webnovel

Di usir putri sendiri

Kulihat Elmeera duduk di samping kedua orang tuanya, dengan raut wajah yang begitu murung. Tak ada kebahagiaan yang terpancar, mendung bagaikan tertutup awan hitam.

Namun tidak kuhampiri mereka, aku berniat untuk memastikan Elmeera saat mengusir mereka pergi, dari kejauhan. hanya melalui CCTV di rumah ini, yang akan ku jadikan tontonan paling seru melebihi drama Korea terpopuler.

"Mah, pah, juga kamu Vin. Sebaiknya, kalian pulang dulu aku sama mas Raka mau pergi ke luar kota hari ini. Ada urusan kantor yang mendadak, mungkin akan tinggal beberapa hari di luar kota. Sehingga membuat mas Raka harus membawaku pergi. Dia tidak berani tinggalkan aku sendiri di rumah, mungkin takut jika suatu saat aku sakit mas Raka tidak bisa menemani ku." Ternyata itu yang Elmeera gunakan sebagai alasan untuk mengusir mereka.

"lho, kenapa mendadak? ini sudah sore, bahkan sebentar lagi gelap El. tidak mungkin kan kalau kita pulang sekarang? rumah kami lumayan jauh, tidak akan sampai dalam waktu yang sebentar." tolak Alvin tidak terima dengan pernyataan Elmeera.

"aku juga tahu vin, ini sudah sangat sore untuk kalian kembali. tapi mas Raka baru saja dapat telepon dari kantor, kalau hari ini kami harus berangkat ke sana. tidak mungkinlah kalian tinggal di rumah jika kami tidak ada."

"oke, aku paham. tidak apa-apa kalau aku yang kembali, tapi bagaimana dengan Om sama Tante? apakah kamu tega membiarkan mereka pulang sekarang? jika kalian akan pergi, setidaknya izinkan mereka menginap di sini semalam. tidak apa-apa besok aku jemput mereka untuk pulang." Alvin masih berusaha untuk meminta Elmeera izinkan kedua mertuaku untuk bermalam.

"kenapa, kamu takut sama Raka? mana dia? biarkan aku bicara padanya!"

"tidak usah, kalian pulang saja! aku mau beberes, bersiap untuk pergi. Kalian langsung pulang saja, tidak usah temui mas Raka." sahut Elmeera Sambil melengos pergi dari hadapan mereka.

"tapi El,"

"Ssttt! sudah Vin, jangan teriak-teriak! nanti ganggu, benar apa kata Elmeera sebaiknya kita pulang sekarang. rumah ini akan kosong, mereka akan pergi ke luar kota. kita tidak mungkin berada di sini, jika mereka tidak ada. sebaiknya kita pulang, ya!"

dan akhirnya Elmeera berhasil mengusir mereka.

Emm….agak kurang bagus sih akting nya, tapi lumayan juga untuk seorang anak yang mengusir kedua orang tuanya dari rumah sendiri. Hanya tinggal mengajarinya lagi, supaya lebih lancar ketika dia mau menyakiti perasaan mereka. Agak dibuat kasar dikit aja, pasti aku lebih puas.

Aku tidak harus buang-buang tenaga untuk marah ataupun melakukan kekerasan terhadap mereka, hanya perlu meminta Elmeera yang melakukannya membuat aku merasa puas.

Bagaimana tidak aku sebahagia itu. mengingat Elmeera adalah putri kesayangan pak Bramantyo Bagaskara, dari sejak dulu. Dari pertama Bramantyo menikahi Amanda Kauren ibu kandung Elmeera, Elmeera menjadi salah satu tumpuan hidup Bramantyo.

Bahkan Bramantyo sampai memakai nama Kauren di belakang nya, itu karena dia sangat menyayangi keluarga ini. Akan lebih puas jika Bramantyo merasa sakit hati oleh putri sambung kesayangan nya, dari pada aku yang melakukan nya.

Semua tidak akan mengira kalau sebenarnya Elmeera bukan putri kandung Bramantyo, dia hanya sekedar putri sambungnya hasil pernikahan pertama Amanda bersama almarhum suaminya dulu. Karena kedekatan juga kasih sayang Bramantyo sampai membuat semua orang menganggap bahwa mereka sedarah.

Hari ini juga peringatan bagi aku juga almarhum mamah. Hari dimana untuk pertama kalinya kami ditendang dari rumah. Mamah di usir tanpa hormat untuk pergi dari rumah.

"Saya tidak mau kamu berada di rumah ini lagi, pergi kamu jangan injakkan kaki lagi di rumah ini!" Usir laki-laki jahanam itu, sambil menunjukkan jarinya ke arah luar.

Sedangkan mamah hanya terdiam sambil menangis di hadapan pria tersebut, dengan keadaan lemas akibat menangis tanpa hentinya. Mamah juga mendapatkan perlakukan kasar dari laki-laki itu, tanpa ampun.

Semakin mamah bertahan berada di rumah itu, semakin mamah diperlakukan tidak baik. Mamah tidak berusaha untuk melawan, meskipun hidup bagaikan dalam neraka. Asalkan aku bahagia bersama laki-laki yang katanya papahku, mamah rela menerima semua siksaan dari nya.

Padahal aku sering mengajaknya pergi dari rumah, namun mamah selalu mengatakan 'tidak apa-apa'.

"Apa tidak sebaiknya kita pergi dari rumah ini mah? Aku tidak mau papah selalu menyakiti mamah, bahkan bersikap kasar. Aku tidak perlu kehadiran papah, jika hanya untuk membuat mamah menderita." Kataku sambil menggenggam tangan wanita yang telah bertaruh nyawa melahirkan ku.

