webnovel

Sean Yang Lain

 

Otak Christoper cepat-cepat mencari jawaban untuk meyakinkan Amanda bahwa dirinya memanglah Sean yang ia kenal selama ini. "Ah, ya, aku, belakangan ini berlatih untuk bisa, e, lepas dari kacamata, aku, aku mengikuti terapi dan beberapa pengobatan, dan, dan, sekarang aku bisa membaca tanpa kaca mata," dalihnya.

Amanda mengerutkan dahi, "aku tidak tahu hal itu, sejak kapan kau melakukannya?" tanyanya.

"Cukup lama," jawab Christoper.

"Dan sekarang kau benar-benar bisa lepas dari kaca matamu?" Amanda tampak tidak yakin, "bukankah kau punya rabun jauh yang cukup parah?" tanyanya lagi

"Ya, belum sepenuhnya, tapi aku ingin membiasakan diri, yang aku tahu jika aku terus berlatih aku akan bisa lepas dari kaca mataku," jawab Christoper.

"Begitu, ya?" gumam Amanda sambil sesekali memandangi suaminya dengan pandangan yang tampak ragu tetapi kemudian ia tak memikirkan hal itu lebih lama lagi. "Baiklah, kalau begitu, hari ini kau ingin makan apa, aku akan memasak untukmu?" tanya Amanda.

"Apa pun itu, asal kau yang masak pasti enak," jawab Christoper dengan nada lembut.

Amanda tersenyum. Senyuman itu tampak sangat cantik dan membuat Christoper seperti dibuai dalam angan. Jauh ke dalam pikirannya ia bahkan masih tidak percaya bahwa hari ini perempuan itu memanggilnya sebagai suami.

Perempuan itu lalu berangsur ke dapur menyiapkan makanan untuk suaminya yang akan ia bumbui dengan cinta. Beberapa menit kemudian Christoper mencium aroma harum masakan Amanda. Aroma itu menggelitik rongga hidungnya dan semakin menggelitik hingga ke lambungnya. Aroma penuh cinta itu membuatnya jadi lapar.

Christoper pun menyusul pergi ke dapur. Dilihatnya Amanda sedang mengaduk-aduk masakannya dalam wajan. Rambutnya diikat sedapatnya dan ia juga memakai celemek yang sedikit kotor. Ah, jadi begini rasanya punya istri. Ia jadi bisa melihat pemandangan indah di dapur. Seorang perempuan cantik yang sedang menghidangkan sepiring cinta untuk suaminya.

Christoper pun melangkah mendekat kemudian melingkarkan lengannya pada tubuh Amanda membuat perempuan itu terkejut. Amanda pun menyunggingkan senyum sipu atas perlakuan mesra suaminya.

"Aku belum selesai, sebentar lagi, ya," kata Amanda.

"Tidak masalah, aku akan menunggu di sini," jawab Christoper.

"Menunggu, seperti ini?" Amanda semakin tersipu dengan pelukan suaminya yang semakin erat.

"Ya, seperti ini," jawab Christoper sambil mengembuskan napas panasnya ke arah tengkuk Amanda.

Amanda merasakan getaran yang masih asing baginya itu. "Sean..." gumamnya sambil berusaha menghindar.

"Kenapa?" tanya Christoper.

"Apa semalam kau tidak puas?" tanya Amanda malu-malu.

"Aku puas, tapi kalau aku mau lagi bagaimana?" Christoper makin berani menyentuh yang lain.

Amanda terlena dengan sentuhan yang makin menjadi-jadi itu. Mungkin ini juga salah satu nikmatnya berumah tangga. Bisa menyentuh di sana dan sini tanpa perasaan takut atau khawatir karena sudah sama-sama saling memiliki. Jemarinya pun bergerak mematikan kompor kemudian membalikkan badan dan melingkarkan lengannya di leher Christoper.

"Tapi lembutlah sedikit, semalam kau menyakitiku, kau tahu kan ini pertama kalinya bagiku," kata Amanda.

Christoper mengingat kejadian semalam ketika ia dengan arogan menguasai permainan dan tak memberi kesempatan bagi Amanda untuk meraih puncaknya. Meski ia kesal mendengar nama Sean yang disebut sebenarnya ia juga tidak bisa menyalahkan perempuan itu karena ia memang sedang berperan sebagai saudara kembarnya itu.

Christoper menyunggingkan senyum lembut, "maafkan aku, ya, kali ini aku akan lebih berhati-hati," katanya.

