Beberapa hari yang lalu Hanna menemukan sebuah blog saat sedang berselancar di internet. Blog tersebut sedikit menjadi perhatiannya, itu sebuah blog yang memposting puisi-puisi pada badan blog tersebut. Yang menjadi perhatiannya adalah keunikan dari puisi-puisi tersebut, majas-majas yang digunakan penciptanya yang sangat unik, begitu juga tema beberapa puisi yang terkesan gloomy dan sedikit gelap. Terkadang Hanna merasa jika ia tidak dapat memahami perasa pada puisi tersebut, indah namun tidak dapat di jelaskan. Namun ada salah satu puisi yang menjadi perhatian utama Hanna pada blog tersebut. Puisi itu tidak begitu ekstrem dalam penggunaan kata seperti yang lainya, namun mempunyai serat makna di dalamnya.
Menginjak-injak dan tertawa
Bulan tak sekuat matahari
Dilenyapkan saja tidak masalah
Kita tidak begitu membutuhkannya ...
Kesempurnaan itu segalanya
Kekurangan adalah aib
Pergi atau mati, itu lebih baik
Para dewa tidak menginginkan hadirmu ...
Adakah daya, kulihat hanya sampah yang berbau busuk
Mengganggu dan menjijikkan
Lalat-lalat yang beterbangan ...
Oh cantik sekali ...
Kau tak patut marah, terima saja takdirmu
Walau darah tak semerbak bunga
Namun warnanya terkadang sama ...
Hanna membaca puisi-puisi tersebut, beberapa menggambarkan hal yang lebih berbau sadis dan lebih buruk lagi. Terkadang Hanna merinding dibuatnya. Para pujangga memang memiliki jalan pikiran yang tak bisa ditebak, rangkaian dan permainan majas terkadang membuat kita berpikir ulang tentang makna sebenarnya dari tulisan mereka, apa yang mereka sirat kan, dan apa yang mereka ingin sampaikan.
Hanna adalah orang yang cukup tertarik dengan dunia seni, terutama sajak dan puisi. Dalam sejarah puisi bahkan telah ditemukan beratus-ratus tahun yang lalu. Berbagai puisi juga ditemukan dalam literatur-literatur dan tercantum dalam kitab-kitab suci jaman kuno. Hanna selalu berpikir jika puisi adalah sarana hasil buah pemikiran orang-orang yang melihat dunia dari sisi yang berbeda.
******
Hanna memperhatikan dirinya di cermin, memastikan jika apa yang dikenakannya saat itu tidak ada yang salah. Ia sudah berusaha semaksimal mungkin dengan tampilan terbaiknya.
Hari ini Hanna telah berjanji untuk bertemu Bella, kali ini berbeda mereka hanya ingin sekedar berjalan-jalan santai dan menghabiskan akhir pekanya bersama.
Entah mengapa kali ini Hanna begitu gugup, jantungnya terus menerus berdetak tidak karuan, bak orang yang terlalu banyak mengonsumsi gula, jantungnya berdebar sangat cepat.
Hanna menunggu tepat beberapa meter tidak jauh dari pintu masuk sebuah mall, tempat di mana mereka akan melakukan janji temu di sana. Beberapa kali Hanna melirik jam di tangan kirinya, antara tidak sabar atau gelisah, sedari tadi ia benar-benar tidak bisa diam, berjalan ke sana-kemari tidak tentu arah.
Sebuah taksi berwarna biru muda berhenti tepat di hadapan Hanna, membuatnya menghentikan langkah sia-sia yang sedari tadi dibuangnya hanya untuk menghabiskan waktu.
Bella turun dari taksi tersebut, embusan angin menerpa rambut panjangnya, Hanna melihat dengan jelas pemandangan itu, wajah Bella yang cantik, bibirnya yang merah tipis, dan tengkuk lehernya yang putih bersih terlihat karena rambutnya yang tertiup angin. Hanna benar-benar tidak dapat berkedip sedikit pun, Bella bagai seorang aktris dalam scene film di adegan romantik di mata Hanna kala itu.
"Hay, apa kau sudah lama menunggu?" tegur Bella.
"Tidak, aku baru saja sampai!" jawab Hanna.
