webnovel

Terkena begal palsu

"Kamu kenapa? Ayo buruan, nanti kamu terlambat. jadi pemimpin jangan memberikan contoh yang tidak baik bagi bawahanmu! Ingat! Mereka akan mencontoh apa yang kamu lakukan." Sebuah saran yang diberikan oleh bu Amanda, yang membuat aku geregetan ingin mengembalikan saran itu pada mereka.

Bahwa seseorang yang di atas akan menjadi contoh bagi mereka yang berada di bawah. Itu tidak berarti bagi jabatan, semua itu berarti pula bagi usia. Mereka yang lebih tua dariku, sudah memberikan contoh yang tidak baik untukku. Dan benar saja, aku juga sudah mencontoh apa yang mereka lakukan terhadap keluargaku.

Aku tersenyum kecil kala mendengar pernyataan dari mereka, seakan sedang mengejek mereka dengan usianya lebih tua dariku. Kembali berkutat dengan kebohonganku yang sepertinya sudah berada di kepalaku.

"Bukankah sudah saya katakan barusan? Saya akan pulang, jika kalian yang pulang lebih dulu. Jadi, kalau kalian mau saya segera pergi ke kantor, maka kalian harus segera pergi juga." Pintaku dengan dibuat terkekeh.

Mereka saling menatap, dengan begitu kebingungan. Mungkin niat hati mereka masih ingin berada di tempat ini, akan tetapi terpaksa mereka harus segera pergi. Sebab, jika mereka tidak pergi maka aku pun tidak akan pergi.

Jelas membuat mereka jadi serba salah, karena mereka dihadapkan oleh dua pilihan yang berat. Mereka merasa terkekang oleh pilihan yang aku berikan. Ya jelas saja seperti itu, karena memang aku sudah tidak izinkan mereka untuk berada di tempat ini.

Makannya aku meminta mereka untuk pergi lebih dulu, sebelum aku pergi. Aku tidak mau mereka kembali menyentuh rumah mamahku, dengan seenak jidatnya mereka saja.

"Mamah sama Papah merasa beruntung punya menantu yang perhatian macam kamu. Sebenarnya mamah masih mau berada disini, tapi mamah tidak mungkin jika harus membantah permintaan kamu. Mamah tidak enak hati lah" Sahut bu Amanda, yang aku buat senyumku sangat lebar. Dia mengartikan permintaan ku, sebagai perhatian dariku. Untuk itu aku sambut senyuman bu Amanda dengan senyuman keterpaksaan. Padahal aku hanya sedang mengejek ketulusan mereka, karena ketulusan itu sama palsunya denganku.

"Tapi bagaimana dengan taksi online nya, apakah sudah kamu pesankan? Jika belum, berarti Mamah dan papah harus menunggu dulu. Tidak apa-apa kan, kalau kita menunggu disini? Sebelum taksinya menjemput kita, mamah masih ingin berada disini. Mamah juga yakin, bahwa teman mamah masih inginkan kehadiran mamah." celetuk bu Amanda dengan seenak jidatnya saja. Tangan kotor nya itu, masih berani menyentuh makam Mamahku? Kurang ajar! Aku sangat greget ingin memutuskan kedua tangannya itu.

Mana telingaku sakit lagi, gara-gara mendengar pernyataannya tersebut.

Apa yang dia ucapkan membuat aku sangat marah, ingin sekali aku membungkam mulutnya saat ini juga. Supaya dia bisa menghentikan keinginan nya untuk menyentuh rumah Mamah. Dan dengan bangganya juga dia seakan diharapkan kehadiran nya disini.

Cuiiiih….. ingin sekali aku mengeluarkan ludah ku ke hadapan mereka bahkan ingin aku buat ludah ku menyembur di wajah mereka. Mereka yang kelihatannya sangat dekat dengan Mamahku di waktu hidupnya, padahal berbeda dengan kenyataannya. Sangat jauh jika dibandingkan, pada saat Mamahku masih hidup mereka sangat jahat dan kejam. Tidak ada belas kasihan yang mereka berikan, bahkan kebahagiaan nya mereka renggut tanpa punya perasaan.

Mereka perlakukan Mamahku layaknya kotoran yang harus segera disingkirkan. Sikap baik dan perhatian yang mereka tunjukkan ketika mereka berziarah ke makam Mamah, tidak pernah mereka lakukan di masa hidup perempuan yang sudah bertaruh nyawa melahirkan ku itu.

