Takeo terus berlari dan selalu berharap agar seseorang segera datang untuk menyelamatkannya. Saat salah satu kaki monster itu akan melukai Takeo, tiba-tiba terdengar suara pedang yang membuat Takeo langsung berhenti dan berbalik. Akhirnya ia dapat bernapas lega saat melihat sosok pria berambut kuning emas dengan mengenakan topeng putih polos dan mengenakan seragam serba hitam.
Takeo sangat mengenali siapa pria itu. Tidak ada yang memiliki rambut kuning emas kecuali kepala klan Shamus kecuali Aric. Terutama saat melihat pasukan pertahanan yang datang bersamaan kedatangan Aric. "Hah … kau sungguh membuatku jantungan," ucap Takeo.
"Maaf karena datang terlambat dan tidak bisa menyelamatkan supir pribadimu," ucap Aric.
Takeo menggelengkan kepala pelan. "Tidak apa-apa. Ini juga bukan salahmu."
"Sebaiknya untuk sementara kau menginap dulu di rumahku, biarkan adikmu juga bisa lebih tenang," ucap Aric sambil menatap kearah Jade yang sudah menunggu mereka tidak jauh dari tempat yang di tutup oleh pasukan pertahanan.
Takeo menganggukkan kepala lalu berjalan kearah Jade. Sedangkan Aric masih di tempat untuk mengawasi langsung pasukan pertahanan, ia harus memastikan tidak ada anggota pasukan yang gugur saat melawan monster. "Kapten!"
Aric langsung menatap kearah salah satu pasukan yang memberikan hormat saat berhadapan dengannya. "Di mana anggota Weirless?"
"Kami sudah menghubungi mereka. Mereka akan tiba lima belas menit lagi."
"Kenapa mereka selalu datang terlambat disaat-saat penting?" tanya Aric.
"Maaf, kapten. Saya juga kurang tahu. Kami sudah memastikan agar mereka tidak datang terlambat saat monster tiba-tiba muncul."
"Weirless datang!" teriak salah satu pasukan diikuti dengan suara tembakan dan ledakan dari arah monster.
Setelah Weirless datang, Aric menarik pasukannya dan membiarkan anggota Weirless yang beranggota empat orang untuk melawan monster-monster laba-laba itu. "Bantu penduduk dan pasukan yang terluka, serahkan sisanya kepada Weirless," ucap Aric.
"Siap!"
Aric memperhatikan cara bertarung Weirless yang sedang melawan monster laba-laba dari atap mobil. Seluruh Weirless mengenakan masker hitam yang menutupi setengah wajah mereka. Tiba-tiba salah satu Weirless berambut biru tua menatap kearah Aric dengan sepasang mata hitamnya.
Namun, bukan merasa takut pada tatapan dingin dan tajam itu. Aric menatap pria itu dengan tatapan yang sama. Sehingga pria itu yang memalingkan wajahnya dari Aric. "Ada apa dengan orang itu?"
"Kapten, semua monster berhasil di eleminasi."
Aric menganggukkan kepala lalu turun dari atap mobil dan berjalan menuju ke pasukannya. "Kapten Shamus."
Mendengar panggilan itu, Aric berbalik dan melihat keempat anggota Weirless yang sudah berkumpul di hadapannya. "Kami sering mendengar mengenai Anda, jadi kami sangat senang bisa bertemu dengan Anda," ucap pria berambut merah.
"Senang juga bertemu dengan anggota Weirless," ucap Aric dengan nada santainya. "Apa kalian bisa menjelaskan kenapa anggota Weirless datang terlambat dibandingkan pasukan pertahanan yang merupakan manusia biasa?"
Seluruh anggota Weirless menjadi terdiam mendengar pertanyaan Aric. Meskipun Aric bertanya dengan nada santai, namun seluruh anggota Weirless merasakan sesuatu yang cukup menakutkan dari pria di hadapan mereka.
"Kami sungguh minta maaf karena datang terlambat. Karena kami sendiri tidak memiliki alat pendeteksi kemunculan monster seperti milik pasukan pertahana, sehingga kami tidak bisa datang lebih cepat kecuali pasukan pertahanan memanggil kami," ucap pria berambut biru tua yang sebelumnya menatap Aric.
"Jika memang itu masalahnya, pasukan petahanan akan memberikan kalian satu alat untuk membantu mendeteksi monster," ucap Aric lalu menatap kearah salah satu anggota pasukan pertahanan yang berada di sampingnya.
