Aku melirik jam tanganku. Waktu menunjukan pukul 14.00
Aku baru saja mengantar Luna pulang ke rumahnya, dan sekarang aku menuju kembali ke rumahku. Aku masih memikirkan tentang perkataan suara di kepalaku itu, dia bilang aku akan menemui orang yang bertanggung jawab akan pembunuhan aktivis itu, dan hanya dia yang bisa memberikanku informasi yang aku butuhkan untuk memenangkan pengadilan itu. Aku tahu, aku tidak memiliki pilihan lain selain memenangkan pengadilan itu, tapi bagaimana mungkin aku memenangkan pengadilan itu, bisa dibilang mustahil untuk bisa memenangkan kasus itu, wajarnya dalam sebuah kasus pembunuhan, polisi akan melakukan penyidikan, mencari tersangka pembunuhan, lalu mencari bukti yang menguatkannya, dan tugasku sebagai pengacara hanya berusaha untuk meringankan hukumannya, tapi dari apa yang dikatakan suara itu, aku harus membebaskan terdakwa dari tuduhannya.
"Itu mustahil." Gumam Ku.
"Tenanglah Rein sayang, aku akan membantu mu, seperti biasa, seperti semua kasus yang kau, aku, kita telah menangkan." Sahut suara di kepalaku.
"Ya, tapi yang satu ini mengancam nyawaku."
"Pekerjaan mu memang mengancam nyawamu Rein, selalu. Kau menyebabkan sebagian orang membencimu."
"Jika tidak ada yang kalah, apa gunanya pengadilan."
Aku berbelok memasuki sebuah area kompleks perumahan, dan berjalan lurus menuju rumahku. Aku tinggal disebuah perumahan elit di kota London. Hertfordshire, dikenal sebagai tempat tinggal orang-orang elit di Inggris. Aku menghabiskan banyak sekali uang untuk dapat tinggal disini, walaupun tidak ada kata habis untuk uang, selama dunia masih menjalankan sistem pengadilan, aku tidak perlu takut kehabisan uang, orang akan membayar mahal untuk memenangkan pengadilannya, mereka rela melakukan apapun untuk memenuhi keserakahan mereka.
"Selama manusia masih memiliki rasa serakah, uang akan mengalir padaku."
Aku telah sampai di depan pagar rumahku. Sebuah bangunan rumah bergaya modern seluas tujuh ratus meter yang dibangun di atas tanah seluas seribu meter , 60% sampai 70% dari bangunan ini adalah kaca jendela, dan dinding yang hanya 40% itu dicat warna putih yang membuat bangunan itu seakan bercahaya, "Seperti dibangun dari masa depan." itu lah yang aku harapkan saat memesan desain rumah ini pada kontraktornya. Gerbangnya terbuat dari besi berlapis perunggu dengan simbol RR bersar seukuran ban mobil ditengahnya, dan bisa dibuka otomatis menggunakan remot atau aplikasi dari smarthphone.
Aku menghentikan mobilku tepat didepan gerbang, berniat untuk membuka gerbang itu, tapi saat itu juga sebuah panggilan telepon muncul di layar LCD mobilku, sebuah panggilan dari nomor yang tidak aku kenal.
"Sepertinya sudah dimulai." Gumam suara di kepalaku.
Suaranya sedikit terdengar aneh, tidak seperti biasanya yang selalu terdengar seperti suara gadis yang menyebalkan, kali ini seperti ada getaran kecil karena sebuah kesenangan di dalam kata-katanya. Mendengar perkataannya dan melihat panggilan di layar LCD itu membuat jantungku sedikit berdebar, karena aku tahu, saat aku menjawab panggilan itu, kasus yang mempertaruhkan hidupku akan dimulai.
Aku mengambil earpod, menyelipkannya di telingaku, menarik nafas panjang dan menghembuskannya, berusaha untuk menenangkan diriku, lalu menekan tombol jawab yang ada di kemudi, menyambungkan ku dengan pria yang tidak aku kenal.
"Hallo."
[ Rein Rayner, pergilah ke halte bus F di Randell's Road sekarang.] Ujarnya.
Suara pria itu terdengar sangat dalam dan berat, mengintimidasi siapapun yang bicara dengannya. Dia berbicara dengan berlahan dan jelas, seakan mengatakan bahwa dia tidak akan mengulangi perkataannya dan tidak akan terima jika sampai lawan bicaranya tidak mengerti atau tidak mendengar perkataannya.
