webnovel

S2-43 THE GREATEST BLESSINGS

"You're the greatest blessing. So, I'll take care of it."

[ANGELIC DEVIL: The Crown]

Menetap, ya?

Sebenarnya ini bukan  keputusan mudah terlepas bagaimana pun prosesnya. Karena itulah, saat sudah kembali ke kamar, Apo pun meraba dadanya. Apakah dia nyaman karena setuju? Rasanya sangat bercampur aduk.

"Jadi, besok pindah saja barang yang kau butuhkan kemari. Just do it. Biar dibantu beberapa orangku," kata Paing sebelum mereka berpisah.

"Oke, Phi."

Ya, walau Apo sebenarnya hanya butuh file-file kantor saja. Toh fasilitas yang Paing sediakan sudah seperti rumahnya sendiri. Namun untuk pakaian kantor dan segala atribut lain. Stylish Alpha itu sungguh-sungguh membuatkan banyak suit khusus Apo usai mengukur tubuhnya dulu.

Namun, sumpah ... walau Apo tahu kedatangannya kemari sudah lama (jadi wajar kalau si stylish punya waktu leluasa) tapi dia tertegun saat ada sembilan truck datang keesokan pagi. Sebab isinya penuh manequin lelaki yang berjejer-jejer. Ada yang dipasangi kemeja, vest, dan suit yang digantung juga. Lainnya adalah kotak-kotak berisi arloji, sepatu, kaus kaki, dasi, lengkap penjepitnya. Lalu dimasukkan dalam ruang wardrobe Apo oleh orang-orang berseragam biru.

Hasil kerja keras yang patut diapresiasi. Sungguh. Apo sangat senang dengan bahan serta hasil jahitan mereka. Apalagi bagian pinggangnya mengepas dan nyaman. Hei, kalau kemarin dia bilang "tidak" kira-kira apa yang akan terjadi? Semua ini mungkin dijual karena menganggur? Apo pun lega, walau benar-benar melupakan tawaran Paing mengenai suit dan lain-lain.

"Logonya sama seperti yang waktu itu," gumam Apo saat mencoba satu suit di depan cermin. Dia mengecek bagian lengan yang dihiasi huruf RDT dengan bordiran super mungil. Pertanda ini benar-benar produk dari Rachrood Dynamics Thailand sendiri. Jadi, masih satu paket dengan sapu tangan yang di toilet? Pikir Apo. Lalu mengecek beberapa kotak yang isinya benar-benar sesuai dugaan. "Oh ...." desahnya.

Sebetulnya tidak heran jika Paing punya usaha fashion juga (walau lebih kepada office style) sebab yang digandeng adalah Luhiang (yang notabene bagian gaun pesta dan lain-lain). Mereka pasti bagi pasar dengan jalur yang kadang susah Apo mengerti. Sebab perusahaan dia lebih ke produk-produk stok seperti selai dan snack, kulit, kertas, tembakau, karet, furniture, wool tekstil, onderdil mesin otomotif, fasilitas dapur, dan bisnis perhotelan (Bidang yang sejak awal kalah langkah dengan keluarga Takhon sendiri). Namun, Apo tidak pernah serius memikirkannya hingga bersedia menjadi kekasih lelaki itu.

Ahh, kalau dikira-kira (setahu Apo saja) berapa banyak jalur yang digenggam Paing Takhon? Selain bandara, rumah sakit, restoran, tol, stasiun kereta, fashion, dan dua channel televisi--ah ... waktu kematian ayahnya, sang senior sepertinya juga menggandeng orang-orang dari per-bank-an. Mereka tampak seperti teman kalau bicara, tapi Apo tidak terlalu paham itu siapa.

Dan sejak Apo mulai aktif di kantor, dia dan sang Alpha fokus dalam urusan masing-masing. Bertemu pagi di tangga dalam kondisi kompak memasang arloji. Melempar senyum saat sarapan. Lalu keluar gerbang bersamaan dengan mobil masing-masing.

Hitam dan putih. Lamborghini dan Audi. Yin dan Yang. Dan harusnya ini tidak berbeda jauh dengan saat bersama Mile (Apo pernah begitu juga kok dengan suaminya) tapi entah kenapa kali ini lebih ringan dijalani. Apa mungkin karena aku yang sekarang tidak sedang hamil? Pikir Apo. Bisa jadi dulu aku uring-uringan hanya karena tantrum, kan? Tapi, memikirkan itu tidak mengurangi pandangannya kepada Paing. Karena Alpha itu benar-benar treat him better, as long as he could.

