webnovel

59. Sean dan Intan

Intan merangkul adiknya dengan gembira. Siang ini Sean mengajaknya makan bersama. Intan berencana mengajak Sindi, adiknya juga untuk dipertemukan pada Sean.

Berfikir jika Sean akan lebih memandang kearahnya dibanding memandang Lily dengan memanfaatkan kepopularitasan adiknya yang sedang naik daun. Mengingat Sean pernah mengatakan bahwa dirinya ingin bertemu dengan Sindi.

Dangkal memang. Tapi Intan benar-benar berharap cara ini akan berhasil untuk membawa perhatian Sean sedikit kepadanya.

Intan tersenyum lebar pada lelaki yang berdiri dengan tegap menunggunya dipintu masuk salah satu mall pusat kota. Lihatlah bagaimana setiap gadis yang melewati kekasihnya dengan tatapan yang tidak bisa berpaling itu. Mana mungkin Iintan mau melepasnya dengan begitu mudah.

Senyuman diwajah Sean memudar ketika melihat Intan datang bersama seseorang. Ya, Sean tahu dia adalah penyanyi jebolan ajang pencarian bakat favoritnya.

"Lama nungguin gak sayang?" Pertanyaan Intan membuat Sena tersadar dan langsung menyunggingkan senyum kearah Intan dan Sindi.

"Gak kok." Jawab Sean singkat. "Kamu udah sembuh?" Intan tersenyum kemudian mengangguk.

"Ini Sindi, adikku. Kamu pasti tahu kan siapa dia?" Ujar Intan memperkenalkan adiknya. Dengan ragu Sean menerima uluran tangan Sindi yang terlihat sangat tidak bersemangat.

"Ini pacar kakak dek. Ganteng kan?" Sindi mengangguk malas. Jadwal istirahatnya diganggu oleh kakaknya, beruntung tidak banyak orang yang mengenalinya dengan penampilan acak-acakannya saat ini.

"Kamu mau makan apa Sin?" Tanya Sean pada Sindi berbasa-basi. Siapa tahu juga jika Sindi memakan sesuatu yang disukainya maka wajahnya akan terlihat lebih cerah sedikit.

"Aku apa aja kak." Sepertinya diet Sindi akan gagal hari ini.

"Ya udah, langsung keatas yuk"

Sean menarik Intan pergi berjalan lebih dulu bersamanya. Meninggalkan Sindi yang mengikutinya dan nampak sedang dalam mood yang buruk.

"Kamu kenapa bawa adik kamu?" Tanya Sean sedikit berbisik, beruntung karena Intan memeluk sebelah tangannya sehingga jarak mereka tidak terlalu jauh dan Intan masih bisa mendengarnya.

"Bukannya kamu bilang pengen ketemu sama dia? Ini mumpung jadwal dia lagi kosong loh." Ini bukan Intan yang seperti biasanya. Intan yang biasanya akan bersikap lembut dan bertanya semua hal pada Sean sebelum melakukannya.

"Iya, tapi kan aku pengen ngomong berdua aja sama kamu. Lagian adik kamu jadwal kosong harusnya dibuat istirahat dong, ini kok malah kamu paksa buat ketemu sama aku. Kamu gak lihat muka dia masam gitu?" Intan menoleh kearah belakang sepersekian detik.

"It's ok. Selama dia diem aja aku gak masalah. Kita masih bisa bicarakan?"Sean menggeleng tak mengerti lagi.

Setelah selesai memesan makanan mereka. Sindi lebih memilih sibuk dengan hpnya sendiri, sedangkan Sean dan Intan hanya berbicara hal-hal ringan.

Sebenarnya Sean berencana mengatakan sesuatu yang sangat penting pada Intan. Tapi melihat Sindi entah mengapa membuat Sean menjadi urung untuk mengatakannya. Hanya sekilas Sindi mengingatkannya pada sosok Lily.

Hingga pada akhirnya makanan datang dan mereka mulai menyantap pesanan mereka dengan lahap.

Sean hampir terlupa pada tujuan awalnya jika tidak segera meyadari piringnya sudah hampir habis. Ini berarti waktunya juga sudah akan berakhir.

"Gimana enak gak makanannya?" Tanya Sean pada Sindi, kenapa pertanyaan ini yang muncul dalam mulutnya. Susah sekali mengatakan maksudnya mengajak Intan makan siang bersama.

Sindi mengangguk. Tidak telalu nafsu makan juga sebenarnya.

"Intan, aku mau ngomong sesuatu sama kamu."

"Ya udah ngomong aja."

"Tapi adik kamu.." Ucap Sean sembari memberi kode pada Intan untuk meminta Sindi pergi sebentar.

Sindi yang tersadar dengan kode itupun, berinisiatif untuk bangkit dan menyingkir sejenak. Dengan sigap Intan menahan adiknya untuk tidak pergi.

Intan mungkin tahu apa yang akan Sean katakan saat ini dan Intan memanfaatkan adiknya sebagai tameng agar Sean ragu untuk mengatakannya.

