webnovel

19. Aku maunya sama kamu

Semenjak hari dimana Angkasa berduet dengan Sindi. Angkasa menjadi terkenal sebagai si cupu bersuara sumbang.

Sebenarnya Lily merasa iba pada Angkasa yang selalu ditertawakan oleh setiap orang yang berpapasan dengannya. Tapi Lily juga masih sebal karena Angkasa tidak menolak ajakan duet itu.

"Lo duduk sana. Jauh-jauh dari gue." Ujar Lily saat Doni ingin duduk disisi lain dari Lily yang masih kosong. Tak usah ditanya sisi yang satunya siapa. Sudah jelas Angkasa.

"Udah minta maaf juga Ly." Yuli dan Rena yang tak mengerti arah pembicaraan mereka memilih mengabaikan dan tak ingin tahu.

Lily, Doni, Rena dan Yuli tertawa terbahak-bahak melihat ulang rekaman saat Angkasa duet bersama Sindi.

"Aku pergi aja deh." Lily segera menarik tangan Angkasa untuk kembali duduk. Menahan Angkasa yang sudah nampak sangat kesal untuk tetap berada ditempatnya.

"Apa kamu gak mau ambil les nyanyi Sa?" Tanya Rena menatap prihatin pada Angkasa.

"Iya tuh, sama Lily aja. Suara Lily gak kalah sama suara Sindi kok." Kata Yuli setuju. Lily membuka ibu jari dan telunjuknya, meletakkannya pada bawah dagunya. Narsis.

"Udahlah. Kasian tuh Angkasa. Jangan dibully lagi." Ujar Rena membela.

"Tau nih. Bilang aja pada iri kan lo? Gak dipilih jadi pasangan duet sama Sindi?" Tambah Doni.

"Eh elo yang mulai ya?" Ucap Lily tak terima sambil menunjuk Rena. Yang ditunjuk malah merasa tidak berdosa.

"Gue perhatiin Angkasa tu pendiem banget ya ternyata." Ujar Yuli mengamati Angkasa. Yang ditatap memilih cuek dan lebih tertarik pada makanannya.

"Masak sih?" Lily tak percaya.

"Dia mah cerewetnya sama kamu doang Ly." Ujar Rena yang disetujui oleh Doni.

"Lagian nih ya, kalau di kelas gak ada aku sama Rena nih anak bakal jadi introvert. Sendirian, gak ada temennya." Lily menatap tajam Angkasa.

"Apa? Aku punya banyak temen kok."

"Dulu." Lanjut Angkasa yang membuat semuanya sekali lagi terkejut, menatap Angkasa iba.

"Ada bagusnya sekarang kita kumpul gini." Semua sependapat dengan Rena dan kembali menyantap habis makanannya.

"Kok kita jadi kebiasaan ya?" Semua orang menatap Yuli penuh tanda tanya.

"Ya gitu, akhir-akhir ini kita sering ngumpul pas dikantin, padahal kita beda kelas."

"Oh ya udah kita pergi." Ujar Lily seraya bangkit dari duduknya dan diikuti oleh yang lain.

"Yah gitu amat sih kalian."

Doni menghela nafas, ingin memukul Yuli saat ini, tapi masih ingat dirinya sudah tobat. "Ya lagian lo dikasih temen makan masih aja kurang." Semua kembali duduk ditempat semula.

"Kurang banget."

"Kurang apaan?"

"Kak Sean." Kata Yuli cengengesan.

Semua kembali bangkit dan pergi meninggalkan Yuli.

"Cari aja noh di laut." Ujar Lily sebelum benar-benar pergi menyusul yang lain.

"Tungguin ngapa, belum selesai ini makannya."

*

Angkasa dan Lily kini terduduk dihadalan Bu Santi. Bu Santi sibuk mengotak-atik komputer didepannya.

Lily tersenyum lebar, hendak menagih janji uang transport yang dulu dijanjikan oleh Bu Santi setelah selesai menjalani hukuman. Sedangkan Angkasa duduk disana hanya karena mengikuti Lily. Tak peduli dengan uang transport karena miliknya sudah berlimpah.

"Oke, ibu akui kamu banyak berubah Ly. Ibu akan tepati janji ibu buat kasih kamu transport."

"Yesss."

"Dengan catatan, jika kamu tertangkap ibu melakukan sesuatu yang buruk lagi, ibu akan cabut. Ok?"

"Siap bu." Bu Santi beralih pada Angkasa. "Kalau Angkasa kamu gak jadi ambil transport, sebagai ganti pihak sekolah akan mendukung kamu dalam kegiatan modeling ya."

"Ibu memang tahu dari awal kalau kamu itu tampan." Lily menatap Bu Santi tak suka, karena terlihat menggoda muridnya sendiri.

Lily menggeser duduknya lebih mendekat pada Angkasa dengan mempertahankan tatapan tajam pada Bu Santi.

Bu Santi tersenyum geli melihat tingkah Lily. "Ya udah gitu aja. Kalian kembali lagi ke kelas."

