webnovel

satu

Dua remaja sedang berdiri di bawah terik matahari. Keringat bercucuran di mana-mana membuat seragam sekolah basah sedikit. Di hukum seperti ini sudah biasa buat mereka karena keterlambatan datang ke sekolah. Segala macam hukuman di sekolah sudah mereka rasakan karena ke kenalannya.

"Panas banget sumpah! Rasanya pengen mandi lagi," gerutu gadis yang sedang mengibaskan tangannya ke wajahnya yang basah karena keringat.

"Ini juga karena kamu, Kak, siapa suruh bangunnya lama," ujar gadis satunya.

"Salahin, Om Ryan, yang ngajak aku main game sampe subuh," balas gadis yang masih mengibas-ngibaskan tangannya ke wajahnya.

"Kamu sama Om Ryan sama aja, suka main game sampe subuh, keras kepala, susah di bilangin."

"Kamu juga keras kepala ya, Dek."

"Kan kita kembar, Kak, walaupun sifat kita semua gak mirip sih. Aku baik dan kamu bandel."

Gadis yang di panggil Kakak oleh gadis satunya tertawa mendengar ucapan sang Adik.

"Iya deh, iya kamu emang baik."

Mereka —Dyra Syabilah dan Dyta Syarifah. Mereka kembar identik, hanya kelakuan mereka yang membedakan keduanya. Sang kakak Dyra sangat bandel, sering membuat ulah dan si adik Dyta baik dan jarang membuat ulah seperti kakaknya.

"Noh, doi kamu." tunjuk Dyta menggunakan dagunya saat melihat seorang cowok jangkung yang berjalan dengan gagahnya.

Saat mendengar kata doi yang disebut kembarannya, Dyra yang tadinya melihat jam tangannya langsung mencari sosok pemuda yang di sukainya selama setahun lebih ini.

"ANSELL!" teriak Dyra dan melambaikan tangannya pada pemuda yang bernama Ansell itu.

Merasa namanya di panggil, ia menghentikan langkahnya dan mencari sumber suara yang memanggilnya. Saat melihat sosok gadis yang melambaikan tangannya padanya ia langsung melanjutkan langkahnya dan menghiraukan panggilan gadis aneh yang terus memanggilnya.

"ANSELL! WOY ANSELL, LO MAU KEMANA?"

"WOY SAYANG!" tariak Dyra lagi, saat Ansell melanjutkan langkahnya menjauh dari lapangan sekolah.

Dyra menghela napasnya saat melihat Ansell yang seperti biasa. Biasa di cuekin.

"Kak, jangan teriak-teriak nanti Pak Syarief dateng," tegur Dyta.

Dyra menutup mulutnya seraya mengangguk pelan. Pak Syarief itu guru terkiller di sekolahnya yang mengajar mapel matematika, juga guru kedisiplinan. Semua murid takut dengan Pak Syarief karena ke killer'an nya.

Tinggal sepuluh menit lagi hukuman mereka berakhir. Sambil menunggu hukuman yang tinggal sepuluh menit lagi, mereka lebih baik main ponsel. Dyra yang sibuk mabar dengan temannya yang diam-diam bermain game di dalam kelas dan Dyta yang sibuk chat dengan pacarnya yang sedang free class.

Sebenarnya Dyra sangat ingin mengirim chat pada Ansell, tapi chatnya yang semalam saja belum di read dengan cowok itu.

Huffff

Mereka bernapas lega saat hukuman mereka terbebas. Dyra menatap Dyta yang serius menatap ponselnya.

"Dek, beli minum yuk!" ajak Dyra.

"Yuk." Dyta memasukkan ponselnya di saku roknya.

"Lomba?" tawar Dyra.

"Oke."

Mereka berhitung bersamaan, "Satu, dua, tiga." Saat hitungan ketiga mereka lomba lari menuju kantin.

Inilah kebiasaan mereka, juga. Siapa yang cepat sampai di kantin dialah pemenangnya dan yang kalah yang harus membayar makanan sekaligus minuman si pemenang.