Misal sewaktu pulang, Apo akan diseret sebentar ke ruang praktek medis kalau agak drop. Kadang mereka hanya baring di rooftop berdua kalau sama-sama capek. Lalu mengobrol random tak jelas. Hingga berpejam dan tidur sambil mendengarkan musik.

Ya, walau itu tidak bisa setiap saat terjadi. Seringnya malah Apo pulang larut dan telat. Namun, ketika dirinya masuk kamar, Paing di sana tidur dengan Blau Er yang ikutan pulas. Atau jika Paing yang telat--jam 2 dini pun pernah. Lelaki itu akan menyeret kaki kepadanya lebih dahulu. Memberikan kecupan di pipi sekilas. Lalu pergi dan ambruk di kamarnya sendiri.

BRUGH!

Hei, bohong kalau Apo tidak menyadari semua itu. Dia bahkan dengar langkah kaki sang Alpha sejak membuka pintu, tapi selalu pura-pura tidak tahu. (Sebab Apo tahu Paing terlalu lelah) Kalau dia terjaga dan menyapa dahulu. Yang ada mereka pasti bicara, jadi makin lama juga istirahatnya.

Karena sudah cukup sekali untuk belajar. Dan memang harusnya cukup sekali demi berubah, pikir Apo menyemangati diri sendiri. Bagaimana pun kekasihnya yang sekarang juga eksekutif. Maka jangan sampai saat bersama Mile terulang kembali. Seperti saling membebani, mengedepankan ego, atau tidak mau mengerti.

Apo merasa, diantara semua kekacauan yang terjadi, dia masih beruntung dan tidak mau menyia-nyiakan keberuntungan tersebut.

"Sudah memutuskan kapan mengurus baby Kaylee dan Edsel?" tanya Paing suatu pagi. Waktu itu Apo di depannya untuk membenahi dasi, lalu menjawab pelan.

"Belum. Aku mau bicara dengan Phi Pin terlebih dahulu," kata Apo dengan raut yang amat serius. "Karena sesayang apapun dia kepada bayi-bayiku, Phi Pin akan tetap memihak Romsaithong."

"Oh."

"Dia mungkin juga tidak ingin menyerahkan Kay dan Ed, Phi. Persoalan hati tak semudah itu," kata Apo. Kali ini sambil menepuki bahu Paing Takhon. "Lebih-lebih Phi Pin itu pernah keguguran. Dan pacarnya belum bangun sampai sekarang."

Saat itu, ada pendar rindu dan sakit di dalam mata Apo. Paing pun menyadarinya, lalu menghela napas panjang. "Oke. Sekarang bilang sebenarnya apa maumu?" tanyanya. "Sudah rela soal ayahnya, tapi sekarang memikirkan si kakak ipar?"

Apo pun menggigit bibir bawah sekilas. "Apa itu keliru?" tanyanya. "Sebagai ibu aku tentu ingin keduanya kembali. Sangat," tegasnya. "Tapi kalau soal kasih sayang, aku juga tidak ragu Phi Pin sangat serius."

Menyadari hati Omega ini sebenarnya lembut sekali, Paing pun diam. "...."

"Dia itu sungguh perhatian, Phi," kata Apo. "Dia bisa menangis seperti aku menangis. Dan kadang merawat mereka melebihi aku sendiri."

Paing masih saja diam. "...."

"Jadi, um, apa tidak jahat kalau kita mengajukan kasusnya?" tanya Apo. Mencoba meminta dukungan.  "Aku tidak peduli dengan Mile mau berakhir seperti apa. Tapi, kalau tiba-tiba Kay dan Ed yang kuambil. Phi Pin nanti bagaimana?"

Paing pun menghela napas panjang. "Oke, Apo ... soal kasus sebenarnya bisa diajukan kapan pun," katanya. "Toh semua sudah jelas sekali. Kita punya alur dan bukti. Kita juga punya kuasa untuk menggampar mereka. Dan apa kau ingin pengacara bagus? Ada. Atau segala yang kau butuhkan ...."

"Umn."

"Tapi, Apo. Keputusan tetap ada di tanganmu," tegas Paing. Lalu meremas bahu sang Omega. "Kalau kau diam saja, fine. Segala usahamu yang kemarin. Atau penelitian yang kau bilang merepotkan itu ... semuanya jadi tidak berarti."