"Itu bagus!" Bella melemparkan senyumnya pada Hanna, membuat Hanna sedikit salah tingkah.
"Baiklah, apa yang ingin kau lakukan hari ini?" tanya Hanna, kali ini ia sudah mulai merasa tenang seperti biasanya.
"Sebenarnya aku ingin sekali menonton film ini di bioskop!" Bella menunjukkan jadwal film di internet dari smartphonenya pada Hanna.
Hanna mendekatinya untuk melihat jadwal itu di smartphone Bella, jadwal pertama akan tayang sekitar 30 menit lagi.
"Kita akan menontonnya. Masih 30 menit lagi, apa kau ingin berkeliling mall sebentar?" tawar Hanna. Tanpa sadar wajah mereka terlalu dekat.
"Tentu saja, kenapa tidak. Aku sudah lama sekali tidak pernah jalan-jalan di mall semenjak Annie tak ada!" jawab Bella, kali ini wajahnya sedikit memerah karena tanpa sengaja mata mereka bertemu dalam jarak yang sedekat itu.
Hanna juga tidak mampu menangani situasi itu, ia segera melemparkan pandangannya ke arah lain, begitu juga yang dilakukan Bella. Keduanya tersipu malu.
Hanna menghampiri Bella yang sedang menunggunya di sebuah bangku di mall tersebut. Hanna datang dengan dua cup ice coffee yang baru di belinya pada sebuah stand yang terdapat di mall tersebut.
"Ice coffee!" Hanna menyodorkan salah satu cup yang berada di tangannya pada Bella.
"Waaah ... Ini kesukaanku!" Bella girang mendapat kan hal itu dari Hanna.
"Benarkah?" sahut Hanna.
"Atau kau menyukainya karena aku yang memberikannya padamu?" goda Hanna.
Bella segera mendaratkan cubitannya pada perut Hanna. Membuat badan Hanna sedikit terangkat.
"Tentu saja aku memang menyukainya, dan itu bukan karena kamu!" jawab Bella, dengan wajah yang sengaja dibuat sedikit ketus.
"Kalau begitu mulai sekarang kau akan lebih menyukainya!" sahut Hanna sedikit pelan, sembari membuang pandangannya ke arah lain.
"Ya, kau benar ini terasa jauh lebih nikmat dari yang biasanya!" tutur Bella malu.
Perkataan itu seketika membuat hati Hanna menjadi berbunga-bunga.
Suasana bioskop yang terdapat di mall itu lumayan ramai. Hanna dan Bella mengambil tempat sedikit di ujung, dengan urutan bangku yang hampir paling belakang.
Film itu bertema Horror and Triller yang di buat oleh sutradara yang cukup terkenal. Ia telah banyak menghasilkan film-film yang berkualitas tinggi, Hanna adalah salah satu penggemar sutradara tersebut, ia tak menyangka jika Bella mempunyai ketertarikan dalam selera film yang sama dengannya.
"Aku tidak menyangka jika kau menyukai film dengan genre seperti ini!" Hanna sedikit membenarkan posisi duduknya.
"Ya, aku cukup mengikuti film-film yang di buat oleh sutradara ini," jawab Bella.
Selagi menunggu film itu di mulai, mereka sedikit berbincang mengenai film-film yang dibuat oleh sutradara itu sebelumnya, mereka sangat antusias satu sama lain, saling memberikan pendapat-pendapat dan kesan mereka pada film tersebut.
Kini suasana hening. Film sudah berjalan di pertengahan dan mereka tampak sangat tegang dan menikmati film tersebut. Hanna melihat Bella yang mengusap-usap lengannya, wanita itu tampaknya kedinginan. Tentu saja Bella pasti kedinginan, ia memakai setelan dress yang cukup terbuka di bagian pundak sampai lehernya saat itu.
Hanna dengan sigap membuka jaketnya dan memakaikannya pada pundak Bella. Wanita itu menerimanya dengan senang hati.
"Terima kasih, ini sangat dingin!" ujar Bella, sembari saling menggesekkan kedua tangannya.
"Tentu saja, pakaianmu cukup terbuka!" tutur Hanna.
"Ya, aku tahu, aku hanya ingin terlihat sedikit lebih menarik saja hari ini!" jawab Bella, wajahnya memerah.
