webnovel

Bukan Orang Jahat

"Akhirnya kamu bangun."

Kalimat itu sontak mengejutkan sang perempuan yang baru setengah sadar itu.

Perempuan tersebut segera bersikap siaga. Dia bergerak menjauh dari asal suara. Pandangan matanya tampak belum fokus, berkabur.

Gerak-gerik yang ditampilkan oleh sang perempuan itu jelas ketakutan dengan suara asing yang menyapanya. Dapat Xavier lihat kalau tubuh perempuan tersebut bergetar keras.

Xavier yang melihat hal ini seketika terdiam untuk beberapa saat lamanya. Ia tiba-tiba saja memikirkan mengapa reaksi perempuan ini setakut itu pada suara asing. Bahkan Xavier tidak menyentuhnya. Mungkinkah ... mungkinkah perempuan ini mendapatkan perlakuan buruk selama di kurung di dalam sangkar sehingga dia menjadi waspada seperti ini?

Di sisi lain, perempuan itu mencoba mengerjapkan matanya beberapa kali. Matanya tidak bisa membidik satu objek dengan fokus. Semuanya terlihat samar dan juga kabur. Bahkan setelah kesadarannya pulih, perempuan itu masih tidak bisa melihat bagaimana rupa orang yang berbicara kepadanya dan di mana dirinya berada saat ini.

Namun, tatkala tangannya meraba-raba, perempuan itu dapat memastikan bahwa ini adalah kasur. 'Apakah aku ... apakah aku sudah berhasil terjual?' gumam perempuan itu dalam hati.

"Hei, kamu tidak perlu takut kepadaku. Kamu ada di apartemenku. Aku bukanlah orang jahat. Jadi, kamu tidak perlu bersikap defensif seperti itu," tukas Xavier menenangkan keadaan.

"J—jangan mendekat. Jangan mendekat kepadaku. Kumohon," pinta sang perempuan dengan nada suara bergetar.

Xavier mengangkat kedua tangannya di udara. Persis seperti seorang penjahat yang hendak dibekuk oleh polisi. Setelah itu, Xavier berdiri dari tempat duduknya dan melangkah mundur sebanyak tiga langkah, memberikan jarak untuk perempuan itu.

"Baik, aku tidak mendekat. Aku tidak akan menyakitimu. Percayalah kepadaku. Kamu berada di tempat yang aman," kata Xavier lagi.

Tanpa aba-aba, tiba-tiba saja air mata mengalir turun dari pelupuk mata perempuan itu. Dia terisak ketakutan dan memeluk selimut dengan kuat-kuat.

Xavier menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. Xavier ... Xavier bingung untuk bereaksi seperti apa.

"D—di mana aku sekarang? Kumohon ... kumohon lepaskan aku. Aku tidak mau menjadi budak. Aku ingin hidup dengan bebas," isak sang perempuan dengan parau.

"Bukankah aku sudah mengatakan kalau aku tidak akan melakukan apa-apa kepadamu? Aku tidak akan menyakitimu barang seujung kuku pun. Percayalah kepadaku, aku berjanji."

"Mereka ... mereka tidak akan membiarkanku hidup dengan tenang. Mereka menyiksaku dan memaksaku untuk melakukan ini dan itu. Bawa aku ke tempat yang aman. Aku tidak mau mendapatkan penyiksaan yang lebih berat lagi," lirihnya pedih.

"Tenangkan dirimu. Kamu sudah berada di tempat yang aman. Di sini hanya ada aku saja, tidak ada orang lain."

Xavier jadi tidak tega melihat wajah penuh ketakutan perempuan itu. Meskipun Xavier tidak tahu apa saja yang telah perempuan itu lewati sebelum ini, Xavier tentu memiliki simpati. Sepertinya, perempuan ini mendapatkan perlakuan buruk dari orang-orang terdekatnya atau mungkin kelompok yang tak dikenal.

"Tenangkan dirimu. Tarik napas, lalu hembuskan secara perlahan. Aku bersumpah kalau aku tidak akan menyakitimu. Kamu berada di tempat yang aman. Percayalah padaku," ulang Xavier berusaha membuat sang perempuan itu agar sedikit tenang.

"Aku akan ke dapur untuk mengambil segelas air putih. Aku akan kembali dalam dua menit, okay?"

Tanpa perlu menunggu balasan dari sang empu, Xavier langsung melenggang pergi begitu saja.

