webnovel

Antariksa [ Dari Angkasa ]

Yang dingin belum tentu galak. Rinai merasakannya dengan Antariksa Zander Alzelvin, ketua band The Rocket sekaligus ketos itu mengisi hari-harinya di masa-masa SMA Seperti apa keseruannya? Mari kita halu bagaimana memasuki kehidupan para tokoh seakan-akan berperan di dalamnya

hiksnj · Fantasy
Not enough ratings
51 Chs

51. Kangen Antariksa

Antariksa menatap ketiga sahabatnya yang tidur begitu pulas. Seharusnya sekarang bangun pagi dan sampai di sekolah, bis sudah menunggu. Studi kampus.

Antariksa sudah membawa satu gayung berisi air dingin di kamar mandinya. Di cipratkanlah di wajah-wajah mereka.

Agung gelagapan. "Hujan, payungnya mana?"

Brian langsung berdiri. "Genteng gue bocor ya?"

Rafi masih menggeliat. "Lo gimana sih sa? Masa kita di siram?"

"Makanya bangun dong, mumpung masih jam 5 siap-siap mandi sana. Kan studi kampus,"

Ketiganya langsung berebut ke kamar mandi.

"Gak bisa gitu Bri, badan lo gede. Minggir, yang masih kecil mandi dulu," Agung berusaha menerobos ke depan. Rafi dan Brian menghalanginya.

Antariksa yang melihat keributan itu mengarahkan ketiganya untuk antri kalau tidak ia panggilkan ayahnya yang tengah memasak, biarlah di pukul menggunakan spatula andalannya.

Rafi dulu, 10 menit Brian, Agung 7 menit.

Untungnya mereka sudah menyiapkan seragam sebelum ke rumah Antariksa.

Setelahnya sarapan, Angkasa memasak telur ceplok dan nasi jagung. Rawonnya ia beli di warung langsung daripada membuatnya, tambah lama.

Agung menatap takjub masakan Angkasa. "Wah, jadi pingin makan dua kali nih,"

Antariksa saja sudah makan. "Buruan, nanti ketinggalan bis,"

Sarapan dengan hening, setelah habis pamit kepada Angkasa.

"Ya, hati-hati ya. Jajan secukupnya aja, kalau nanti pihak kampus presentasi di catat yang penting,"

Rafi dan Agung menaiki motor, Brian dan Antariksa.

Untunglah bis sekolah berjumlah tiga itu masih ada.

"Cek dulu," Antariksa mengingatkan. Seperti buku tulis dan pulpen, mencatat hal-hal penting yang akan di sampaikan pihak kampus, serta membuat proposal setelah studi kampus. Menanyakan ketua OSIS SMA Permata yang sekarang? Sudah di laksanakan, sekarang sedang berlangsung pemilihan suara terbanyak, ada Aditya, Aji dan Andre yang mencalonkan diri.

Agung mengangguk. "Udah lengkap kok sa,"

Bu Senja sebagai kepala sekolah memandu para siswa kelas 12 agar disana bisa memahami penyampaian hal penting dari pihak kampus.

Para siswa kelas 12 berkerumun mendengarkan penjelasan bu Senja.

"Pertama kalian akan mengunjungi UI, kedua UGM. Perjalanan lama, nanti sebelum masuk ke kampus pertama akan sarapan dulu. Ketiga, kalian boleh belanja oleh-oleh di mall. Jangan ada yang berpencar apalagi sendiri, setelahnya pulang. Kalian faham?"

"Faham," jawab mereka serentak.

Rinai yang baru saja sampai di sekolah pun menatap kerumunan kelas 12 yang akan melaksanakan studi kampus. "Pasti kak Antariksa juga ikut," gumam Rinai. Terbesit rasa rindu disana, walaupun hanya satu hari saja hampa rasanya tanpa di recoki Antariksa.

Antariksa yang melihat Rinai menuju kelasnya pun menatap cewek itu sendu. 'Pasti gue di recokin Cica, mending lo aja Rin. Daripada ganggu macan mending singa sekalian,'

Agung yang mendapati Antariksa melamun pun arah pandangnya mengikuti, Rinai. "Ehem, awas kangen nih. Kenapa gak pamit dulu sama pujaan hati?"