"Gak, Sindi disini aja. Apa susahnya ngomong?"

"Tapi aku pengen ngomong berdua aja sama kamu." Kekeuh Sean.

Sindi menghela nafas. "Kak, aku ke kamar mandi bentar." Sindi segera bergegas pergi sebelum kakaknya menahan tangannya lagi.

Setelah memastikan Sindi keluar dari area restoran, Sean menghela nafas lega. Sedangkan Intan mulai membeku, sulit sekali bergerak. Semoga tebakannya salah tentang apa yang akan dikatakan Sean setelah ini.

"Mau ngomong apa?" Sean terdiam cukup lama.

"Kalau gak mau ngomong kenapa nyuruh Sin.."

"Intan, aku mau kita putus." Gerakan tangan Intan berhenti. Ucapannya terputus oleh perkataan Sean yang sangat tiba-tiba. Dugaannya benar.

"Kenapa? Gara-gara Lily ya?" Tanya Intan masih berusaha bersikap santai. Sean membulatkan matanya. Intan tidak pernah seperti ini sebelumnya.

"Kenapa kamu nyambunginnya ke Lily?"

"Ya memang itu adanya. Kamu kelihatan banget jelas suka sama Lily." Intan menahan tangisnya sekeras mungkin saat ini. Melihat bagaimana Sean lebih mementingkan Lily diatas segalanya, bahkan diatas dirinya yang berstatus sebagai pacar. Bagaimana mungkin Intan tidak peka?

"Memang benar aku suka sama Lily." Intan meremas kuat-kuat sendoknya. "Tapi alasan aku mau minta putus sama kamu karena aku mau menata hati aku dulu. Aku sayang kamu Tan. Kamu percaya aku kan? Setelah hatiku rapi nanti aku bakal kembali lagi ke kamu." Intan terdiam, hatinya sakit hingga bagian terdalam. Intan ingin mendengar itu semua, kebisingan di restoran ini-pun seolah-olah menjadi hening seketika di telinga Intan.

"Kamu bohong. Kamu pasti pengen deket sama Lily kan? Kamu lupa kalau Lily udah sama Angkasa?"

"Bukan begitu Tan. Aku sama sekali gak berniat untuk merebut Lily dari Angkasa atau semacamnya. Lagian mereka gak pacaran."

Satu tetes air mata meluncur bebas ke pipi Intan.

"Tapi aku pernah lihat mereka ciuman pas acara keluarga waktu itu." Sean terkejut bukan main. Entah karena mengetahui kenyataan itu atau karena Intan tahu tentang hal itu.

"Itu urusan mereka." Bohong, Sean merasa sakit hati mengetahuinya. "Aku sudah bilang aku mau menata hatiku dulu. Aku gak mau bikin kamu terluka lagi karena sikap aku. Aku belum pantas buat kamu."

Intan menggeleng. "Tapi aku tetep sayang sama kamu walaupun kamu bersikap kayak gitu sama aku. Aku baik-baik aja sama hubungan kita yang sekarang."

"Jangan maksa Tan. Aku tahu kamu sakit. Aku juga bersalah melihat kamu tersakiti karena aku. Jadi aku mohon aku cuma butuh waktu sebentar. Tolong percaya sama aku."

Intan terdiam, tidak bisa fokus mendengarkan ucapan Sean saat ini. Matanya menangkap Lily yang sedang berbincang tak jauh dari mejanya.

Dengan emosi yang meluap-luap Intan mengambil jus yang ada dimeja mereka. Sean yang bingung dengan sikap Intan, hanya mengikuti arah Intan dengan gerakan matanya.

Begitu Sean menyadari Intan sedang menuju arah Lily, Sean buru-buru bangkit berdiri. Namun semuanya terlambat Intan sudah lebih dulu menyiram Lily dengan jus yang dibawanya sambil berteriak kencang.

"Kak Intan kemana kak?" Sean membulatkan matanya saat menyadari Sindi yang sudah berdiri disampingnya.

Kini Intan dan Lily menjadi pusat perhatian banyak orang. Dengan cepat Sean melepaskan hodienya dan memakaikannya pada Sindi asal-asalan. Tak lupa membuat Sindi menyembunyikan wajahnya.

Sean tidak ingin adik Intan ini terlibat masalah nantinya karena ulah kakaknya. Sean tak memedulikan tatapan tajam Sindi atau racauannya.

"Kamu pergi keluar dulu ya, pulang duluan bawa mobil kakakmu bisa kan? Biar kakak yang bawa kakak kamu. Gawat kalau sampai ada gosip." Ujar Sean sembari menyeret Sindi keluar restoran.

Sindi hendak mengajukan pertanyaan, tapi Sean lebih dulu berlari pergi kearah Intan yang tengah membuat keributan.

Lily?

Niat Sindi untuk pergi kandas, saat melihat Lily. Saingannya dulu untuk mendapatkan Sky Flower kini sedang meributkan Kak Sean pacar dari kakaknya? Sindi penasaran.

Next chapter