Beberapa menit kemudian, Xavier kembali masuk ke kamar sembari membawa sebuah nampan berisi segelas air putih dan juga semangkuk bubur instan yang hanya tinggal dicampur dengan air panas saja.

Xavier melangkah mendekat. Ia cukup merasa lega tatkala melihat perempuan itu terlihat jauh lebih tenang daripada beberapa menit lalu.

"Nah, makanlah. Kamu belum makan, 'kan? Hanya ini makanan yang aku miliki. Jika kamu menginginkan makanan yang lain, aku akan membelikannya untukmu lagi nanti."

Perempuan itu tidak menerima nampan yang Xavier ulurkan kepadanya. Tatapan mata perempuan itu juga tidak lepas dari pergerakan Xavier. Saat Xavier berjalan ke sisi kasur lain, maka perempuan itu akan bergerak menuju sisi kasur lainnya.

"Kalau kamu masih ragu kepadaku, itu tidak apa. Itu adalah hak mu. Yang jelas, aku sama sekali tidak memiliki niat buruk terhadapmu. Pun, kalau semisal kamu tidak mau memakan bubur ini karena takut kalau aku menaruh racun di dalamnya, maka aku bisa membuktikannya kepadamu."

Xavier menyendokkan bubur ke dalam mulutnya, membiarkan perempuan tersebut melihat hal itu.

"Lihat, 'kan? Tidak ada efek samping. Aku tidak mati karena keracunan. Jadi, segeralah makan. Aku tahu perutmu kosong. Jika tidak diisi oleh makanan, kamu bisa saja jatuh sakit," pungkas Xavier lagi.

Xavier menaruh nampan tersebut di atas meja kecil yang berada di samping kasur. Setelahnya, dia pun berjalan kembali menuju sofa dan berbaring di sana.

Saat Xavier hendak memejamkan matanya, berusaha untuk tidur, tiba-tiba saja sebuah suara mengalun ke udara dan hinggap di gendang telinganya.

"Mataku ... apa yang terjadi dengan mataku? Kenapa aku tidak bisa melihat dengan jelas? Pandanganku kabur."

Xavier menoleh. Ia tampak terdiam sejenak. Hingga kemudian, Xavier berseru 'ah', karena mengingat sesuatu.

"Aku hampir melupakannya!"

Xavier berjalan menuju laci yang tak jauh dari sana lalu mengeluarkan satu butir obat di dalamnya. Obat ini Xavier dapatkan dari Jinny. Xavier benar-benar lupa kalau staff lelang itu sengaja memberikan obat yang Xavier sendiri tidak tahu apa. Obat itu berfungsi untuk mengaburkan pandangan mata. Berjaga-jaga agar perempuan itu tidak kabur dari tempat pelelangan sebelumnya. Sepertinya, bukan hanya perempuan ini saja yang mendapat obat itu, melainkan kemungkinan besar semua budak dipaksa meminumnya.  Yeah, jika seperti itu, maka tidak heran lagi.

"Nah, minum obat ini setelah kamu selesai makan bubur. Obat ini berfungsi untuk membuat kinerja matamu kembali normal seperti semula. Tidak instan. Melainkan, membutuhkan setidaknya berjam-jam sampai kamu bisa melihat dengan normal setelah meminum obat itu. Jadi, setelah menghabiskan bubur dan juga minum obatnya, kamu lebih baik tidur. Saat bangun di pagi hari nanti, maka penglihatan matamu tidak lagi kabur sepeda sekarang ini," jelas Xavier menaruh satu butir obat berwarna putih di atas nampan.

"Baiklah, karena kamu sudah sadar dan dalam keadaan baik-baik saja, aku akan pergi tidur sekarang. Jangan coba-coba untuk melarikan diri dari tempat ini atau malah menikam ku ketika aku sedang tidur. Ketika keadaanmu sudah jauh lebih membaik, aku akan membiarkanmu pergi dari tempat ini dengan senang hati. Aku tidak memiliki niat barang sedikit pun untuk menjadikanmu sebagai budak ku. Aku tidak memiliki waktu untuk hal itu," pungkas Xavier lugas, seakan-akan ingin mempertegas.

Setelah mengatakan hal itu, Xavier pun berjalan kembali menuju sofa dan berbaring di sana. Dalam hitungan menit, pria itu tertidur lelap. Menyisakan sosok perempuan yang duduk termenung di atas kasur dengan tatapan bingung.