Seperti mengerti maksud Aric, salah satu pasukan pertahanan itu segera pergi lalu tidak lama kembali dengan membawa koper kecil dan memberikannya kepada Aric.Aric menerima koper itu lalu membukanya, dan menunjukkan koper itu kepada keempat anggota Weirless. "Meskipun ini bukan versi terbaru milik pasukan pertahanan, setidaknya ini bisa berguna untuk anggota Weirless dalam mendeteksi monster."
Keempat anggota Weirless itu dapat melihat sebuah dua tablet dengan dua pena elektronik. Pria berambut biru tua dan pria berambut merah mengambil tablet dan pena elektronik itu. "Pasukan pertahanan akan mengajarkan kalian cara menggunakannya," ucap Aric lalu menatap kearah salah satu pasukan yang selalu bersamanya. "Kau bantu jelaskan kepada mereka, aku masih ada urusan."
"Siap, kapten!"
"Maaf, saya harus pergi dulu karena masih ada urusan," ucap Aric.
Setelah itu, Aric langsung pergi meninggalkan keempat pasukan Weirless yang masih menatapnya dengan bingung. "Mari ikut saya," ucap salah satu pasukan pertahanan yang di perintahkan Aric tadi kepada Weirless untuk mengajarkannya cara menggunakan alat pendeteksi monster.
***
Setelah semua urusan dengan Weirless selesai, Aric segera pergi kearah mobil yang di parkirkan Jade. Terlihat Jade sudah menunggunya, dan Takeo sedang duduk di dalam mobil dengan Belyn yang tidur dalam pelukannya. "Apa semua sudah selesai?" tanya Takeo.
Aric melepas topengnya setelah masuk ke mobil. "Begitulah."
Jade langsung menjalankan mobilnya menuju ke kediaman Shamus. Begitu tiba di kediaman Shamus, Jade membantu Takeo membawa Belyn menuju kamar tamu, sedangkan Takeo ikut dengan Aric menuju ke ruang belajarnya di perpustakaan.
"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan denganku?" tanya Aric begitu mereka sudah berada di perpustakaan pribadi Aric.
"Aku tahu mungkin ini terdengar aneh bagimu. Tapi, aku sungguh ingin melakukannya, apa menurutmu, jika aku berlatih bertarung sekarang, akan terlambat?"
Benar apa yang dikatakan Takeo. Aric yang mendengar pertanyaan itu menatap sahabatnya dengan ekspresi yang sulit untuk di katakan. Namun, ia tahu kenapa sahabatnya ini tiba-tiba ingin berlatih bertarung. Meskipun dulu mereka memang sering berlatih bertarung bersama.
Namun, Takeo sudah berhenti berlatih saat berusia sepuluh tahun. Ia beranggapan jika latihan bertarung adalah sesuatu yang tidak menyenangkan, dan memutuskan untuk berlatih komputer sehingga ia menjadi salah satu anak yang jenius dalam mencari informasi penting. Aric tahu kenapa Takeo tiba-tiba ingin berlatih. Karena selama hidupnya, ia tidak pernah berhadapan langsung dengan monster seperti tadi.
Aric berpikir jika ia sangat takut kepada monster sehingga membuatnya ingin kembali beratih bertarung agar tidak merasa takut. "Hm … bukankah akan lebih baik jika kau mengatakan ini kepada orang tuamu? Aku yakin mereka mampu mencari pelatih yang cocok untukmu," ucap Aric.
Takeo menggelengkan kepala. "Aku tahu mungkin ini akan merepotkanmu, bagaimana jika kau yang melatihku langsung? Kau kan sangat ahli dalam melawan monster di bandingkan pelatih-pelatih yang mungkin di carikkan orang tuaku."
"Hah … maaf, untuk masalah ini aku tidak bisa membantumu. Karena aku sendiria masih banyak pekerjaan yang harus aku urus. Selain itu, jika aku melatihmu, bukankah waktu bermainku dengan Alecia akan berkurang?" ucap Aric.
"Kejamnya, kau lebih memilih Alecia dari pada sahabat masa kecilmu ini," ucap Takeo.
"Tentu saja, bagaimanapun Alecia adalah keluargaku … tapi aku bisa membantumu mencari seseorang yang juga berpengalaman melawan monster untuk melatihmu," ucap Aric.
"Benarkah? Siapa?" tanya Takeo dengan semangat.
Aric menganggukkan kepala. "Jade."
"Bukankah tuan Jade kepala pelayan di sini?" tanya Takeo bingung.
"Meskipun Jade adalah kepala pelayan, sebelumnya dia bekerja di pasukan pertahanan dan merupakan mantan kapten salah satu pasukan khusus yang melawan monster bersama ayahku. Jika kau tidak menyukainya, aku bisa menunjuk pelayan lainnya," ucap Aric.