Sangat diluar dugaanku jika mereka sangat baik kayak gini, memperlakukan sebuah makam dengan begitu penuh kasih. Namun pada kenyataanya….heh…. semua itu tidak pernah sekalipun mereka lakukan. Sikapnya yang sok baik itu, benar-benar menyebalkan.

Ingin rasanya aku mencaci juga mengejek mereka, menunjuk wajahnya dengan jari tanganku yang disertai dengan hinaan dari mulutku ini. Akan tetapi, aku hanya bisa melakukan semua itu dalam hatiku. Berusaha menahannya sampai terasa sesak dalam dadaku, menyebabkan jalannya pernafasan menjadi sangat terhambat. Menggunung dan terhalang oleh sesuatu yang tidak bisa terungkapkan.

Sehingga membuat aku harus bisa mengatur nafas dengan baik, untuk memulai percakapan dengan si wanita bermulut manis ini.

"Saya tidak akan pernah mengizinkan kalian untuk menunggu disini, saya tetap akan meminta Kalian untuk pergi dari sini. Saya tidak mau melihat kalian duduk di samping makam orang, yang bukan siapa-siapa kalian. Lagian kenapa sih, memangnya sepenting apa dia untuk kalian?" Seruku dengan bernada geregetan ketika meminta atau lebih tepatnya mengusir mereka dari tempat ini.

Tidak mengerti banget apa, jika aku sudah sangat marah sekarang? bisa tidak sih mereka segera pergi dari sini? Mungkin sebelum aku berbuat kasar terhadap mereka, atau melakukan suatu kekerasan terhadap mereka.

Dan sebelum itu terjadi, maka aku sangat berharap jika mereka pergi. Ah …rasanya akan sangat lama jika aku tidak menggunakan cara lain pada saat mengusir mereka. kubuat kepalaku menoleh ke arah samping, dimana aku berdiri saat ini.

Sambil memberikan sebuah kode pada jemari tangan, yang diarahkan pada seseorang di balik pohon sebelahku. Dengan satu gerakan tangan, perlahan mereka bermunculan menampakkan dirinya.

Mataku menatap lurus pada mereka, kemudian sebelah mata ku kedipkan sebagai kode kedua yang aku berikan untuk mereka. Seketika, keempat pria yang dari tadi sama-sama berada di tempat itu, berlari menghampiri kita. Mereka membawa benda tajam yang diarahkan pada kami.

Mereka berperilaku layaknya para preman yang akan membegal kita, dengan meminta kita untuk menyerahkan barang-barang berharga yang kita miliki. Bersikap kasar dan arogan saat berbicara, terutama yang ada pada kedua orang tua di hadapanku.

"Hey Kalian! Serahkan semua barang berharga yang kalian miliki pada Kami tanpa terkecuali. Kalau tidak, maka nyawa kalian taruhannya. Cepat….!" Bentak mereka sambil mengarahkan senjata tajamnya ke arah kita.

"Kenapa malah menatap kami, bukannya melakukan apa yang kami inginkan? Cepat berikan semua, termasuk perhiasan yang kamu gunakan! Cepetan!" Pria berambut panjang dengan jenggot lebat yang menutupi dagunya, mengarahkan senjata tajamnya ke arah bu Amanda.

Sontak saja dia begitu ketakutan, bahkan tubuhnya sampai bergetar. Terlihat wanita itu tergopoh-gopoh melucuti semua perhiasan yang saat itu dikenakannya.

Hahaha…aku tertawa dalam hati ku, saking puasnya melihat mereka yang begitu ketakutan ketika diancam oleh para preman, yang tidak lain adalah suruhan ku sendiri. Mereka merasa kalau saat ini mereka sedang terkena begal preman jalanan. Ya, memang mereka begal akan tetapi begal ini aku yang mengendalikannya.

Sangat puas aku rasakan karena aku sudah berhasil mengerjai para tua bangka itu. Ingin sekali aku melanjutkannya, akan tetapi mereka akan merasa curiga jika aku tidak berpura-pura menghentikan mereka. Masa iya, aku yang anak muda juga menantu terbaik mereka, tidak membantu mertua yang sedang kesusahan. Selain itu, aku juga takut mereka mendadak serangan jantung dan sampai mampus di tempat ini saking ketakutannya. aku tidak mau itu terjadi sekarang, sebelum mereka benar-benar sudah membayar perbuatan mereka terhadap Mamahku.