webnovel

Antariksa [ Dari Angkasa ]

Yang dingin belum tentu galak. Rinai merasakannya dengan Antariksa Zander Alzelvin, ketua band The Rocket sekaligus ketos itu mengisi hari-harinya di masa-masa SMA Seperti apa keseruannya? Mari kita halu bagaimana memasuki kehidupan para tokoh seakan-akan berperan di dalamnya

hiksnj · Fantasy
Not enough ratings
51 Chs

20. Turun derajat

Agung dan Rafi senang sekali mampir ke rumah Antariksa. Sepulang sekolah bukannya langsung mengganti seragamnya malah pergi di kebun. Ada tanaman singkong, Antariksa di perintah ibunya mengambil dua singkong, yang berarti mencabut dua batang singkong.

Agung membawa cangkul.

Antariksa ingin menahan tawanya saja, nanti Agung harus membawa dua batang singkong itu. Lucu sekali, kalau Rafi hanya menemani ibunya membantu pekerjaan rumah.

Agung sedikit kesal Antariksa tersenyum-senyum. "Apanya yang lucu sih?"

Antariksa menggeleng. "Gak ada, buruan cabut singkongnya."

Agung mulai mencangkulnya. Setelah cukup batangnya tumbang Agung menyerahkan itu pada Antariksa.

"Kenapa gue sih?"tanya Antariksa tak ikhlas hati.

Agung berkacak pinggang. "Katanya dua, ya lo bawain dong satu." kesalnya, Antariksa pasrah saja berdebat dengan Agung tak akan pernah menang.

Antariksa kira hanya Agung saja yang membawa ada dua batang singkong ini, tapi justru ia ikut pula. Malu juga, terutama dua ibu-ibu yang pernah berbisik manja saat ia menyirami tanaman hias.

"Eh, ya ampun. Kalau punya anak kayak Antariksa idaman banget ya. Jadi sawahku ada yang ngurusin,"

"Bener-bener idaman deh,"

Agung menyenggol tangannya. Hampir Antariksa menjatuhkan singkongnya. Membawa se-batang singkong dengan akarnya sekalian. Sampai di rumah ia meletakkan singkong ini di luar, biarlah ibunya mengambil sendiri.

Agung lelah. "Jadi haus gue," Agung sudah menghafal tata letak ruangan rumah Antariksa. Hingga mendapati Rafi yang tengah mencuci piring. Suamiable sekali.

"Eh Raf, tau gak sih Antariksa itu punya fans ibu-ibu juga," Rafi tak tertarik.

Agung sungguh kesal di kelilingi teman es yang tiada hari tak pernah mencair, Antariksa lumayan, Rafi dan Brian sama saja.

Bintang baru saja belanja ke pasar, membeli lauk-pauk dan sayuran. Rafi benar-benar penurut, tidak memprotes. "Rafi, biar saya saja yang mencuci piringnya. Kalian istirahat saja di belakang rumah, Antariksa ajak mereka ya."

Antariksa bernafas lega saat itu juga, ibunya baik sekali. Agung dan Rafi mengikuti Antariksa, di belakang rumah terdapat tempat tidur yang terbuat dari kayu dengan tikar di atasnya.

Antariksa menyuruh Agung duduk di tengah, ada kejutan spesial nantinya. Rafi masih berdiri mencari sinyal.

Tak lama Agung terjatuh, karena tempat tidur itu kayunya sudah tidak lengkap, ayahnya yang mengambil dua bagian di tengah untuk dijual, kayu jati pasti mahal, ayahnya suka sekali menjuak batang yang jarang di gunakan.

Antariksa tertawa lepas, Rafi masih bingung melihat Agung justru duduk di tanah di tengah-tengah amben¹ itu.

Agung bangkit, wajahnya sendu. "Puaskah kau Antariksa menertawakanku? Karena pembalasan yang dulu sempat membuatmu kesal." Agung mencoba berdiri, berhasil namun punggungnya terasa sakit, encoknya kembali kambuh.

Rafi menolong Agung. "Makanya jangan banyak tingkah, encok lagi kan lo." kesalnya, nanti ia yang di suruh untuk menjadi tukang pijatnya.

"Yuk dimakan, singkongnya udah mateng." Bintang muncul dibapik pintu, hanya menampakkan kepalanya, Agung berjengkit kaget. "Astaga, kaget tante. Aku kira aaan tadi,"

Bintang muncul sepenuhnya. "Setan?" wajahnya berubah garang.

"Gak, bukan setan. Tapi bidadari cantik," pujinya, percuma Bintang tak akan baper. "Buruan sana, serbu singkongnya. Kalau Angkasa datang, habis,"

Agung lebih dulu melangkah, paling semangat sekali.

Agung meraih wadah dengan singkong yang sudah dingin, baik sekali Bintang biasanya panas. Agung membawa wadah itu di tangannya, Rafi duduk di sebelahnya.

Ponsel Rafi bergetar, telepon dari ayahnya. Tanpa aba-aba Rafi mengangkat telepon itu tanpa sadar ada Agung yang ingin memakan singkong rebusnya. Sampai singkong itu mendarat di mulut Agung. Antariksa yang baru saja dari dapur mengambil camilan tertawa.

"Ya ampun gung, hari ini lo apes banget ya."

Rafi menoleh, merasa bersalah. "Maaf ya, gak sengaja tadi." bagi Agung Rafi-lah yang paling benar. "Gak masalah kok fi,"

Agung menatap Antariksa sengit. "Seneng? Pembalasannya di balas dua kali lipat sa, cuman gue doang."

Antariksa tak mempedulikannya, memakan singkong di sore hari lebih enak.

Agung melirik jam tangannya. "Oh ya, pasti emak gue marah nih. Jangan pulang sampai maghrib, ntar di jempit hantu."

"Masih percaya gituan? Lo takut, hantunya seneng." Antariksa tertawa mengejek, Agung anak emak.

"Gue pamit sa," pulangnya Agung diantar Rafi.

Sampai di persimpangan, Agung memegang jaket Rafi erat, ada sapi yang tengah menyebrang. "Gak usah takut," Rafi menenangkan.

Agung percaya, baginya Rafi adalah seorang kakak baginya.

☁☁☁

Entah apa yang di lakukan Agung berjongkok di depan lift, ia ke apartemen Rafi ingin bmengambil catatannya yang di pinjam Rafi.

"Selfie dulu deh," tak lama pintu lift terbuka, Rafi menggelengkan kepalanya. "Gung, kalau malu-maluin jangan disini." Rafi membantu Agung berdiri, untung hanya dirinya, jika orang lain pasti Agung di tertawakan.

Saat sampai di kamar Rafi, langsung saja Agung memeriksa tas sekolah Rafi di meja belajar. Agung menemukan sesuatu, tak lain adalah pulpen LOL. "Kok gak pernah liat ya?"

Merasa ada penyusup, Rafi merampas pulpen itu. "Ini punya adik kelas yang belum gue balikin,"

Agung tersenyum jahil, siapakah yang berhasil menarik perhatian Rafi?

☁☁☁

Amben¹= tempat tidur yang terbuat dari kayu atau bambu di potong menjadi dua bagian.