"Yeess! Aku menang, berarti kamu yang bayarin makanan aku," sorak Dyta. Walaupun ngos-ngosan.

Dyra cemberut saat dirinya kalah, biasanya dia yang menang tapi kali ini ia harus merelakan uangnya untuk membayar makanan dan minuman kembarannya.

"Cuma keberuntungan itu ya, Dek, tadi tali sepatu kakak lepas jadi larinya pelan-pelan," jelas Dyra.

Dyta melirik sepatu kakaknya yang memang tali sepatunya ikatannya terlepas.

"Tapi traktirannya jadi 'kan, Kak?" tanya Dyta.

"Iya lah, Dek. Ya udah, kita pesan makanannya." Si kembar memesan bakso, jus semangka, dan sebotol air putih.

Tadi ketua kelasnya mengiriminya chat yang mengatakan bahwa guru yang mengajar di kelasnya tidak datang, jadi mereka bisa berlama-lama di kantin asal tidak ketahuan guru yang sedang piket.

Setelah makan dan membayar makanan mereka berdua, gadis kembar itu berjalan menuju kelasnya dengan hati-hati. Karena tadi ia melihat Pak Syarief yang masuk di kelas 10 IPA 1.

••••

Saat pelajaran sejarah permintaan, Dyra hanya mendengar guru nya dengan malas yang sedang menjelaskan materi tentang Revolusi Industri.

"Revolusi Industri merupakan periode antara tahun 1750-1850 di mana terjadinya perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia. Revolusi Industri dimulai dari Britania Rayadan kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, dan menyebar ke seluruh dunia...."

"....Revolusi Industri dimulai pada akhir abad ke-18, di mana terjadinya peralihan dalam penggunaan tenaga kerja di Inggris yang sebelumnya menggunakan tenaga hewan dan manusia, yang kemudian digantikan oleh penggunaan mesin yang berbasis menufaktur. Periode awal dimulai dengan dilakukannya mekanisasi terhadap industri tekstil, pengembangan teknik pembuatan besi dan peningkatan penggunaan batubara. Ekspansi perdagangan turut dikembangkan dengan dibangunnya terusan, perbaikan jalan raya dan rel kereta api. Adanya peralihan dari perekonomian yang berbasis pertanian ke perekonomian yang berbasis manufaktur menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk besar-besaran dari desa ke kota, dan pada akhirnya menyebabkan membengkaknya populasi di kota-kota besar di Inggris."

Setelah gurunya menjelaskan panjang lebar tentang Revolusi industri, mereka mengerjakan soal essay lima nomor yang jawabannya sangat panjang.

Buku Dyra dan Dyta sudah menyebar ke teman-teman kelasnya untuk disalin, karena mereka berdua lah yang paling cepat selesai. Dalam pelajaran apapun itu mereka berdua lah yang paling cepat selesai.

Bel istirahat berbunyi siswa-siswi kelas XI IPS 5 sudah bubar ke kantin walaupun guru yang tadi mengajar di kelasnya masih berada di dalam, tapi mereka sudah keluar menuju kantin.

Dyra dan Dyta berjalan menuju keenam cowok yang duduk di paling pojok.

"Hai Ansell," sapa Dyra dan duduk di samping cowok itu setelah menyuruh Aldi—sahabat Ansell- pindah duduk.

Dyta duduk di samping Arez pacarnya, yang sudah di pacari selama sepuluh bulan.

Cowok itu tidak membalas sapaan Dyra, ia sibuk memakan batagor nya sambil memperhatikan ponselnya. Ia sangat malas melihat wajah Dyra.

"Dyra mah kebiasaan, Ansell doang yang di sapa, kita-kita enggak," ujar Raka yang duduk di samping Arez.

Dyra terkekeh pelan dan ber high five dengan mereka begitupun dengan Dyta, kecuali Ansell yang paling tidak mau di ajak high five dengannya.