"...."

"Karena Kaylee dan Edsel jadi penghubungnya, Apo. Kau mempermasalahkan ini karena ingin hak atas bayinya, paham?" kata Paing menegaskan. "Sementara masalah Mew, Phi Pomchay, atau lain-lainya ... itu sama sekali bukan urusanmu. Kau tidak lagi terlibat dalam hal ini."

DEG

"Iya, Phi." Kelopak mata Apo pun turun. Dia tampak begitu cemas, apalagi ingat Pin yang semangat berkunjung hanya untuk bertemu triplets. Oh, terus mobil yang wanita itu berikan. Isinya kursi tiga bayi agar Mile dan dirinya mengajak triplets liburan. Tapi sampai kini belum pernah bisa digunakan.

"Oh, oke, oke. Maaf kalau yang barusan menekanmu, Apo. Aku tak bermaksud begitu," kata Paing setelah menyadari sang Omega makin tenggelam dalam kesedihannya. "Aku hanya ingin kau tidak menyesal, hm? Karena hati pun bisa berubah, dan mereka tidak di tanganmu lagi saat sudah menyadarinya."

Cup. Apo pun terpejam saat bibirnya dikecup. Dia masih diam meski Paing sudah berlalu, padahal harusnya ada jadwal berangkat ke kantor juga.

"Hati-hati, Phi," bisiknya dengan tangan mengepal. "Dan terima kasih sudah menguatkanku sejauh ini ...."

Entah kenapa rasanya kesal sekali, sungguh. Padahal yang tadi itu benar adanya, tapi baru sekarang Apo kecewa tidak dibela Paing. Apa aku terlalu kekanak-kanakan? Pikir Apo. Yang langsung kalut karena memikirkannya. Dia pun mondar-mandir cukup lama demi meredam ego. Merogoh ponsel. Lalu menelpon Paing yang mungkin sudah sampai di kantor.

Deg ... deg ... deg ... deg ... deg ...

"Ugh, sial. Aku benar-benar mau minta maaf," batin Apo ketar-ketir. "Tolong angkat, Phi. Aku tidak tenang kalau kau pergi habis kudiamkan seperti tadi. Ya ampun ...."

Tuuttttssss ... tuuttttsss ...

Namun, anehnya nada sambung kali ini begitu lama. Padahal biasanya Paing sangat cepat tanggap, apalagi telepon itu darinya. Terus kenapa? Pikir Apo. Yang mencoba hingga lima kali, tapi gagal hingga yang ke-enam baru diangkat--

"Halo? Apakah Anda keluarga Tuan Takhon?"

DEG

Eh? Suara wanita dan formal?

"Iya? Bisa dikatakan begitu?" kata Apo. "Tapi, Phi-ku dimana, ya? Kok ponselnya ada di tanganmu?"

"Ah, bagus. Kalau begitu bisa Anda kemari? Kami sekarang di parkiran Siam Paragon, Tuan. Tapi ambulans-nya masih jauh sekali," tutur wanita itu sedikit panik. (*)

DEG

"Hah? Kenapa--"

"Oh, iya. Bisa tolong bawakan peralatan medis juga dari rumah? Beliau bilang di rak paling pojok--"

DEG

"...."

"Terus kotak yang ada di atas nakas. Di situ katanya ada gulungan medicrepe yang masih utuh--ah, tentu ... iya ... hm--sudah cukup itu saja?" Si wanita sepertinya tidak hanya berbicara dengan Apo. Mungkinkah itu Phi Paing? Apalagi ada kerumunan orang di sekitarnya ramai sekali. (**)

Deg ... deg ... deg ... deg ... deg ....

Hal yang membuat dada Apo berdebar keras. Tak terkontrol. Dan akhirnya refleks membentak keras. "HEI, SERIUS YA! INI ADA APA SEBENARNYA?! BRENGSEK!" teriak Apo emosional. "PERASAAN SEJAK TADI AKU BERTANYA, FUCK--"

"BISA TOLONG ANDA CEPAT SAJA?!" bentak wanita itu balik. "Beliau sekarang sedang mengeluarkan dua peluru dari bahunya ...."

(*) Siam Paragon adalah mall terbesar di Bangkok.

(**) Medicrepe adalah plester elastis panjang untuk luka besar atau yang membutuhkan balutan banyak. Bentuknya kayak begini: