informasi yang kudapatkan, dan juga yang tertera di kertas ini… cukup banyak."

"Baiklah."

"Terima kasih atas makanannya." Bang Asger dan Seija baru selesai membereskan piring mereka dan hendak beranjak ke atas.

"So… gak ada yang mo diomongin sekarang kan?"

"Nanti malam bang."

"Sip, gue ama Seija ke atep dulu ye."

"Ke atap? Mau ngapain bang?"

"Mo gimana pun juga, sebagian tubuh Seija itu reptil, jadi dia harus berjemur setidaknya beberapa hari sekali untuk menaikkan suhu tubuhnya."

"Eh? Kukira choker hitam-merah yang ada di leher Seija itu kalung api?"

"Sama, kukira Seija menggunakan kalung itu untuk menjaga suhu badannya." Manggala juga setuju dengan pendapatku.

Bang Asger mulai menggaruk-garuk kepalanya, dia terlihat seakan letih dengan apa yang akan ia ucapkan.

"Lo pada gak salah sih, cuman ya… si kadal ini…" Bang Asger mencubit hidung Seija ke atas. Gadis kadal itu terlihat kesakitan, seraya mengepak-ngepak tangannya dan mengeluarkan suara rintihan yang terdengar seperti anak kecil.

Itu pertama kalinya aku mendengar Seija bersuara.

"Seija sebenarnya masih gak suka berpakaian, dan ketika berjemur ia pastinya akan melepaskan semuanya, selagi bermandikan ultraviolet. Ia menyukai teriknya Mentari membasahi sekujur tubuhnya, ketimbang panas yang bergerak dari lehernya."

"Tunggu… ia akan telanjang bulat? Untuk berjemur!?" Gila! Exhibitionist macam apa si Seija!? Tapi balik lagi dia itu lebih mirip hewan ketimbang manusia.

"Nape? Kalo mo nonton dateng aje, kita punya banyak orang mesum di Garabandari, kehadiran orang kayak lo yang bahkan kagak bisa berhubungan seksual mah gak ada apa-apanya."

"Eh!? EEEHHH!? Bukan gitu maksudnya BANG!" Kok aku kesel ya, mentang-mentang mereka udah lepas dari pengaruh Pohon Kehidupan, gak usah pamer kayak gitu dong!

"Yowes, pokoknya kalo mo dateng ya dateng aja ke atep, soalnya Seija gak mungkin berjemur di depan rumah, kami juga masih punya etika."

"Bang…"

"Ah kalau gitu Ghanimah, aku mau ke ruang rapat, kalau ada perlu sama aku langsung saja ke sana, kalau tidak ya… sampai jumpa nanti malam."

"Oke Mang~"

Kurasa tiap orang punya kesibukannya masing-masing, Dakruo juga sudah kembali ke kamarnya. Mungkin aku akan pakai kesempatan ini untuk melaksanakan rencana awalku… MANDI! Air di sini anget banget, aku juga baru saja membeli bak mandi khusus untuk kamarku di Guild, pas banget deh buat bersantai.

Dengan itu pun aku beranjak ke kamarku, mengunci rapat pintunya, dan menanggalkan tiap helai pakaianku.

"Kok rasanya aku lupa akan sesuatu ya… oh iya! Aku harus belanja! Tapi Manggala kayaknya sibuk, aku bakal minta uangnya aja deh, terus pergi bareng Devan, kayaknya dia lebih lowong."

Aku lalu menyalakan keran yang ada di atas bak mandi, dan mengisinya dengan air. Sebenarnya jika tak karena Devan, mungkin bak mandi dan keran ini masih belum terpasang…

***

Halo semua, kembali lagi dengan Polar Muttaqin di sini. Kalian mungkin sedikit bingung dengan bagaimana Devan memasang keran dalam waktu yang singkat, sementara ia harus mengatur pipa dan saluran air.

Di Dunia baru ini sayangnya kami tak menggunakan pipa air, melainkan hanya kristal air dan keran, dan ketika kristal airnya habis, kami akan menggantinya dengan yang baru.

Kristal air itu barang murah dan mudah di dapat. Salah satu keluarga Pelukis Samudra telah menciptakan perusahaan air, dan menjual banyak sekali kristal air dalam kualitas tinggi dan harga yang murah pada tiap suku di Dunia baru ini. Tapi kalian tahu sendirikan kalau mengisi kristal elemen itu harus dengan nutrisi dari pengisinya. Karena hal ini lah, mereka memperbudak banyak makhluk laut untuk bertani dan berternak demi memberi mereka makan.

Sebenarnya jujur tak ada satupun makhluk Dunia Baru yang peduli dengan perbudakan ini, semenjak kami semua membenci para Demi atas berbagai alasan yang berbeda.

Baiklah, selamat melanjutkan ceritanya!