"Sell, pc gue semalem kok gak di balas sih? Gue tunggu balasan dari lo sampe jam tiga pagi lho, padahal gue liat lo online sampe jam dua kalo gak salah?" tanya Dyra sambil memperhatikan Ansell.

"Boro-boro dibales, di read aja kagak," gumamnya pelan sambil menunduk. Mengangkat kembali wajahnya dan tersenyum pada Ansell yang masih memperhatikan ponselnya.

Cowok yang ditanya hanya mengendikkan bahunya.

Kelima teman Ansell tercengang mendengar ucapan Dyra. Gadis itu menunggu balasan chat dari Ansell sampai jam tiga pagi? Yang benar aja!

"Lo gak becanda 'kan? Nunggu balasan chat dari Ansell sampe jam tiga pagi?" tanya Aldi penasaran.

"Kagak lah, gue nunggu chat dari Ansell sambil main game juga sama Om gue," jawab Dyra dan menyengir di akhir kalimatnya.

"Kirain. Gila aja kalo lo nunggu Ansell bales chat lo sampe jam tiga subuh yang jelas-jelas orangnya sangat jarang bales chat lo, di read aja itu sudah keberuntungan buat lo," ucap Ragil dan menekan kata sangat jarang.

Dyra yang awalnya tersenyum lebar menatap Ansell, kini tersenyum masam mendengar ucapan Ragil yang sangat benar adanya.

"Ragil, kalo ngomong suka bener deh." Dyra mencubit gemas tangan Ragil yang berada di atas meja.

Arez dan Dyta beranjak dari duduknya dan berjalan meninggalkan kantin yang sangat ramai sambil berpegangan tangan. Mereka pasti akan berduaan dulu sebelum bel masuk berbunyi. Dyra memperhatikan sepasang kekasih itu sambil tersenyum lebar melihat kembarannya yang sudah mendapatkan pria yang dicintainya. Saling mencintai.

Dalam hati Dyra berkata, kapan ya gue bisa kayak mereka?

"Ansell kok diam aja sih? Ngomong dong Sell, masa gue dicuekin mulu sih sama lo, gak capek apa mulut lo bungkam mulu, enggak ngerespon ucapan gue, atau lo sariawan ya? Sini gue liat," cerewet Dyra.

Ansell meninum air minumnya dan menatap tajam Dyra yang sangat cerewet. Ia paling tidak suka jika ada seseorang mengganggunya saat makan. Mengalihkan pandangannya menatap gadis yang tak jauh darinya duduk sambil tersenyum.

"Eeh... Mau ke mana, Sell?" tanya Dyra dan menahan tangan Ansell saat beranjak dari duduknya.

"Ke Audi," jawabnya singkat dan melepaskan tangan Dyra dengan kasar yang memegang tangannya.

"Makanan lo belum abis lho, Sell, abisin dulu baru itu lo ke Audi."

"Napsu makan gue ilang dengar suara lo," ucap Ansell datar dan menatap tajam Dyra. Setelah itu ia meningalkan teman-teman yang masih makan dan gadis yang bernama Dyra yang selalu saja mengganggunya.

Hanya tersenyum yang bisa ia lakukan saat mendengar ucapan Ansell yang menohok hatinya.

Dyra hanya bisa menatap punggung kokoh itu yang berjalan menghampiri siswi yang bernama Audi. Menatap sendu Ansell yang mengacak rambut Audi gemes dan berjalan meninggalkan kantin.

Ia juga sangat ingin di perlakuan seperti itu oleh Ansell, tapi ia hanya bisa menelan kekecewaan karena setiap dia mendekati Ansell pasti cowok itu tidak tahan berada didekatnya. Ia iri dengan Audi yang selalu mendapatkan perlakuan istimewa dari Ansell. Ia juga ingin seperti gadis yang bernama Audi yang lagi dekat dengan Ansell. Walaupun kontak fisik sekecil apapun pasti ia akan sangat luar biasa senangnya jika Ansell melakukan itu.