Hanna tersenyum dan segera meraih tangan Bella. Ia menggenggam tangan wanita itu, sedikit memberinya kehangatan.
Bella yang menerima perlakuan itu pun membalas genggaman tangan Hanna. Mereka tidak hanya terlarut dalam film yang sedang mereka tonton saat itu, namun mereka juga terlarut dalam perasaan mereka masing-masing.
Pukul 07.30 p.m. film itu berakhir. Mereka tidak langsung pulang, Bella mengajak Hanna untuk pergi ke pantai tempat mereka pertama kali bertemu. Bella berkata jika ia ingin sedikit menikmati suasana pantai pada malam hari bersama Hanna.
Mereka berjalan menyisir mulut pantai, sesekali ombak pantai menerpa mereka yang saat itu telah bertelanjang kaki.
"Kau tahu, aku merasa senang bisa mengenalmu!" tutur Bella, tangan kirinya menjinjing selopnya, sedang tangan kananya menggenggam tangan Hanna.
"Aku juga, entah mengapa aku merasa nyaman saat bersamamu!" jawab Hanna. Ia menatap lekat mata Bella.
"Kau tahu, sekarang aku sedang memikirkan apa?" tanya Bella.
"Hhmmnn ... aku? Mungkin!" jawab Hanna.
Bella hanya tersenyum sebelum kembali melanjutkan perkataannya.
"Aku pikir Tuhan mengirimkan mu untukku!"
"Setelah kepergian Annie aku merasa sangat terpukul dan kesepian, dan kau datang disaat itu juga, Tuhan seakan mengirimkan kau untuk menggantikan Annie!" ujar Bella.
Hanna tiba-tiba saja menghentikan langkahnya.
"Kau salah!" ujar Hanna dengan wajah serius.
"Kau salah besar jika berpikir seperti itu!" tambahnya lagi.
Bella terdiam mendengar pernyataan Hanna, hatinya seperti tersentak.
"Maafkan aku!" jawab Bella. Ia menundukkan kepalanya.
"Kau salah, menurutku Tuhan tidak menghadirkan aku untuk sekedar menggantikan Annie sebagai sahabatmu. Tuhan menghadirkan aku untuk lebih dari itu!" ucap Hanna lembut.
Bella yang mendengar hal itu lantas menatap mata Hanna.
"Bella maukah kau jadi kekasihku!" tembak Hanna.
Wanita itu terdiam sesaat, ia seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.
Hanna menjulurkan tangannya, mengelus lembut tengkuk leher Bella, sebelum akhirnya menariknya, membuat wajah mereka sangat dekat.
Bella yang berada di situasi itu hanya bisa memejamkan matanya, sebelum akhirnya Hanna mendaratkan bibirnya pada bibir Bella yang terasa sangat lembut.
Bella hanya terdiam dan tak melakukan apapun dengan perlakuan yang Hanna berikan padanya.
Hanna yang menyadari respon dari Bella segera menarik bibirnya dari bibir Bella.
"Maafkan aku!" ujar Hanna.
"Aku pikir kita punya perasaan yang sama!" tambahnya, Hanna segera memalingkan wajahnya malu.
"Bukan begitu, aku hanya sedikit gugup saja!" jawab Bella.
"Maksudmu?" tanya Hanna, harap-harap cemas.
"Tentu saja aku menyukaimu!" jawab Bella.
"Lalu mengapa kau tidak membalasnya?" tanya Hanna lagi.
"Aku sudah bilang kan, aku hanya sedikit gugup saja, ini kali pertama kita!" jawab Bella wajahnya memerah.
"Kau boleh melakukanya sekali lagi jika kau mau!" tambahnya, kali ini wajahnya semakin memerah.
Hanna yang mendengar hal itu tanpa pikir panjang kembali mendaratkan bibirnya pada bibir Bella.
Sesaat mereka terhanyut dalam terpaan angin dan sinar redup rembulan saat itu. Beberapa saat bibir mereka terus beradu satu sama lain.
"Aku rasa itu artinya 'YA' kan!" ucap Hanna setelah melepaskan bibirnya dari lembut bibir Bella.
Bella hanya mengangguk pelan. Wajahnya merah padam.