Amanda tersenyum lega menatap wajahnya suaminya. Christoper lalu mengecup kening Amanda dan menurunkan kecupan itu ke bibirnya yang ranum dan manis itu. Ia memagut sepasang kulit lembut dan kenyal itu dan mencecap setiap incinya tanpa tersisa.

Sedari tadi Christoper membungkuk untuk bisa mencecap bibir itu. Lama-lama punggungnya terasa pegal dan ia akhirnya menggendong tubuh Amanda dan membawanya ke kamar.

Christoper menidurkan perempuan itu di ranjang. Dilihatnya wajah Amanda yang sudah merah padam karena perbuatannya. Tanpa ba-bi-bu lagi ia langsung memulai permainan di hari yang masih pagi itu. Kini ia memperlakukan Amanda sesuai keinginannya.

Beberapa menit kemudian keduanya saling berpelukan di balik selimut yang menutupi tubuh keduanya. "Apa aku menyakitimu?" tanya Christoper.

"Tidak, kau bersikap lembut sesuai harapanku," jawab Amanda.

Christoper mengecup kening Amanda lalu menatap perempuan itu dan berkata, "sekarang aku sangat lapar."

Amanda tersenyum geli, "aku bahkan belum menyajikan masakanku ke piring, mau kubawakan ke sini atau makan di meja makan saja?" tawarnya.

"Di meja makan saja," jawab Christoper.

Mereka pun segera merapikan diri dan turun ke lantai bawah untuk menyantap makanan di meja makan.

***

Esok hari Christoper mulai pergi bekerja ke kantor sebagai Sean, seorang direktur sebuah perusahaan besar di negeri ini. Sebelum pergi ke kantor ia terlebih dahulu menemui Tuan dan Nyonya Oktavius di kediamannya.

Saat sampai ia di sambut dengan wajah tegang sepasang suami istri itu yang tengah duduk santai dengan secangkir teh di meja ruang keluarga. Mereka sudah tahu siapa yang di hadapan mereka. Itu adalah Sean yang lain, yang memiliki karakter bertolak belakang dengan Sean yang asli. Yang bisa berbuat sangat kejam bahkan juga gila. Yang memiliki tatapan lebih tajam dari elang dan juga memiliki aura lebih mencekam dari tempat paling menakutkan yang pernah ada. Dia adalah Christoper.

"Mau apa kau datang ke sini lagi?" Tuan Oktavius langsung bersitegang begitu melihat sosok Christoper.

Christoper menatap pria paruh baya itu sambil menaikkan sebelah alisnya, "Anda kasar sekali, begitukah cara Anda menyambut kepulangan putra Anda?" sindirnya.

"Kau bukan putraku," kata Tuan Oktavius penuh penekanan.

Christoper terkekeh kemudian melipat kedua lengannya, "hati-hati dengan kata-kata Anda, karena Sean memang bukanlah putra Anda, bukan?"

Tuan Oktavius naik darah dan berdiri menatap Christoper penuh kebencian tetapi jemarinya tiba-tiba digenggam oleh istrinya sebagai pengingat akan ancaman Christoper yang bukan hanya sebuah ancaman.

Nyonya Oktavius atau lebih tepatnya Evelyn, menatap Christoper penuh arti. Tatapan itu sesekali mengiba tetapi kemudian berubah penuh kebencian lalu berubah mengiba lagi. "Kenapa kau tidak mengembalikan keadaan seperti semula, kembalikan Sean pada kami, apa salah kami padamu, kenapa kau harus berbuat seperti ini?" tanyanya.

Christoper terkekeh, "mengembalikan keadaan, apa salah kalian?" Christoper kemudian melangkah mendekat kemudian meraih cangkir teh milik Evelyn yang masih penuh dan bahkan belum diminum sama sekali. Ia dengan santai meminum teh yang masih panas itu, meneguknya dengan arogan.

Evelyn pun dibuat terkejut dengan ketidaksopanan Christoper dan membuatnya jengkel. "Apa maumu sebenarnya?" tanyanya berusaha bersikap tenang.

Christoper meletakkan cangkir teh milik Evelyn, "jalankan perusahaan Sean!" suruhnya.

Oktavius terkekeh geli, "apa sekarang kau terjebak dalam permainanmu sendiri, kau tidak bisa menjalankan sebuah perusahaan kan?" ia semakin tertawa, "jalankan saja sendiri, kenapa harus aku yang menjalankannya?" ketusnya.

Christoper mendelik seakan terbakar oleh hinaan Oktavius, "baiklah, kau tidak mau, ya?" Christoper kemudian mengambil ponsel dari dalam sakunya dan mulai menekan sebuah nomor.