"Kenapa aku harus?" Jawabku, berusaha untuk setenang mungkin.
[ Jangan buat aku yang kesana Rein, kau tidak akan menyukainya.]
"Siapa kau?"
[ Kau akan tahu nanti. Jangan buat aku menunggu Rein.]
Telepon terputus. untuk beberapa saat suasana menjadi hening, waktu seakan berjalan dengan sangat lamban, hanya suara dengung pelan mesin mobil yang dapat aku dengar. Ada sebuah perasaan aneh yang muncul di hatiku, mengiringi keheningan yang menyelimutiku saat itu, tapi aku tidak dapat mengerti perasaan apa itu, apa aku takut? atau justru aku senang?
Tiba-tiba suara di kepalaku berbicara, memecahkan keheningan itu, mengembalikan waktu yang berjalan lamban, dan kembali menyadarkan ku.
"Hei, kenapa kau malah melamun?"
"Apa kau yakin soal ini?"
"Apa maksudmu? Kau meragukan ku? Kita sudah sepuluh tahun bersama dan aku belum pernah mengecewakanmu kan. Sekarang cepat, dia tidak bercanda soal jangan membuatnya menunggu."
Aku kembali menarik nafas panjang, menahannya untuk beberapa detik dan menghembuskannya, aku terus mengulanginya beberapa kali, berusaha menenangkan diriku, lalu memasukan gigi mundur, memundurkan mobilku kembali kejalan, mengembalikan transmisi ke gigi maju, dan menginjak pedal gas dalam-dalam, membuat raungan mesin mobil menggema memenuhi udara, lalu melesat seperti sebuah torpedo dijalan raya.
Waktu menunjukan pukul 14.50
Aku menepikan mobilku lima belas meter dari halte, tempat dimana orang itu menyuruhku untuk datang. Aku melihat kearah halte melalui kaca depan mobilku, berusaha untuk mencari sosok orang yang menghubungiku tadi, tapi halte itu kosong, tidak ada seorangpun di sana, hanya ada beberapa orang yang lalu-lalang di sepanjang jalan itu. Aku mematikan mesin mobilku, melepas sabuk pengaman, dan keluar dari mobil. Aku berdiri di samping mobilku, dengan satu kaki masih berada di dalam mobil, sembari kembali melihat sekitar, berusaha mencari orang itu sekali lagi, tapi aku tetap tidak menemukan orang yang mencurigakan. Aku menarik berlahan sebelah kaki ku keluar dari mobil, menarik nafas panjang dan menghembuskannya, berusaha meyakinkan diriku bahwa semua akan baik-baik saja selama suara itu terus membantuku.
Aku berjalan menghampiri halte bus, sejujurnya aku masih tidak yakin dengan apa yang akan aku hadapi, dan tiba-tiba sebuah Bentley hitam berhenti tepat di sampingku. Seorang pria dengan tubuh yang tinggi dan kekar, menggunakan setelan jas hitam, rambut yang dicukur habis hingga hanya menyisakan kulit kepalanya, keluar dari pintu penumpang depan mobil mewah itu.
"Uwah!! Ini pertama kalinya aku melihat seorang Hitman di dunia nyata!" Sahut suara di kepalaku dengan nada yang terkejut.
"Rein Rayner, masuk lah." Ujar pria itu.
Untuk sesaat aku berpikir bahwa pria itu lah yang menghubungiku di telephon tadi, tapi suaranya terdengar berbeda, Aku tidak merasakan tekanan apapun saat mendengar suara pria itu. Dia mengulangi perkataannya sekali lagi, seraya membuka pintu penumpang belakang dan menyuruhku untuk masuk. Aku mengikuti perkataannya tanpa mengatakan apapun. Aku membungkukkan tubuhku untuk masuk kedalam mobil itu, tapi tubuhku terhenti saat melihat ada orang lain yang menungguku di dalam kabin mewah itu.
"Masuklah Mr.Rein, kita tidak memiliki banyak waktu."
Dalam sekejap aku merasakan sebuah tekanan perasaan takut jika sampai membuat orang itu marah atau kecewa, perasaan dimana aku harus menuruti perintahnya jika tidak ingin ada hal buruk yang terjadi, perasaan intimidasi yang datang hanya dari perkataannya, dan saat itu juga aku tahu, bahwa dia lah orang yang menelepon ku.