"Aric, jangan bilang jika semua pelayan di kediaman Shamus dulunya adalah anggota pasukan pertahanan?"
"Tidak juga, beberapa masih menjadi anggota pasukan pertahanan yang memang di tugaskan untuk menjaga kediaman Shamus dengan menyamar menjadi pelayan di rumah ini. Kenapa kau sangat terkejut, bukankah seharusnya kau sudah tahu mengenai hal ini dari ayahmu?" tanya Aric.
"Mana aku tahu hal itu, dan lagi ayahku tidak pernah menceritakan hal itu … sepertinya," ucap Takeo yang mulai merasa ragu dengan ingatannya.
"Hah … sudahlah, setidaknya Jade akan menjadi pelatih yang lebih baik di bandingkan pelayan lainnya, karena dia yang paling banyak memiliki pengalaman melawan monster. Lagipula, kau kan tidak perlu berlatih bertarung hanya karena merasa ketakutan melihat monster," ucap Aric.
"Kata siapa aku ketakutan melihat monster? Ini bahkan bukan pertama kalinya bagiku melihat monster seperti itu," ucap Takeo yang menatap sahabatnya dengan bingung.
"Ini bukan pertama kalinya? Aku tidak pernah mengingat kau berada di lokasi kejadian saat monster menyerang. Apa itu terjadi saat aku sedang berlatih di luar negeri?" tanya Aric bingung. Karena sepengetahuannya, Aric tidak pernah melihat Takeo berada dalam keadaan berbahaya saat monster menyerang. Setidaknya saat ia baru kembali ke Everland.
Jika di pikir-pikir lagi, Aric tidak memiliki ingatan sebelum pergi melakukan pelatihan selama lima tahun. Sebelumnya ia tidak pernah memikirkan hal itu setelah keluar dari rumah sakit akibat kecelakaan satu bulan sebelum keberangkatannya untuk pelatihan. Namun, kini Aric menjadi penasara, kemana ingatannya sebelum terjadi kecelakaan? Bagaimana bisa ia tidak mengingat semua itu?
Takeo yang menyadari Aric sedang memikirkan masalah ingatannya langsung mengalihkan pembicaraannya. "Sudahlah … aku akan berlatih dengan tuan Jade, dan alasanku ingin berlatih bertarung kembali karena aku tidak ingin membuat adikku dalam bahaya seperti tadi. Memang saat aku masih kecil, aku menolak berlatih bertarung karena itu adalah kegiatan yang membosankan. Tapi, sekarang karena aku punya alasan kenapa aku berlatih, itulah kenapa aku ingin melakukannya."
Aric yang mendengar itu tersenyum kecil. "Baiklah, aku akan membicarakan masalah ini dengan Jade, sebaiknya kau segera istirahat bersama adikmu. Takutnya adikmu bangun dan mencarimu dengan panik."
Takeo menganggukkan kepala lalu berjalan meninggalkan perpustakaan pribadi milik Aric. "Jade, apa kau di luar?"
Pintu perpustakaan terbuka dan sosok Jade masuk. "Anda membutuhkan sesuatu, tuan muda?"
"Kau pasti sudah mendengar permintaan Takeo tadi, bukan?" tanya Aric.
"Benar, tuan muda."
"Jadi, bagaimana menurutmu? Apa kau bersedia melatihnya bertarung untuk melawan monster?" tanya Aric.
"Setiap kali saya melihat tuan Takeo, saya melihat jika beliau sebenarnya memiliki potensi dalam bertarung. Tapi, sepertinya beliau baru mau berlatih jika terdapat sesuatu yang memicunya untuk melindungi sesuatu, dan sepertinya kejadian hari ini membuat tuan Takeo termotivasi untuk melindungi adiknya. Jadi, suatu kehormatan bisa melatih tuan Takeo," ucap Jade.
Aric menganggukkan kepala. "Baiklah, besok aku akan memberitahu Takeo. Untuk kapan kalian mulai berlatihnya, kau bisa menentukan hal itu sendiri."
"Baik, tuan muda."
"Oh benar juga … besok ibu dan ayah akan pulang. Persiapkan semuanya, kemungkinan mereka akan tiba sekitar jam sepuluh pagi," ucap Aric.
"Baik, tuan muda."
Setelah kedatangan orang tua Aric. Untuk selanjutnya, ia tidak perlu khawatir mengenai pesta pengenJade Alecia sebagai anggota keluarga Shamus, karena ibunya yang akan mengurus semuanya dan ia bisa fokus berdiskusi dengan ayahnya mengenai kemunculan monster-monster mutasi, dan fokus mengurus kamar Alecia yang harus selesai sebelum pesta pengenalan adik kesayangannya itu.
Bersambung…