"Jangan!" cegah Evelyn, "kumohon jangan," ulangnya sambil meratap lalu menatap suaminya "jangan biarkan dia melenyapkan putra kita, turuti saja apa maunya," pintanya pada Oktavius sambil merengek.

Christoper menyeringai penuh kemenangan sekarang.

"Kita bisa menghubungi polisi, aku akan membayar berapa pun yang mereka inginkan," sahut Oktavius.

"Hubungi saja, sebelum polisi menjawabnya nyawa Sean akan benar-benar tiada dan kalian tidak akan pernah menemukan mayatnya bahkan sampai kalian menyusulnya," ancam Christoper dengan nada penuh kemenangan.

Mendengar hal itu Oktavius melemparkan mata marahnya pada Christoper namun sayang ia tidak bisa berbuat atau mengatakan apa pun. Pada akhirnya ia pun mengalah demi keselamatan Sean yang sampai hari ini tak diketahui di mana keberadaannya.

"Baiklah, akan kuturuti apa katamu, tapi jangan sakiti putraku," kata Oktavius setelah menghela napas beberapa kali.

Christoper terkekeh penuh kemenangan, "begitu saja kenapa malah bertele-tele sejak tadi," katanya.

Evelyn melirik penuh kebencian, "memang benar keputusan kami untuk tidak mengadopsimu dulu, kau sangat jahat dan tidak punya hati!" umpatnya.

"Jahat katamu?" Christoper menatap tajam Evelyn, "ini semua juga karena ulahmu, ulah kalian!" sergahnya bersungut-sungut. "Kenapa kalian tidak mau mengadopsiku juga padahal kalian tahu kami saudara kembar dan kami tumbuh bersama di panti asuhan itu," lanjutnya penuh kemarahan.

"Kau pikir siapa yang tidak akan bergidik ngeri melihat anak kecil bisa membunuh seekor kelinci bahkan menjadikannya seperti mainan, padahal biasanya anak-anak sangat suka dengan hewan itu karena dia lucu," sanggah Evelyn.

"Aku hanya membunuh kelinci bukan manusia!" teriak Christoper, "satu lagi kesalahan kalian, saat kalian tahu Sean mengalami amnesia kenapa kalian tidak mengatakan padanya bahwa dia memiliki aku sebagai saudara kembarnya padahal kalian tahu dia berjanji akan mencariku," lanjutnya.

Saat mendengar hal itu baik Oktavius maupun Evelyn sama-sama tertunduk menyadari kesalahan keduanya. Walau bagaimanapun mereka tidak menyukai Christoper, pria itu tetap saudara kandung Sean. Darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah yang sama dan itu tidak bisa dipungkiri.

"Baiklah, kami mengakui kesalahan kami, tapi apakah harus begini cara kami menebusnya?" kata Evelyn, "kau juga telah menggantikan posisi Sean sebagai suami Amanda, kau juga libatkan dia yang tidak tahu apa-apa," imbuhnya.

Christoper tertawa terkekeh lagi, "kalau itu, adalah hadiah untukku, kau pikir cukup hanya dengan memberikan Sean untuk kusiksa?" katanya kemudian menyeringai jahat, "aku juga ingin tahu bagaimana rasanya menjadi Sean, diadopsi orang terpandang yang kaya raya, hidup mentereng tanpa kenal apa itu penderitaan, punya istri yang sangat cantik," lanjutnya kemudian tertawa lagi.

"Dasar kau memang serakah!" umpat Oktavius.

"Biarkan saja!" sergah Christoper "aku memang serakah dan ini setimpal dengan apa yang kudapat selama ini, hidupku susah dan penuh noda, sekarang bukankah aku layak untuk naik ke puncak dan hidup senang?" tambahnya.

Evelyn kemudian menatap Christoper seakan meratap, "tolong, jangan sakiti gadis itu, kau boleh saja melampiaskan dendammu pada kami tapi jangan libatkan dia," pintanya.

"Merengeklah sepuasmu, itu tidak ada gunanya, dia terlalu cantik untuk kulewatkan," jawab Christoper tak peduli kemudian melirik jam di tangannya, "tampaknya aku sudah terlalu lama berbasa-basi di sini, Amanda sudah pasti sudah menungguku," katanya.

Mendengar hal itu Evelyn pun mendelik, "sejengkal saja kau sentuh dia semoga Tuhan mengutukmu dan membalas apa yang sudah kau lakukan!" teriaknya.

Namun Christoper tampak tak peduli dan kini malah melangkah pergi meninggalkan rumah Tuan dan Nyonya Oktavius dengan santainya.