Brian yang mendengar kata pujaan hati pun langsung emosi. "Berisik! Kalian gak dengerin penjelasan bu Senja? Lima menit lagi berangkat,"

"Gitu aja sensi mas, sabarlah. Antariksa lagi kangen nih sama Rinai, gak rela,"

"Sehari aja kangen, gimana selamanya gak ketemu?" bener Bri, setuju biarin nanggung kangen sendirian.

"Brian gak baik ah, biarin aja nanggung kangen sendirian. Gitu aja repot, biar tau rasa gimana rasanya kangen tanpa ada yang bales, sakit kan," Agung jadi curhat, mewakili isi hati para readers yang galau.

Rinai menatap kelas 12 dari tingat dua. Sebentar lagi Antariksa akan berangkat. "Hm, bakalan kangen deh. Lagian cuman sehari kenapa gue gak rela gini ya?" ati-ati Rin di tikung diem-diem sama Cica.

Sedangkan Cica berjinjit mencari dimana Antariksa berada. "Kemana sih my baby honey ku? Masa gak masuk?"

Tasya dan Sasa ikut mencari. "Masuk kok, itu da Brian," Tasya itu tinggi, bisa di andalkan.

"Masuk dong?"

"Tenang aja ca, nanti kalau sampai di kampus lo deketin deh,"

"Cerdas juga lo sa, nanti sekalian sama ngapelin my baby honey,"

"Silahkan menuju bis, formasi tempat duduk sudah di atur sebelumnya. Jadi kalau kalian gak bisa sama geng lain mohon akur," percuma bu, geng lain mana bisa akur. Kadang protes bu.

Antariksa menatap Rinai sejenak. Rinai mengucapkan hati-hati tanpa suara. "Iya, makasih perhatiannya,"

Melihat interaksi romantis itu Cica langsung menyeret Antariksa ke bis satu. Ia satu bis, hanya saja duduknya berbeda.

"Udahlah, ngapain sih masih sama dia. Cantikan aku sa, milih itu yang fashionable dong, gak kayak dia yang kampungan,"

Antariksa hanya pasrah. Rinai menatapnya sendu.

"Jaga hati baik-baik ya. Maaf udah nolak, waktu itu aku nyambut tamu," Rinai yang murung membut Adel yang baru saja datng ingin mengejutkan sahabatnya itu.

Adel menyentuh kedua bahu Rinai. "Duor!"

Rinai menatap Adel datar. Agar tidak terkejut jangan fokus dengan satu titik, di lihat dari samping walaupun buram masih bisa menyadari. "Apa? Mau ngagetin gue?" tanya Rinai garang.

"Ciee yang di tinggal sehari nih. Pasti kangen," goda Adel, sampai Rinai salah tingkah dan blushing.

"Apaan sih, gak. Ngapain kangen, buang-buang waktu aja," Rinai masuk ke kelasnya. Kangen sembunyi-sembunyi sama yang blak-blakan.

Caca menangis dengan sebuah foto. "Sayang jangan bakal ya diana. Jagain hati buat aku," Caca sudah tau kelas 12 sekarang sedang melaksanakan studi kampus.

Dinda mengusap bahu Caca, ingin bilang lebay nanti salah. "Pasti kok, kak Antariksa kan cuek. Gak mungkinlah dia bakalan pindah-pindah hati,"

Adek menatap Caca kasihan. "Gak bakalan, kalau Cica masih hidup," bener del, kemana-mana hati gak tenang kalau gebetan sama yang lain.

Caca semakin menangis dengan teriakan cemprengnya. "Huaaa, pokoknya jangan pinadah-pindah hati,"

Rinai menggeleng heran. "Udahlah del, ngapain juga ngasih tau Caca kalau masih ada Cica,"

Adel terkekeh. "Biarin aja, gak lo doang yang galau. Biar ada temennya,"

Rinai memukul Adel dengan novelnya. "Sembarangan ae,"

"Jangan galak dong Rin, pagi-pagi udah dapat gebukan kasur dari lo,"

"Udahlah, daripada bahas yang unfaedah mending baca novel aja deh. Ngayal gak bikin sakit hati, gak nangis, gak bikin greget gebetan sama yang lain. Imajinasi itu kesenangan tersendiri dari rasa sepi yang menemani,"

"Halah, bilang aja pengalihan sebentar. Padahal masih kangen,"

Rinai melayangkan tatapan elangnya. "Sekali lagi bilang kangen mau gebukan kasur dari gue lagi?"

Adel menggeleng, takut. "Ya deh diem nih,"

☁☁☁