Dengan cepat Lily menarik Angkasa keluar dari ruang bimbingan konseling.

*

Lily turun dari motor Angkasa setelah mereka sampai didepan rumah Lily. Lily belum berniat beranjak masuk kedalam rumah.

Angkasa mematikan mesin motornya, menatap Lily heran yang hanya terdiam dan tidak segera masuk. "Kenapa? Kok dahinya berkerut? Mikirin apa hayoo?" Lily menarik nafasnya panjang.

"Emang bener ya kalau kamu dulu punya temen banyak?"

"Iyalah. Masa aku bohong."

"Terus sekarang? Silaturahminya putus?"

"Ya bisa dibilang gitu, mereka yang ngilang gitu aja."

"Kenapa sekarang gak coba buka diri buat cari temen yang lain?" Angkasa mengangkat bahunya.

"Gak tau, semuanya ngalir gitu aja."

"Gak mau coba cari temen?"

"Gak mau."

"Lah? Kenapa?"

"Kan udah ada kamu." Oooh, jadi Lily ini hanya teman untuk Angkasa. Lily menghela nafas sabar.

"Eh gak bisa. Kan Angkasa milik Lily. Jadi aku majikan dong." Angkasa terkekeh mendengar penuturan Lily yang seenaknya sendiri.

"Iya Nyonya."

"Kok nyonya sih. Jadi kayak mama sama tante Ida dong." Lily mengerucutkan bibirnya tak suka.

"Lah kenapa? Mama kamu sama tante Ida kan cantik. Baik lagi."

"Bohong. Mama aku kan jahat sama kamu."

"Enggak gitu Ly. Cuma belum kenal aja." Angkasa mengelus bahu Lily, mencoba menenangkannya karena marah mengingat mamanya yang tidak begitu bersahabat dengan Angkasa. "Terus kenapa gak mau disamain?"

"Tua." Angkasa tak bisa menahan tawanya. "Aku kan masih muda masih fresh." Lanjut Lily.

"Kayak ikan habis dipancing dong, seger." Lily semakin mengerucutkan bibirnya. "Angkasa iiiih."

"Terus kemarin pas nyanyi sama Sindi kok mau sih?"

"Jangan mulai."

"Ih enggak gitu Sa. Kamu tu lho diawal-awal nolak. Tapi pas ditengah-tengah malah nurut. Nyanyi suaranya jelek lagi."

"Nah kan ngejek aku."

"Ih bukan itu intinya."

"Sindi ngancem aku buat sebarin identitas aku sebagai model."

"Itu orang kok dari awal kayaknya kenal banget gitu sama kamu. Beneran baru ketemu kemaren?" Lily menatap Angkasa penuh kecurigaan.

"Beneranlah Ly, dia juga jadi artis baru-baru ini. Kalau dia partner model mungkin aku bakal tahu."

"Ngefans berat kali. Cieee dari fans nanti jadi cinta lhoo."

"Kok kamu gitu sih Ly. Aku maunya cuma sama kamu."

"Mau apa?"

"Nikah." Lily menonyor kepala Angkasa. "Emang ada temen nikah?"

"Ada." Lily mendesis mendengar Angkasa yang berkata semaunya sendiri. Lily juga kan manusia yang punya perasaan.

"Ya udah sih, gak usah disembunyiin. Lagian sekolah juga udah dukung."

"Gak semudah itu Ly, ini rumit dari awal." Angkasa menarik Lily mendekat, menaruh kepalanya pada bahu Lily. Lily mengelus punggung Angkasa yang seluas lapangan sepak bola itu.

Lily memang tidak tahu permasalahan apa yang dihadapi Angkasa dulu dan saat ini. Tapi Lily harap Angkasa dapat melewatinya dengan baik.

Saat Angkasa dan Lily masih larut dalam pikirannya masing-masing, sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti didepan mereka. Tepatnya didepan rumah tante Ida.

Angkasa mengangkat kepalanya meneliti sepasang pria dan wanita yang Angkasa kenal selama hampir sepenuh hidupnya.

Lily melihat raut wajah Angkasa yang memucat. Nampak begitu terkejut, namun Lily bisa menangkap ketakutan dalam mata Angkasa.

"Papa, mama." Mereka orang tua Angkasa? Terlihat seperti bangsawan.

"Rei, itu kamu?" Ujar Mama Angkasa. Rei? Ah nama depan Angkasa. Lily menyeret Angkasa mendekat pada kedua orang tuanya.

"Ya ampun Rei, kenapa penampilanmu jadi seperti ini?"

"Tante, om. Saya temennya Angkasa." Baru kali ini Lily mengulurkan tangan sopan untuk menyalimi kedua orang tua Angkasa.

Baru kali ini juga Lily diabaikan dan malah mendapatkan tatapan tajam dari keduanya.

Tolong selamatkan tangan Lily yang melayang!

_____

Selamat bermalam minggu semua

Semoga kalian menikmati ya

Next chapter