***

Air sudah mulai penuh, dan aku pun mengeluarkan barang ajaib yang baru aku beli berbarengan dengan pembelian bahan makanan kemarin bersama Manggala dan Devan, yaitu… Bath Bomb!

Petunjuknya bilang aku hanya perlu mencelupkannya ke dalam bak mandi… yaudah jadi aku celupkan saja.

*Plung!*

"Wah benar! Seisi bak ini mulai dipenuhi dengan busa! Hehe tinggal masuk aja deh"

Dengan semangat aku pun memasuki bak mandi, mulai dari kaki kananku hingga seisi tubuhku terendam di dalamnya.

"Aaaaahhhh… surga… benar-benar surga!"

Aku tak bisa melakukan ini di Tarauntalo semenjak suhu di sana benar-benar dingin! Airnya tak akan terasa nyaman. Walau ya… semenjak sekarang musim gugur, kurasa airnya tak sehangat seharusnya.

"Mungkin… aku harus minta salah satu dari ketiga Waraney untuk membuatkan kristal api untukku…"

Bak mandi ini… terasa begitu nyaman, aku jadi… mengantuk. Diriku perlahan mulai menutup mata, dan tertidur di dalam rendaman air.

. . .

"Ah aku ketiduran… sudah jam berapa ini?" Segera ku muyu-muyukan mataku dan menatap ke luar jendela.

"Hm… langit masih cerah, tapi jelas sudah mau memerah."

Aku pun beranjak keluar dari bak mandi, dan segera berpakaian. Hanya helaian baju yang nyaman, bukan seragam Malianis tentunya.

"Seperti dugaanku ini masih jam 4.32." Aku melihat ke arah jam di kamarku.

"Ada baiknya aku meminta tolong Devan sekarang untuk menemaniku berbelanja, nanti malam jadwalku penuh, aku tak bisa menunda-nunda lagi!"

Aku pun mengambil tongkatku dan berjalan keluar kamar. Karena tentunya, kami harus membawa senjata kami ke mana-mana saat berada di area benteng Guild.

"Oh iya, aku harus minta uang hasil misi tadi pagi pada Manggala terlebih dahulu."

Jadi, kudatangi saja ruang rapat dan segera masuk ke dalamnya tanpa mengetuk terlebih dahulu. Jika aku mengetuk ruang yang bahkan bukan kamarnya, akan ada kesan kalau aku menganggapnya sebagai orang yang lebih tinggi dariku (status). Dan jelas ia tak menyukai hal itu.

*Kreeeeek…*

Di sana Manggala tampak masih sibuk dengan berbagai lembaran kertas. Ia juga sepertinya menambah banyak papan baru di dindingnya, dan menempilnya dengan informasi, bersama benang-benang beraneka warna yang menyambungkan mereka antara satu dengan yang lainnya.

Kali ini, ia juga tak sendirian berada di dalam sana, Lalita sepertinya sudah selesai dengan tamannya, atau setidaknya untuk sekarang, dan datang untuk membantu Manggala. Mengingat dia bertindak sebagai sekertaris kami, kurasa memang sudah seharusnya begitu.

"Bang tadi dikasih uang upah sekalian kan? Minta dong, aku mau belanja."

"Ah Ghanimah, ini, uangnya ada di dalam amplop ini, ambil aja semuanya, kamu kan memang seharusnya yang memegang seluruh keuangan tim."

"Tunggu, apa? Bagaimana jika kalian ada sesuatu yang ingin kalian beli, bukannya kalian juga butuh uang di kantong kalian?"

"Jika kami butuh apa-apa, kami tinggal memintanya padamu, kita adalah keluarga sekarang, uang ini milik kita semua, tentu saja jika Guild memberi bonus pribadi, itu milik pribadi, tapi upah utama misi kita, milik kita ber-8."

"Hm… okelah jika memang itu maumu."

"Kamu perlu kutemani belanja?"

"Tidak usah, aku minta tolong Devan saja, ia tampak tak sesibuk dirimu."

"Baiklah kalau begitu, hati-hati ya di jalan."

Seperti apa yang telah direncanakan, aku pun mendatangi kamar Devan dan meminta tolong untuk ditemani berbelanja. Ia sama sekali tak keberatan dan langsung beranjak dari ranjangnya.

Sebenarnya aku yakin kalau setiap orang di tim tak akan keberatan membantu dan menemaniku berbelanja, tapi aku tetap merasa tidak enak jika harus meminta tolong pada mereka terus-menerus hanya karena kekuatan fisikku yang jauh inferior.

Jika aku tak salah ingat, Nyonya Permaisuri Naema selalu menggunakan elementalnya untuk membantunya dalam banyak hal termasuk memasak. Kurasa aku perlu mengembangkan sihir elementalku.