"Tidak apa-apa, nak. Mamah baik-baik saja tidak ada yang membuat mamah sakit, mamah hanya sedang tidak enak badan saja. Bukan karena perbuatan Papah mu. Mamah sudah rela, walaupun harus dimadu." Ungkap mamah seraya menggenggam balik tanganku.

Aku tahu bahwa mamah sedang berbohong padaku. Dia sebenarnya lemah, tidak sekuat dengan apa yang dikatakannya. Mamah bukan rela dimadu, tapi mamah tidak ingin kehilangan aku. Jika mamah pergi, maka aku tidak boleh ikut. Aku akan diambil paksa sama Papah, walaupun hasil pengadilan mamah memenangkan hak asuh atas aku.

Mamah tahu papah akan nekad, sehingga membuat dia urungkan niatnya untuk meminta pisah dari pria itu.

"Jika kamu pergi, jangan harap bisa ambil putra saya! Kau mau pergi, pergi saja sendiri! Araka akan tetap bersama saya." Bentak papah begitu galak nya.

"Tidak bisa. Aku yang mengandung dan melahirkan nya, maka dia harus ikut bersama ku! Kamu itu mau nikah, punya keluarga baru, kenapa tidak kau urus mereka saja? Kenapa malah memaksa aku untuk menyerahkan Araka? Mau kau gunakan untuk mengambil alihkan perusahaan ku?" Mamah dengan berani melawan papah, yang ingin memaksa untuk mengambil ku dari nya.

Jika aku harus memilih, akan lebih baik jika aku memilih ikut mamah. Mana mau aku ikut pria itu, melihat perilakunya yang di luar kata berakhlak. Sehingga aku sangat membenci laki-laki itu, sampai kapanpun.

Papah akan bersikap baik, jika bersama dengan keluarga barunya. Sikapnya berubah seratus delapan puluh derajat, sangat berbeda dengan apa yang dia lakukan terhadap mamah.

Semua kasih sayang yang dia tumpahkan pada kami sebelumnya, dia alihkan pada mereka. Sehingga membuat aku kehilangan papahku, semenjak memiliki keluarga barunya.

Andai saja waktu itu aku tahu selingkuhan papah, mungkin saja akan ku balaskan dendam itu dulu. Bukan sekarang, setelah semua nya menjadi terlambat. Mamah sudah pergi meninggalkan ku dari dunia ini, mungkin aku tidak akan semenyesal ini sekarang.

Dan sekarang, mamah akan melihat semua kejadian yang akan menimpa mereka. Di rumah ini, rumah yang membuat mamah tersiksa, akan ku buat mereka merasakan hal itu. Untung nya aku mendengar jika rumah ini akan pak Bramantyo jual, sehingga aku bisa memiliki rumah ini kembali.

Rumah ini adalah rumah hasil kerja keras mamah, yang Bramantyo ambil secara paksa. Untuk dia berikan kepada wanita selingkuhan nya, yang tidak lain adalah bu Amanda Kauren.

Mamah dipaksa meninggalkan rumah ini, demi perempuan ja*ng itu. Sehingga membuat aku ingin sekali membuat mereka terusir hari ini dari rumahku. Rumah mamah ku, dan itu semua putri tercintanya yang lakukan.

"Hahaha…kalian tahu jika aku sudah rencanakan ini dari lama. Memang Elmeera tidak mengusir kalian secara kasar, bukan seperti yang kalian lakukan pada mamahku. Ingat, ini hanya awal. Awal dari semua penderita itu dimulai." Gumamku, sambil menatap layar kaca monitor pengecekan CCTV.

Aku melihat Elmeera menangis sesegukan, mengeluarkan sesuatu yang terpendam selama ada kedua orang tuanya di rumah. Permainan semakin seru, dan aku tidak boleh diam saja di sini. Aku berusaha untuk menjadi seseorang yang kejam lagi.

Lalu ku beranjak bangun dari tempat duduk, dan berjalan menghampiri Elmeera yang sepertinya masih berada di ruang tamu.

"Mereka sudah pergi? Kenapa malah menangis, bukannya bahagia. Lihatlah saya, saya tersenyum lebar kala melihat mereka pergi! Ini malah menangis, tidak seru." Ledekku sambil menjatuhkan tubuhku di sofa.

"Apa maksud kamu, mas? Kamu minta aku untuk tersenyum bahagia, kamu punya perasaan tidak sih? Mereka itu orang tuaku, dan aku sendiri meminta mereka untuk pulang. Padahal mereka ingin bermalam di rumah, mereka sengaja datang untuk menjenguk kita. Tapi kamu malah mengusirnya? Dimana hati kamu?" Raung Elmeera. Dia marah padaku, atas apa yang aku lakukan terhadap mereka.

Baginya, aku sudah keterlaluan. Aku membuat kedua orang tuanya kembali pulang, walaupun hari sudah hampir gelap. Sedangkan jarak dari rumah ini, lumayan jauh untuk bisa sampai di rumah mertuaku. Sudah pasti Elmeera khawatir akan keadaan mereka selama di perjalanan.

"Untuk apa khawatir, mereka akan pulang ke rumahnya. Bukan ke kuburan, kan? Sudah lah, jangan lebay begitu! Lagian mereka sudah pergi, dan tinggal kita berdua di sini. Harusnya kita bersenang-senang, tidak akan ada yang mengganggu kita."

"Keterlaluan."

Plak…

Elmeera melayangkan sebuah tamparan tepat di pipi kananku hingga membuat ku merasakan sakit di bagian pipiku.